Me-Manage Perasaan Ketika Menjalani LDR
Menjaga hubungan terpisah pulau,
Adalah tentang membatasi bertemu,
Membunuh ragu,
Terkadang terkuras cemburu,
Me-manage rindu
Ya, rindu yang kadang tak kenal waktu
Tapi kalau cinta ya memang begitu…
That day, when we promise to travel the world together |
Kalau teman-teman merasakan emosi yang sama dengan barisan kalimat diatas, tak diragukan lagi anda menjalani hubungan jarak jauh a.k.a LDR.
Sejauh apapun (mudah-mudahan
bukan sejauh aku dimasa kini kamu dimasa lalu ya.. hehehe) asalkan cinta pasti
ada jalan. Saya sangat percaya, terlalu percaya malah. Bagaimana tidak percaya
kalau ini adalah satu-satunya hubungan yang pernah saya miliki dan langsung LDR
dan baru 11 tahun berjalan. So, actually, this is the only relationship form
that I know. Hahaha…
11 tahun ini banyak yang bertanya
apa yang paling susah dari LDR yang saya jalani, dan bagaimana membuatnya tetap
bertahan. Banyak banget kok yang nyinyir dengan bilang bahwa: ga mungkin Dje
setia disana, atau seharusnya kami segera menikah dan ikut Dje kemanapun dia
pergi, atau tidak mungkin membangun hubungan seperti ini terus menerus.
Entahlah, buat saya hubungan ini
berhasil. Tak selalu mudah, tak selalu indah, tapi berjalan dengan luar biasa
baik dan luar biasa menyenangkan. Setiap orang punya kondisi idealnya
masing-masing. Ada yang idealnya tinggal serumah dulu baru bisa saling percaya.
Ada yang idealnya dinikahi dulu baru bisa saling percaya, dan ideal-ideal
lainnya. Sama seperti ukuran celana panjang, ukuran saya 12, belum tentu semua
orang fit di ukuran 12 kan J
Sangat banyak hubungan-hubungan
LDR yang berhasil di luar sana. Mulai dari kawan-kawan yang bekerja ke kapal
pesiar dan hanya bertemu keluarganya setahun sekali, mereka yang bekerja
sebagai TKI hingga ke Jepang dan belum tentu bertemu kekasihnya setahun sekali.
Mau tau yang lebih extreme lagi, itu ada para astronot yang bertugas menjaga
stasiun luar angkasa. Seperti yang diberitakan NASA baru-baru ini. Jangan hanya
berpikir tentang berapa banyak hubungan LDR yang tidak berhasil, karena kalau
mau fair, tanpa LDR-pun banyak hubungan yang gagal. So, this is not really
because of the LDR, but it is really about the commitment from both.
When we were 7 years together |
Anyway, buat saya tantangan terbesar dalam LDR adalah managing my expectation. Di awal pacaran, seringnya saya kecewa berat karena urusan remeh temeh ini. Uring-uringan juga karena hal-hal kecil yang saya harapkan terjadi tapi ujung-ujungnya tidak sesuai harapan.
Contoh 1 dan yang paling sering
terjadi adalah jadwal bertemu. Entah Dje yang pulang atau saya yang mengunjungi
dia. Biasanya kan kalau naik pesawat, saya sudah semangat 45 jemput dia sesuai
dengan jadwal pesawat tiba. Eh, taunya pesawatnya delay! Delay-nya juga
kebangetan, pernah sampai 3 jam sendiri. Kan syebel ya.. padahal rencanannya
udah macem-macem. Sampai Bali langsung makan sana sini, jalan sana sini, akibat
delay ya wis sanggupnya makan babi guling di kuta karena cuman itu tok sisa yang buka dari semua rencana yang disiapkan!
Hahaha..
Lain urusan kalau dia pulang naik
kapal laut, perjalanan harusnya 7 jam sudah sampai. Ini lebih parah dari naik
pesawat bahkan, jadi kadang ya sudah sampai di pelabuhan, tinggal turun saja,
kapalnya ngetemnya itu naudzubillah lamanya! Jadi pengen gigit-gigit bangku dah
rasanya.
Dulu.. urusan gini-gini bikin
saya uring-uringan ngomel-ngomel tidak jelas. Yang kena omel ya Dje, sebenarnya
ya kasian bgt sih dianya, dia ga ada salah apa-apa, dia juga ingin cepat
bertemu, tapi dia juga tidak bisa apa-apa, tapi saya malah ngomelin dia.
Sukurnya dia level kesabarannya sudah setingkat dengan para guru di Kamar-Taj!
Jadi ga boleh ya ngomel-ngomel gitu ke pacarnya.
Sekarang.. sudah jauh lebih
sabar, ikhlas dan tawakal. Tanya saja Dje, tidak ada lagi saya yang dulu
misuh-misuh ga jelas. Meskipun gondoknya segede bakso tenis, ya ga usah ditelan
gitu aja, nanti malah keselek tidak bisa napas. Kunyah pelan-pelan baru telan
(apaan sih ini). Maksudnya, kalau sekarang Dje pesawatnya delay atau ngetem di
lautnya lama ya wis saya biasanya tidur dulu di rumah, atau baca novel dulu,
kuris bulu kaki dulu, bersihin kandangnya Blu dulu, atau apalah
kegiatan-kegiatan yang membuat hati gembira.
Dan kamu selalu berkata: sebentar lagi sudah ketemu, sabar ya sayang |
Contoh 2 tentang cemburu menguras
hati. Ya masa saya tidak pernah cemburu, yang lebih sering ketemu dia adalah
mbak-mbak cantik di lingkungan pergaulannya daripada saya, pacarnya sendiri. Belum
lagi Dje ini adalah tipe makhluk hidup yang berprinsip bahwa membantu sesama makhluk
hidup lain itu wajib hukumnya meskipun membuat pacarmu uring-uringan setengah
pengen teriak-teriak saking sebalnya.
Permasalahannya adalah, mungkin
saya terlalu banyak berpikir yang aneh-aneh (semacam mbak-mbak korban sinetron
kan ya) jadinya ketakutan saya adalah orang lain menganggap kebaikan Dje
sesuatu yg berbeda. Seperti yang selalu saya katakana pada dia “saya percaya
kamu, orang lain yang tidak saya percaya.
Bersyukurlah kalau kalian bukan
tipe yang mudah cemburu atau yang pacarnya tidak mudah cemburu. Masalah nomor 2
ini tidak akan terjadi. Tapi kalau ini terjadi, tips saya hanya satu, PERCAYA.
Ya hanya itu, percaya pada Dje, percaya pada pertanda, dan percaya bahwa kalau
sampai Dje macam-macam, siap-siap ada tivi 21 inch di perutnya (ini kalau org
bali mesti ngerti maksudnya. Hahaha…)
You put your arms around me and I'm home! |
Eh serius, cemburu itu buat saya
penting. Perdebatan-perdebatan akibat cemburu ini biasanya berakhir manis.
Semanis misalnya, Dje akan bilang “Iya pulang nanti kamu boleh deh belanja
sepuasnya biar ga ngambek lagi” (I wish dia akan ngomong gitu! Hahaha…)
Tapiii, jangan hanya percaya
hati. Khususnya saya, hati saya kadang suka nipu. Dia hanya memberi tahu saya
apa yang saya ingin tahu, bukan apa yang saya harus tahu. Imbangi juga dengan
logika, baca pertanda, lihat perubahan-perubahan kecil.
Contoh 3 tentang waktu bertemu
yang berlari secepat Usain Bolt! Kuenceeeng reeeekkk!!! Niatnya saat ketemu
jalan-jalan ke pantai ini itu, mengunjungi si ana dan si anu, nonton film ini
itu, makan disini dan disitu. Kenyataannya, dari sebegitu banyak rencanya yang
dijadwalkan palingan sanggupnya nonton film, makan malam sekali, ke pantai
sekali, makan babi guling dua kali, sisanya leyeh-leyeh malas-malasan di rumah
sambal baca novel dan nonton tivi, tetiba sudah waktunya ke bandara!
Ini buat saya masalah besar,
rindu belum juga berlalu, tapi jadwal pesawat sudah menunggu. Belum juga sempat
membawa mobil ke tempat cuci, tapi detik jam lebih dulu mengingatkan untuk
segera berkemas dan kembali ke seberang pulau.
Kami kehabisan waktu dan museumnya tutup, dan janjimu untuk membawaku kembali sudah terpenuhi. |
Sampai sekarang, Bandara menjadi lokasi yang dilematis bagi saya. Tempat saya penuh suka cita ketika menjeputnya. Tempat saya manyun, kadang tersedu ketika harus mengantarnya kembali.
Dulu, ketika jadwal bertemu saya
sibuk berencana melakukan ini itu sampai sedetail-detailnya waktu. Niatnya biar
maksimal, biar semua rencana terlaksana. Ujung-ujungnya, semua rencana sih
terlaksana, tapiii… jadinya kita berdua terlalu kelelahan. Kesana kemari,
jadinya malah tidak sempat ngobrol, bercerita dari hati, jadinya saat berpisah
dalam kondisi lelah fisik dan lelah hati.
Sekarang, ketika jadwal bertemu,
saya tetap merencanakan hal-hal yang ingin kami lakukan atau tempat-tempat yang
ingin kami kunjungi (terutama makan dimana), tetapi yang kami perbanyak adalah
waktu berdua untuk bercerita. Berpegangan tangan, bertatapan, tertawa, itu yang
kami perbanyak.
Saya sangat mengerti, biasanya
kita sangat ingin mencoba ini itu berdua, apa-apa bedua. Sehingga ketika
bertemu itu semua dimampatkan dalam jadwal. Tidak usah, nikmati saja yang ada,
perbanyak waktu bicara dan bercerita.
Contoh 4, jadwal bertemu yang
tidak menentu. Pastilah ya kita mau setiap hari spesial si pacar ada bersama
kita. Valentine, ulang tahun, anniversary, tahun baru, kawinan sahabat, saat
antre dokter, acara-acara kantor, dsb-dst. Tapi apa daya, seringnya acara-acara
macam itu jatuhnya tidak selalu weekend. Kalaupun weekend belum tentu ada uang
untuk beli tiket pesawat. Akibatnya, lebih banyak momen spesial itu kita
lewatkan sendiri.
Mencoba “sok kuat” atau “sok cuek”
dengan bilang: ga usah valentine juga untuk ungkapin sayang, atau semacam kami
bukan pasangan romantis yang ingat hari jadian, atau modelan wah kita sih cuek
ya ga pakai kasi-kasi surprise pas ultah. Padahal dalam hati rasanya disayat
sembilu, trus dikasi garam, tambah terasi dikit, cabenya 7, dicocol mangga
muda. Perih, pedes, asem!!
Dulu, masih suka merengek sama
Dje biar bisa valentine sama-sama atau nge-date pas anniversary. Ketika Dje
menjelaskan alasan logis kenapa hal itu tidak mungkin dilakukan (karena di
tengah-tengah weekdays, atau tanggalan sudah terlalu ranum sehingga saldo ATM mengering,
atau harga tiket pesawat ke Bali yang harganya nampol jidat sampai benjol) saya
biasanya ngamuk-ngamuk dan uring-uringan. Padahal tidak ada faedahnya sama
sekali, karena kekesalan saya tidak akan membuat kami bisa ketemu yang ada saya
malah tambah sakit kepala.
Sekarang, sudah sangat terbiasa
tidak ditemani ketika ulang tahun, atau malam mingguan dengan lembur kerja di
kantor atau anniversary dirayakan dengan post foto manis di Instagram. Yang
jauh lebih penting bagi kami adalah long weekend dan kapan jatah saya
dibolehkan cuti dari kantor! Itulah perayaan kami! Lalu ketika hari-hari
special bukan berarti terlewat begitu saja, Dje tetap pacar yang luar biasa romantis
(saya yang hopelessly romantic). Selalu ada sepenggal tulisan penanda cinta, terkadang
bunga yang disiapkan dibantu kawan-kawan baik, dan tentu saja kalimat-kalimat
menenangkan (sekaligus menyebalkan semacam: sabar ya, seminggu lagi ketemu).
8 hours trip to Sumbawa, and it worth every second we spent together |
Jadi, selama 11 tahun menjalani
LDR dengan bang Dje, pelajaran utama yang saya petik (jambu kali dipetik)
adalah tentang ilmu sabar dan ikhlas. Beneran deh, sabar menunggu, ikhlas tidak
bertemu.
Juga tentang belajar me-manage
harapan. Agar tidak kecewa ketika ternyata tak jadi bertemu, agar tidak terlalu
terpuruk ketika jumlah pulau yang membatasi semakin banyak dan semakin lebar.
Agar tidak terluka ketika tidak ada genggaman tangan dan pelukan yang
menenangkan, bahagia dengan susunan kata yang menggantikan waktu-waktu yang
tidak dilewati bersama.
Not always colorful, but for sure beautiful |
Bukan tentang mengeluhkan apa
yang tidak terjadi. Tetapi tentang mensyukuri apa yang bisa kita lakukan
bersama. Bukan tentang menyesali momen yang terlewat begitu saja, tapi tentang
menjadi bahagia saat kita bisa bersama.
Bukankah kalau benar-benar cinta,
semua lebih mudah?
Bukankah kalau benar-benar cinta,
cerita pada akhirnya akan indah?
Selamat mengawali minggu dengan
ceria, semoga tidak gundah.
P.S to Dje : Have I told you
lately that I love you?
Cikal bakal memulai liburan rutin tahunan :) |