Beres urusan kartu kependudukan, rekening bank, dan sarapan chicken shwarma ditambah mango goose (masih ingat cerita absurd ini ditulisan sebelumnya? Ini link-nya: Mango Goose), saya 100% legal sebagai TKW di Oman.

Setelah musim liburan dan hotel mulai sepi, saya mulai fokus pada pekerjaan di HRD. Akhir tahun 2017, saya mulai memperhatikan detail data karyawan. Nama-nama mereka, posisi di masing-masing department, gaji dan benefit, masa kerja, rata-rata umur, dan tentu saja kewarganegaraannya.

Saat itu ada kurang lebih 16 kewarganegaraan berbeda yang bekerja di hotel atas gunung ini. Kalau di list negara-negara asal para karyawan adalah: Oman, Indonesia, Malaysia, Philipina, India, Srilanka, Bangladesh, Nepal, Maladewa, Selandia Baru, Inggris, Uzbekistan, Maroko, Tunisia, Kenya, Mesir. Setelahnya bertambah lagi warga negara lain seperti Kamerun, Australia, Iran dan Pakistan. Kami seperti sebuah miniatur perkampungan PBB di atas gunung di negeri antah berantah.

Ada 6 kewarganegaraan dalam foto ini: India, Srilanka, Oman, Inggris, Nepal, Indonesia

Bahasa pemersatu kami tentu saja bahasa Inggris.
Setelahnya bahasa Hindi adalah bahasa terbanyak yang dipakai, baru kemudian bahasa Arab. Selain oleh orang India, bahasa Hindi juga menjadi pemersatu negara-negara asia selatan lainnya terutama Bangladesh dan Nepal. Beberapa orang Srilanka juga bisa bahasa Hindi. Tetapi anehnya, ada orang India yang tidak bisa bahasa Hindi! Mereka adalah kawan-kawan saya yang asalnya dari India Selatan, Kerala. Bahasa yang mereka pergunakan adalah Bahasa Malalayam atau kadang bahasa Telugu. Pikir saya "Oh, bahasa daerah kalau di Indonesia" 

Sedangkan kalau Bahasa Arab, selain orang Oman, dipergunakan juga oleh mereka yang dari Maroko dan Tunisia. Tapiiii, ternyata bahasa Arab mereka beda-beda. Orang Oman sering bilang kalau bahasa Arabnya orang Maroko itu berbeda dialeknya. Sehingga kadang mereka juga saling tidak mengerti. "Wah-wah, ini semacam bahasa Melayu, serumpun tapi tak sama" kata saya. 

Ketika kami sedang berkumpul dengan rekan-rekan senegara, tentu saja bahasa masing-masing menjadi primadona. Apalagi ketika saya dan mbak-mbak SPA yang 99% dari bali, full mebasa Bali. Lumayan sebagai penghilang kangen rumah.

Berbagai macam bangsa, berbagai macam bahasa, berbagai macam kebiasaan dan budaya juga. Nah kali ini saya ingin bercerita tentang hal-hal menarik perhatian saya ketika berkawan dengan mereka semua. Ini hanya berdasarkan observasi saya saja, tidak ada muatan SARA. 

Oman
Sebagai negara tuan rumah, hampir 30% karyawan saya orang Oman, atau disebut Omani. Persentase ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara teluk Arab, Golf Corporation Council (GCC). Pemerintah Oman menurut saya adalah salah satu pemerintahan monarki Arab yang sangat baik pada rakyatnya. Tak hanya sekedar mengumbar kekayaan alam, His Majesty (Alm) Sultan Qaboos bin Said juga mengajarkan rakyatnya untuk tetap bekerja, tak hanya mengandalkan minyak. 

Di perusahaan kami juga termasuk, untuk bisa mempekerjakan orang asing, ada kuota pekerja Omani yang harus dipenuhi dulu baru bisa mengajukan visa kerja untuk warga negara lainnya. 

Berkawan dengan orang-orang Omani, mengubah pandangan saya tentang orang Arab dan bahkan saudara muslim. Mereka orang-orang paling genuine yang saya temui. Lahir sebagai orang Bali yang diakui keramah tamahannya, rasanya masih kalah dengan keramahan dan kehangatan saudara-saudara saya di Oman. Ya, mereka menyebut kami para pekerja asing sebagai sister dan brother. Masih ingat kata-kata Ahmed, chief security yang juga pensiunan army, His Majesty Sultan Qaboos mengajarkan rakyatnya untuk selalu memperlakukan orang asing sebagai saudara sendiri. Ahmed bercerita bahwa petuah sang Sultan sangat jelas, mereka (orang asing) bukan tamu kita, melainkan mereka adalah saudara-saudara kita. Ah, meleleh hati ini.

Cerita ini tak akan saya percaya kalau hanya di mulut saja. Saya membuktikan sendiri. Bagaimana saya dijamu sampai kekenyangan dan disayang bak adik perempuan bungsu. Tak hanya di satu keluarga, setiap ke rumah teman Omani, siapapun, dimanapun, sama!

Sebagai perempuan, banyak kawan bilang hati-hati di negara Arab, nanti saya "diapa-apain". Tapi, tidak sekalipun saya merasa tidak aman selama di Oman. Tidak akan ada orang yang "suit-suiti" atau memandang dari atas kebawah kalau saya jalan sendiri atau jalan bersama teman perempuan lain. 

Teman-teman di hotel lebih manis lagi. Suatu kali, jerawat saya sangat parah. Tiba-tiba Al Rashdi, salah satu driver, datang ke kantor membawakan saya cream anti alergi Sudocream. Kata dia "Madam, ini bagus untuk kulit sensitif, saya tanya sama petugas apotek, dia yang kasi saran" Saya bisa apa selain meleleh. Ya khaaan.


Dari paling belakang: Hamed, Joy, Masood, Saya, Khalifa. Ketiganya adalah driver kesayangan kami

Begitu pula hal-hal kecil tapi manis lainnya yang terlalu banyak untuk saya tulis. Mulai dari roti buatan istrinya yang dibawakan ke kantor dan harus saya coba. Mengantar dan menunggui saya di rumah sakit ketika saya terguling-guling dari tangga sampai kaki saya harus di gips, dan bahkan membelikan bahan-bahan masakan dari toko yang hanya ada di Muscat! Mereka Juara. Saya tidak melebih-lebihkan bahwa Omani kalau sudah mempercayai kita, akan melakukan nyaris segalanya dan akan siap sedia 24 jam untuk membantu kita!

Banyak orang Oman tidak berbahasa Inggris, tetapi lebih banyak yang mengerti. Mungkin karena setengah lebih penduduknya adalah expatriat, mau tidak mau mereka menjadi bisa paham, meskipun tak lancar dalam penggunaannya. 

Beberapa tambahan bahasa Arab yang saya pelajari selama tinggal di Oman selain Assalamualaikum, Alhamdulilah, Insyallah, dan fulus antara lain:
Ini bukan arti harfiah ya, tetapi arti yang dijelaskan kawan Omani saya dalam bahasa pergaulan sehari-hari. Penulisannya juga mungkin salah, karena seharusnya dituliskan dalam tulisan Arab.
Khalas = selesai, beres perkara, bubar, end of discussion
Khali Wali = (ini sebenarnya bahasa yg tidak formal dan cenderung kasar) bodo amat
Mafi Muskil = tidak masalah
Mafi Fulus = tidak ada uang
Shukran = terimakasih; pasangannya Afwan = Sama-sama
Habibi = sayangku (laki-laki); pasangannya Habibti = sayangku (perempuan)
Na'am = ya, oke, copy that
Walahi = beneran deh. Yakin deh sama saya
Ahbik = aku cinta kamu

Kurang banyak sih yang lain, sampai sekarang menghitung satu sampai lima dalam bahasa Arab saja masil selalu lupa. Parah.

India
Sebagai negara berpenduduk terbesar kedua di dunia (data terakhir yang saya dapat di worldmeters per 1 Agustus 2021, jumlah penduduk india nyaris 1,4 miliar jiwa). Oman dipenuhi oleh orang India. Warga negara India adalah warga negara terbanyak setelah Omani. Jika dibuat perbandingan Omani : India = 3:1. Kurang lebih setiap anda bertemu 3 Omani, maka dipastikan anda akan bertemu 1 orang India.

Budaya India sangat lekat dengan kehidupan kami di Oman. Nyaris semua stasiun hiburan di TV menayangkan acara hiburan India. Film Bollywood (Hiburan berbasis bahasa Hindi), Tollywood (Hiburan berbasis bahasa Telugu), dan Kollywood (hiburan berbasis bahasa Tamil). MTV yang di siarkan adalah MTV India. Makanan yang kami makan sehari-hari sebagian besar (nyaris 90%) berasal usul dari India. Jaringan toko emas terbesar dimiliki yang dibintang-iklani-i oleh Kareena Kapoor dimiliki oleh orang kaya India. Jaringan rumah sakit dan jaringan pasar swalayan terbesar juga milik pengusaha India. 

Tak heran, bulan-bulan pertama di Oman saya masih suka bingung, ini benar saya bekerja di negara Arab atau jangan-jangan sebenarnya saya nyasar ke salah satu distrik di India. :)

Bagaimana dengan orang-orangnya?
As you seen on TV banget. Memang tidak semua seganteng Hritik Roshan atau secantik Aishwarya Rai. Sama macam di Indonesia tidak semua orang setampan Reza Rahardian atau secantik Raisa. Tetapiii, semua orang India yang saya kenal, gemar berpesta! Menari dan bernyanyi. Selalu. Setiap ada kesempatan. Saya terbengong-bengong ketika pertama kali mengadakan staff party, mereka tak henti menari macam di film-film Bollywood itu. Dengan gerakan tari gemulai. Tak peduli bentuk tubuh dan ukuran perut, mereka menari penuh suka cita. Segalau apapun rasanya kalau melihat kawan-kawan India menari pasti akan ikut bahagia!

Jangan lupakan bahasa tubuh. Goyangan leher utamanya. Sebenarnya tidak hanya untuk orang India. Hampir semua orang asia selatan memiliki bahasa tubuh yang sama. Goyangan leher ini mewakili banyak hal. Mulai dari persetujuan terhadap lawan bicara, ketidaksetujuan, paham mengerti, bingung dan tak paham, atau sekedar mendengarkan lawan bicara dengan seksama. Semua diwakili dengan gelengan kepala! Saya kadang tanpa sadar ikut geleng-geleng saat mereka melakukannya, kalau saya sadar, pasti saya buru-buru berhenti dan minta maaf. Bukan maksud menghina, tiba-tiba saya kepala saya goyang-goyang macam boneka tempel di dashboard mobil! 

Dalam hal berbahasa Inggris, saya tadinya kira kalau Hindi adalah bahasa resmi mereka, ternyata tidak. Seperti yang saya ceritakan di paragraf awal, kalau ada orang dari Kerala ngobrol dengan orang dari New Delhi, kemungkinan besar mereka akan bicara dalam bahasa Inggris. Baru kali ini saya benar-benar paham dan bangga dengan sumpah pemuda, yang mengikrarkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa! 

Oh, beberapa kejadian absurd yang saya alami ketika ngobrol dengan teman India karena perbedaan logat dalam bicara bahasa Inggris. Ketika saya bertanya tentang proses memasak nasi biryani. Kawan saya menjelaskan bumbu-bumbunya termasuk kata dia "claw will make the taste really good!" Saya kaget dan nganga claw kan artinya cakar/kuku, macam cakar beruang atau macan. Ini bikin nasi biryani atau ramuan untuk film Harry Potter?! Saya tanyakan sekali lagi apakah beneran pakai claw? bukannya itu menjijikkan. Kawan saya bilang "loh, kok menjijikkan, claw bikin badan jadi hangat. Makanya jadi campuran untuk banyak ramuan dan rokok!" Ahaaaaaa, barulah otak saya nyambung, yang dimaksud claw itu sebenarnya clove! Cengkeh!!!

Satu lagi, setelah kawan India tahu kalau saya punya pacar, dia bertanya pada saya "Winda, do you law him?" Alamaaak, apalagi ini, saya pacaran, bukan mau kepengadilan sampe bawa-bawa hukum (law) segala. Tapi berbekal pengalaman claw, saya tidak terkecoh, saya mikir dulu sebelum bereaksi. Ah, maksudnya "Winda do you love him?" Love = cinta, bukan Law = hukum. Arrrgghhhh!!!

Kiri: Jose (Kerala); Kanan: Saj (New Delhi); keduanya punya bahasa ibu yang berbeda


Nepal
Tahukah kalian kalau Nepal adalah salah satu negara yang tidak punya laut?
Saya tidak tahu apakah ini berhubungan atau tidak, tetapi kawan-kawan Nepali itu rata-rata tidak doyan ikan. Beneran deh. Segala sari laut mereka tidak bisa makan. Ikan, Udang, Kepiting, Cumi, Gurita, Kerang, buat mereka biota laut ini adalah makanan aneh dan dihindari sebisa mungkin.

Saya yang lahir besar di Bali, dengan hasil laut melimpah, ikan bakar dijual mulai dari restoran bintang lima sampai bakaran di pinggir jalan sangat tidak terima awalnya. Kok ya ada manusia tidak suka seafood. Padahal tidak alergi, ga masuk akal!

Jadi, lauk sehari-hari mereka hanyalah Mutton (daging domba), daging ayam dan  kadang-kadang bakri (daging kambing). Mereka tidak makan daging sapi karena semua Nepali yang saya kenal beragama Hindu. Dan Hindu adalah agama terbesar di Nepal (81% dari total populasi). Saya sampai kepikiran, sedih sekali mereka, sedikit sekali pilihan lauk pauknya. Sementara kita punya sumber protein hewani yang sangat beragam. Makin bahagia jadi orang Indonesia.

Meski sangat dekat dengan saudara-saudara Nepali, saya tidak pernah sanggup ikut jamuan makan mereka. Terlalu pedas. Supeeeer pedaaasss!!!! Menurut saya, para Nepali adalah golongan penantang kepedasan tingkat dunia. Segala cabai segar, cabai kering, bubuk cabai, masuk semua dalam sepanci kecil curry yang mereka buat. Saya lelah. Kalau diundang makan malam oleh geng Nepali, saya bawa bekal sendiri. Awal-awal, mereka tersinggung, karena menurut mereka saya mengada-ada. Seharunya (berdasarkan pergaulan mereka sebelum-sebelumnya) orang Bali itu pecinta pedas seperti mereka. Setelah saya bercucuran air mata (dan air ludah) karena kepedasan, barulah mereka percaya dan melabeli saya "Fake Balinese" alias orang Bali abal-abal. Hahaha...

Geng Nepali juga adalah geng yang paling sering nongkrong dengan saya. Mereka sangat terbuka dan ramah. Mereka juga sangat bangga bercerita tentang keluarganya dan tanah kelahirannya. Makanya 2019 saya memutuskan ke Nepal bukan semata demi mengikuti jejak Dr Strange mencari Kamar Taj, tetapi karena penasaran dengan cerita-cerita geng Nepali. 

Sebagian dari Geng Nepali (dari kiri): Tomnath, Dhruba, Robin, Nilraj


Tentu saja, perjalanannya penuh keabsurdan, tetapi kembali ke geng Nepali, mereka bahkan meminta beberapa anggota keluarganya untuk menjamu saya makan malam selama di Pokhara! Saya rindu sekali mereka. Padam, Nilraj, Robin, Dhruba, dan anak-anak lainnya.

Bangladesh
Hampir semua negara GCC tidak lagi menerima warga negara Bangladesh untuk bekerja di negara mereka. Entah apa alasannya saya kurang paham. Ada yang bilang karena reputasi pekerja  Bangladeshi yang kurang baik, ada juga yang bilang alasannya politis. 

Oman, masih menerima pekerja Bangladesh. Sayangnya, 99% dari mereka bekerja kasar dan di strata terbawah. Termasuk pekerja outsourcing yang dibayar sangat rendah. Dalam irisan pengalaman saya bekerja bersama, hanya pernah satu kali saja Bangladeshi yang menempati jabatan Assistant Department Head. Sisanya mereka pekerja kasar.

Mungkin ini erat kaitannya dengan tingkat kemiskinan yang tinggi dan tingkat pendidikan yang sangat rendah. Entahlah, saya harus research kembali. Tetapi sebagian besar karyawan Outsource Bangladeshi yang bekerja dengan saya tidak bisa Bahasa Inggris samasekali, agak lancar Hindi, sedikit Arabic. Bayangkan saja, bagaimana pusingnya saya harus bicara pada mereka. Yang cukup pintar berkomunikasi dengan mereka adalah kawan saya, Joy. Permasalahan muncul ketika Joy libur, mau tak mau saya harus komunikasi langsung pada mereka.

Percobaan Pertama
Seminggu tiba di Oman, saya minta tolong salah seorang tim housekeeping Bangladeshi, namanya Safayeet, untuk memindahkan lemari dari kamar tamu ke kamar utama di apartment. Saya menjelaskan dengan gambar layout kamar dan sketsa gambar lemari dan layout kamar. Dia mangut-mangut, semacam paham penjelasan saya. Karena tak yakin, saya panggil Padam, ketua geng Nepali untuk menjelaskan lagi dalam Hindi. Menurut Padam, Safayeet sudah beneran paham. Mafi Muskil lah.

Teknisnya, Safayeet akan melakukan pindahan lemari jam 6 sore, saya pulang ikut bis jam 9 malam, tinggal beberes baju. Eng Ing Eng, begitu sampai apartment, kaki saya lemas macam agar-agar karena kaget. Bukannya lemari yang pindah, tetapi kamar utama yang saya tempati kosong melompong! Dia pindahkan lemari, meja rias, dan kasur dari kamar utama ke kamar tamu! Bukannya menangis, saya tertawa terpingkal-pingkal.

Percobaan Kedua
Karena Joy libur dan saya sedang rapi-rapi kantor, saya perlu beberapa kardus. Saya pikir saya sudah lebih bisa ngobrol dengan Safayeet kan kami sudah bekerja lebih dari enam bulan. Jadi saya minta bantuan dia untuk mengambilkan beberapa dus kosong dari gudang. Saya beri tahu dia "take some empty mineral water boxes" saya juga tunjukkan ukuran kardus yang diperlukan. Beberapa menit kemudian, dia datang, menggotong sebuah kardus. Dengan keheranan saya lihat kardusnya, Astagfirullah yang dia bawa adalah satu kardus air mineral baru terisi penuh. Lagi-lagi saya terpingkal-pingkal dan Safayeet hanya garuk-garuk kepala. Mungkin dia kira saya gila, dibawakan air satu kardus bukannya terimakasih malah ngakak!

Terlepas dari miskomuniskasi yang menurut saya lawak, anak-anak Bangladeshi ini adalah orang-orang yang sangat manis. Saya sangat tahu kalau mereka sayang pada saya. Setiap kali saya bertemu mereka pasti menyapa dengan sangat kencang! Setiap pulang libur panjang saya pasti dapat pelukan erat mereka. Yang paling manis adalah, sampai sekarang, mereka tetap tidak pernah absen menanyakan kabar saya pada Issam. Setiap kali Issam datang ke hotel mereka pasti minta ditelponkan agar bisa menyapa saya. Ah, jadi baper.

Bangladeshi yang mengurusi kantin, kecuali yg di belakang saya tanpa hairnet, Beliau adalah chef kantin, Ajaya (Kerala - India)


Philipina
Suatu ketika di Airport, kali kedua saya mendarat di Oman, setelah visa kerja diterbitkan, melewati pertokoan duty free, seorang wanita memanggil-manggil "Kabayan, kabayan!". Saya tidak hiraukan, pasti bukan saya. Tapi cukup heran juga, jangan-jangan yang jaga orang Sunda, dan ada temannya bernama kabayan. Karena penasaran, saya masuk ke toko itu. Tapi pura-pura melihat-lihat makanan yang dijual.

Wanita itu (yang saya yakin adalah penjaga toko) menghampiri saya dan mencolek lengan saya sambil menyapa "Kabayan!" hah? Saya panik! Saya bukan kabayan, kalaupun salah mengenali sejak kapan ada perempuan bernama Kabayan? Setahu saya, Kabayan adalah nama tokoh laki-laki sunda yang diperankan Didi Petet di TV. Saya sontak menjawab dalam bahasa Indonesia "Maaf, saya bukan Kabayan." Langsung mbak penjaga toko yang belakangan saya tahu bernama Ana berkata "Oh sorry, i thought you are my Kabayan, my fellow Pinoy!" (Oh Maaf, saya kira kamu saudara sesama Filipina). Kamipun terpingkal-pingkal bersama begitu saya jelaskan tentang Kabayan dalam bahasa Indonesia. Sedangkan dalam bahasa mereka Kabayan berarti saudara senegara.

Ketika sudah bekerja, saya semacam diadopsi oleh geng Pinoy ini. Alasan awalnya adalah mereka makan babi! Sering masak babi! dan doyan Bali! Kesukaan saya adobo! Assisten sekaligus sahabat terbaik saya juga seorang Filipina, Joy.

Kesayangan Juara 1: Joy!

Di Oman, orang sering sekali mengira saya juga Pinoy. Jamak ceritanya saya di Mall langsung diajak ngobrol dalam bahasa Tagalog oleh petugas apotek atau penjaga toko. Menurut mereka wajah saya sangat Pinoy. Memang agak mirip sih, ketika Joy berkunjung ke Bali saja saya baru sadar dia sangat mirip Ibu! Orang-orang Filipina bekerja nyaris di semua bidang. Termasuk perhotelan, perawat, penjaga toko, customer service, petugas bandara, pramugari dan pramugara juga! Salut! Bahasa Inggris mereka juga sangat baik. Lebih baik daripada rata-rata orang Indonesia.

Tapiii, bukan berarti saya tidak pernah berkendala dalam berkomunikasi dengan mereka. Orang Filipina sangat sering (bahkan selalu) tertukar ketika melafalkan F, V, P, dan B! Okelah kalau F dan V, kita juga suka bingung karena mirip sekali, tetapi yang lain-lain itu loooohhhh....

Contoh yang membingungkan saya:
Pibe = five, saya kira maksudnya adalah Vibe 
Mobing = moving, saya kira Mobing = gerakan beramai-ramai gitu
Brabe = brave, saya dengarnya Bribe = penyuapan
Lib = Live, saya bingung mencari artinya karena tak menyangka
Porebar = forever, saya kira nama sebuah Bar

Dalam pengucapan, mereka menucapkan O dengan sangat jelas. Mungkin seperti kita mengucapkan R dengan penuh getaran. Contoh
Impossible = dibaca Imposibol
Ball = dibaca Bol
People = dibaca Pepol

Dari kurang lebih 15++ kewarganegaraan di hotel, itu baru dari 5 negara yang saya ceritakan.
Belum lagi orang-orang Maroko dan Tunisia yang fasih berbicara dalam 3 bahasa internasional sekaligus yaitu Inggris, Perancis dan Arab. Membuat mereka menjadi "primadona" saya untuk di bagian-bagian yang banyak ngobrol dengan tamu. Oh, mereka yang saya kenal, baik laki-laki dan perempuan adalah penari perut yang hebat! Dan mereka tidak pernah sungkan untuk menari di setiap pesta! Semarak!

Ada juga para wanita dari Kenya dan Kamerun, yang dalam setiap kesempatan selalu menggunakan wig berbagai bentuk dan warna. Dan mereka sangat bangga. Belum lagi menggunakan daster dengan warna-warna cerah ketika sedang tidak bekerja. Meriah sekali!

Belum lagi ketika harus mengingat-ingat nama kawan-kawan yang berasal dari Srilanka.
Dalam perjalanan hidup saya yang singkat ini, orang-orang Srilanka adalah para pemilik nama terpanjang dan tersulit untuk saya ucapkan. Lidah keriting ketika melafalkan, otak kribo ketika mengingat.

Terbayang betapa gegar budayanya saya ketika harus memahami kebiasaan kebiasaan mereka semua. Apalagi bekerja di bagian HRD, selain paham, saya juga harus bisa berempaty pada mereka semua. Rasanya susah sekali di awal, bagaimana mau paham kalau bicara saja belum nyambung. Tetapi, pada akhirnya mereka yang membuatnya menjadi mudah. Mereka menerima saya seperti menerima keluarga sendiri. Ketika hati sudah terbuka, maka yang lain menjadi lebih mudah.

Sudah dulu ya, besok saya lanjut lagi hal-hal ajaib lainnya!