Friday, January 9, 2015



Ketika tumbuh dewasa, sebagian besar orang menjadi sangat realistis. Mencoba untuk melihat segala hal dari sudut pandang mungkin-tak mungkin, bisa-tak bisa, mampu-tak mampu. Saat seperti inilah mereka mulai melupakan mimpi-mimpi mereka, membuang jauh cita-cita mereka. Setelah dipikir-pikir semua mimpi itu tak mungkin diraih, tak bisa dicapai, tak mampu dilakukan.
 Sadar cita-cita menjadi astronot menjadi tak mungkin karena saat SMP nilai pelajaran Fisika dan Matematika tak lebih dari 50. Saat cita-cita menjadi key player Manchester United terasa tak nyata karena olah raga adalah salah satu bentuk penyiksaan yang sangat efektif. Atau bahkan saat cita-cita menjadi Satria Baja Hitam terdengar mustahil saat menyadari bahwa mengendarai sepeda motor adalah salah satu cara legal untuk bunuh diri.
Beruntung ketika mimpi dan cita-cita yang dipilih ternyata masih mungkin diraih. Misalnya cita-cita menjadi dokter dan memang pintar dan mampu dalam ilmu pasti (kalau ilmunya belum pasti, boleh jadi dukun dulu). Atau cita-cita menjadi pahlawan pembela kebenaran bisa diwujudkan dengan menjadi pengacara, syukur-syukur bisa kasih banyak probono ke orang-orang sekitar.
Tidak beruntung ketika menukar cita-cita dengan sesuatu yang tidak pernah kita inginkan hanya karena berusaha bersikap realistis.
Misalnya cita-cita menjadi ilmuwan ditukar dengan pekerjaan menjadi bankir. Alasannya biar bisa kaya, soalnya ilmuwan di Indonesia belum jelas prospeknya, dan ilmuwan memang biasanya tidak urusan dengan menjadi kaya. Eh, setelah sukses jadi bankir baru menyesal karena merasa hidupnya akan lebih berguna bagi khalayak kalau dia jadi ilmuwan, menemukan rumus Matematika baru, atau menemukan vaksin baru yang untuk membantu pasien cacar air.
Ada juga yang menukar cita-citanya yang tadinya mau jadi dokter, berubah haluan jadi anggota DPR. Alasannya jadi dokter sekolahnya lama, sedangkan jadi anggota DPR cukup sampai lulus SMA saja. Toh sama-sama bisa bikin kaya. Eh, setelah setahun jadi anggota DPR merasa lelah melihat kelakuan separuh anggota DPR tak bekerja sesuai harapan.
Tapi mungkin banyak juga kisah menukar cita-cita yang menyenangkan, seperti misalnya cita-cita menjadi Dokter Anak yang ditukar dengan menjadi ultra senior level di MLM. Sama-sama banyak uang, sama-sama membantu sesama, pokoknya banyak sama dah. Kalau yang kisahnya begini pasti nyebut syukurnya bertubi-tubi.
Nah, trus kenapa saya menulis ini? Apa pesan moralnya? Tidak ada! Hahaha…
Mimpi saya dari kecil tidak pernah terlalu aneh. Pernah ingin jadi pendekar, lalu ganti ingin jadi satria baja hitam, kemudian sejak kelas 5 SD sudah fixed ingin jadi penjaga perpustakaan. Sayapun mencoba realistis, menjadi penjaga perpustakaan sepertinya tak cocok bagi saya yang tidak sabaran, jadinya saya adjust sedikit cita-citanya yaitu menjadi pemilik perpustakaan!! Hahaha…
Sekarang ada sedikit perubahan dalam master plan cita-cita saya. Saya ingin punya perpustakaan di tengah perkebunan tempat saya leyeh-leyeh sampai tua. Tidak apalah tak terlalu kaya (agak kaya sudah cukup! Whahahaha…), nanti kebunnya diisi cengkeh, jadi pas tua sudah tidak perlu kerja, makan dari hasil kebun saja. Trus perpustakaannya boleh untuk siapa saja yang mau mampir ke kebun, jadi bisa merasakan sensasi membaca sambil dirubung nyamuk!
Saya belum mau menukar cita-cita ini dengan hal lain. Cita-cita ini fixed dari saya masih SD kelas 5 sampai saat saya menulis ini. Jumlah buku yang saat ini sudah mulai mengusai rumah nusa dua menjadi fondasi awal cita-cita ini. Semoga tahun depan fondasi besar lainnya bisa dirintis. Tentunya dengan dukungan dari tetangga sebelah. Kalau sendiri ya mana sanggup!
Saya tak mau menukar cita-cita.

Sekian dan selamat berakhir pekan…. :)

1 comments:

  1. Saya siap sedia membantu!
    Perpustakaannya tak isi komik juga..favoritku..

    ReplyDelete

A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates