Coba sambil bengong, jawab pertanyaan ini:
- Kenapa sih si Anu nyebelin banget?
- Kenapa ya si Inu tu ga bisa diajak ngobrol? ngeselin deh!
- Apa sih maunya orang ini? Ga bisa diajak kerjasama!

Seberapa sering kita bertemu orang-orang yang menyebalkan ini? Mereka yang menurut kita tidak masuk akal, tidak bisa diajak kerjasama. Mereka yang sepertinya sangat sulit untuk diajak berteman, gimana mau berteman, diajak ngobrol saja susah kan. 

Tidak hanya di tempat kerja, lingkungan pertemanan, bahkan keluarga juga sering. Paling sering malah. Apalagi dalam lingkaran keluarga besar dengan jumlah persepupuan yang tidak terbatas. Akan selalu ada orang-orang menyebalkan ini. Kadang-kadang saya tidak habis pikir, kenapa makin kesini jumlah orang yang menyebalkan ini malah bertambah terus ya. Dulu rasa-ranya dunia adem dan kalem tanpa kehadiran mereka. Sekarang semuanya jadi ribet.

Ada mereka yang suka ngatur, ada yang pemalas. Ada yang suka berdebat, ada juga yang malah selalu mengindari argumentasi sampai bikin heran sendiri. Ada yang tidak ramah, ada juga yang terlalu ramah sampai bikin jengah. Ada yang gampang sekali marah, tetapi ada juga yang terlalu woles sampai bikin gemas! Duh... ada apa dengan mereka? Kenapa rasanya komposisi orang-orang ini agak kurang pas? Engga bisa gitu jadi orang yang biasa-biasa saja? Takarannya kok ga bisa yang normal-normal saja gitu lho.

Ketika bekerja dengan banyak orang disekitar kita, semakin sering harus menghadapi spesies yang nampak menyebalkan ini. Melelahkan kadang-kadang. Dan seringnya membuat kita tidak lagi menikmati hari-hari. 

Sampai akhirnya ada beberapa hal yang saya pertanyakan pada diri sendiri. 

Apakah memang benar orang-orang disekeliling saya banyak yang menyebalkan? Atau jangan-jangan tingkat toleransi saya saja yang sudah jauh berkurang. Ketika kita semakin dewasa semakin banyak standar ideal dan harapan yang kita terapkan dalam hidup. Misalnya, teman adalah mereka yang selalu punya waktu untuk kita. Padahal, belum tentu juga kita selalu punya waktu untuk mereka kan? Pasangan adalah mereka yang selalu mengerti dan memahami kita, tapi kadang kita juga masih sering gagal paham dengan kelakuan mereka. Rekan kerja adalah mereka yang selalu saling mendukung dalam satu tim, tapi terkadang kita juga tenggelam dalam pekerjaan sehingga sekedar menawarkan segelas kopi saja kita lupa kan.

Apa iya orang-orang tidak pernah mengerti kita, atau jangan-jangan kita juga agak terlalu meninggikan diri sehingga susah dipahami. Misalnya harapan-harapan tidak masuk akal kalau orang-orang bisa membaca pikiran kita. Standar tidak masuk akal bahwa mereka memiliki tingkat pemahaman yang sama akan suatu perkara. Atau keinginan tidak logis bahwa setiap orang menilai kejadian dari sudup pandang yang sama.

Sayangnya, dunia yang kita tinggali adalah dunianya makhluk sosial. Kalau makhluk astral, seram. Tidak segala perkara bisa diselesaikan dengan rumus fisika dan hitungan matematika. Like it or not, lingkungan yang kita tinggali adalah areal yang dipenuhi oleh logika perasaan. Bukan logika deret hitung aritmatika yang bisa diselesaikan dengan rumus x,y,z. Rumus hubungan antar manusia ini sayangnya agak lebih ribet dan tidak bisa disederhanakan dengan satu persamaan umum. Semuanya perlu takaran yang berbeda-beda. Tingkat kesabaran dan keikhlasan yang bervariasi.

Ada orang yang dengan mudah kita kategorikan sebagai orang yang menyenangkan, sebagian besar alasannya karena cara berpikir yang mirip. Ada orang yang dari lirikan matanya sudah kita golongkan menyebalkan karena kita terlalu sering melihat stereotype orang-orang menyebalkan dari film dan deskripsi di buku-buku. Mudah sekali untuk tidak bersimpati pada orang, ketika belakangan yang "diajarkan" oleh media sosial adalah pentingnya diri sendiri. Ketika menjadi egois adalah dianggap sebagai sebagian dari bentuk menyayangi diri sendiri. Well who am I to judge.

Ada beberapa buku yang belakangan ini membantu saya untuk lebih berlapang hati saat menghadapi orang-orang disekitar. Dan tidak semena-mena melabeli orang-orang ini menyebalkan. Buku-buku ini membantu saya untuk mengelola harapan agar tidak mudah kecewa, managing my expectations istilah kerennya, memahami bahwa hakikat kemanusiaan adalah perbedaan, menjaga diri agar tidak berbesar kepala tetapi "memperbesar hati" 

Beberapa jurus andalan yang saya ciptakan setelah membaca buku-buku itu:
  • Mulailah hari dengan pemikiran bahwa, dunia ini dipenuhi oleh orang yang menyebalkan. Dan hari kita pasti akan rusak oleh mereka. Jadi jangan berharap muluk-muluk pada orang lain. Sehingga ketika ada sedikit saja kebaikan yang terjadi, itu akan membuat kita cukup bahagia, karena kita melatih diri untuk menghadapi yang terburuk.
  • Tidak ada orang yang mau kalah dalam perdebatan. Semua orang ingin menjadi yang benar dan ingin pendapatnya dihargai. Sayangnya tidak semua orang mau mengakuinya. Dengan menanamkan ini di dalam diri, setiap kali ada dalam perdebatan, niat saya tidak lagi untuk memenangkannya (meskipun kadang-kadang gatal juga ingin ngegas). Niatnya adalah mendengarkan pendapat mereka, lalu mencari cara agar pendapat mereka dan kita entah bagaimana caranya bisa menjadi keputusan yang bisa diterima dan memungkinkan untuk dilakukan.
  • Kesadaran penuh bahwa, mungkin untuk sebagian orang lainnya, kitalah si orang menyebalkan itu! Saat kita bisa dengan mudah misuh-misuh tentang kelakuan orang lain, kelakuan kita belum tentu lebih baik kok. Ada kalanya malah kita yang terlalu mudah terpancing emosi. Sebentar-sebentar sakit hati. Bagaimana kalau kita ubah sedikit persepsinya, kira-kira hal apa yang membuat orang lain sebal dengan kita ya? Dan apa yang kita bisa lakukan untuk mengurangi dampaknya? Nah, kalau jawabannya: ya aku emang gini orangnya, ga bisa aku tu diatur-atur. Ya wis, brati orang lain juga punya hak yang sama untuk mengatakan hal serupa. Iya kan.
  • Di usia sekarang ini, kita tidak bisa mengubah orang lain menjadi seperti yang kita mau. Vice versa, kita juga tidak ingin diubah menjadi orang lain juga kan. Nah, dengan ini saja sudah nampak jelas sebening kristal kalau pada akhirnya kita akan selalu menghadapi perbedaan. Kalau kata penulis legendaris Paulo Coleho: you can't change the wind but you can adjust the sails to reach the destinations. Terjemahan ngarang saya: kita ga bisa mengubah orang lain, yang bisa kita ubah adalah pendekatan kita ke mereka.
  • Tentang bagaimana memperlakukan orang lain, saya percaya dunia ini selayaknya cermin. Lingkungan kita adalah pantulan dari diri kita. Kalau kata bahasa kekiniannya: treat people the way you want to be treated. Perlakukan orang lain seperti kamu ingin diperlakukan. Tapi, kalaupun kita sudah cukup baik rasanya tetapi masih juga ada yang nyebelin, kembali lagi ke ayat pertama: dunia memang dipenuhi oleh orang yang menyebalkan!.

Bukan berarti saya sudah dalam kondisi mental zen juga ya. Semacam biksu yang kalem menghadapi hiruk pikuk dunia. Masih jaauuuuhhhh. Macam cita-cita kawin sama Levison Wood, nyaris mustahil! Hahahaha. Masih konstantly misuh-misuh karena orang menyebalkan. Masih ngomel-ngomel karena merasa banyaknya orang yang tidak bisa dipercaya. Tapi sedikiiit kesadaran dari membaca-baca buku itu membuat saya lebih ikhlas menjumpai orang-orang ajaib disekeliling.

Well, kalau kalian jurusnya apa?

Ini saya spill beberapa buku yang membantu itu ya: