Ya, Saya menolak reklamasi Teluk Benoa Bali.

Saya bukan ilmuwan, bukan aktivis pecinta alam apalagi pengusaha atau pemegang keputusan yang bisa menentukan reklamasi jadi atau tidak. Bukan, saya hanyalah rakyat kebanyakan yang masih suka eksis upload foto kekinian di sosial media. Saya hanya mbak-mbak kantoran biasa. Hanya saja kebetulan saya bekerja di area Bali Selatan, kebetulan kerjanya di bidang pariwisata dan kebetulan juga agak suka menulis.

Teman-teman bisa cari begitu banyak alasan valid kenapa reklamasi tidak harus dilakukan dan tidak bisa dipungkiri banyak juga alasan yang bisa dijabarkan kenapa reklamasi perlu dilakukan. Tetapi sekali lagi bagi saya tetap tidak. Reklamasi tak perlu dilakukan. Alasan saya bermula dari pendapat teman-teman pro reklamasi yang setelah saya pikir kembali, taklah terlalu perlu.

Ini beberapa yang bolak-balik saya pikirkan, dan jawabannya tetap: saya tak setuju Reklamasi. Ini alasan mereka dan argumentasi logis saya:

Menambah Lapangan Pekerjaan: inilah alasan utama yang digusung para teman pendukung reklamasi. Entalah mereka berpikir kearah mana. Bagi saya menambah lapangan pekerjaan bisa dengan banyak cara. Tak harus melulu kerja di hotel atau kerja ke kota. Kalau memang pemerintah niatnya buka lapangan kerja masih banyak daerah di Bali yang bisa dijadikan sentra Industri. Ya Pariwisata memang urat nadi perekonomian Bali, tapi jujur saja setiap orang tahu pariwisata hanya berkutat di Bali Selatan. Bagaimana dengan Buleleng? Jembrana? Karangasem? Saya sangat mengerti berjuta alasan kenapa pariwisata di daerah ini kurang maju. Klasik semua alasannya (mulai dari pasirnya tak putih sampai jarak yang jauh dari Bandara) lalu tidak bisakah uang investor ini digunakan untuk Investasi di bagian lain Pulau Bali? Segera realisasikan Bandara di Buleleng misalnya?

Yang harus disadari, menambah lapangan kerja tak lagi cukup kalau tidak disertai dengan peningkatan volume bisnis yang seimbang. Sekarang saja peningkatan jumlah kamar hotel di Bali setiap tahunnya sangat-sangat signifikan, dari tahun 2013 - 2014 meningkat hampir sampai 20% sedangkan tingkat hunian kamar hotel dari tahun ke tahun cenderung menurun. Kalau tidak percaya tahun 2011 rerata tingkat hunian hotel adalah 63,23% terus menurun hingga tahun 2014 menjadi 60,31%. tidak percaya? Tanya saja teman-teman yang kerja di BPS.

Saya mungkin tidak pintar menjelaskan angka, tetapi coba tanya kerabat yang kerja di hotel. Banyak yang akan menceritakan kepada anda betapa beratnya persaingan bisnis saat ini dan betapa tahun ini tamu/tourist jauh lebih sepi dari tahun kemarin.

Dengan kondisi ini, apa iya masih mau bangun lebih banyak hotel di Bali Selatan? Memangnya mau kerja di hotel tetapi tidak ada tamu yang menginap, gajinya hanya sebatas UMK karena tidak ada uang Service?! Yakin Mau?

Ingat dulu kalau lewat jalan Pantai Kuta macetnya hanya sampe depannya gang Poppies setelah itu lancar lagi? Sekarang, semenjak ada mall besar yang sangat happening macetnya sudah sampai ke Lapangan Trisakti?! Masih Mau tambah Mall dan pusat keramaian di Bali Selatan? Benar yakin? Saya sih tidak. Pasti tidak.

Alasan lain yang beberapa kali saya dengar adalah Meningkatkan Perekonomian Bali. Sekali lagi saya bilang, ekonomi tidak sama dengan pariwisata. Boleh dan sangat bisa kok Ekonomi dikembangkan di bidang lain.

Mau contoh?!

Pertanian: terdengar mengada-ada?! Tidak. sekarang heboh urusan beras plastik, kenapa kita heboh?! yap, karena kita sudah tak lagi menanam beras sendiri. Tanya saja ibu-ibu dirumah, kalau teman-teman di Jawa gagal panen jangankan cabai harga terong-pun bisa melonjak. Ya karena kita tidak pernah punya perkebunan cabe sendiri! Kenapa tak mau investasi di bidang ini kalau niatnya memang mulia demi masyarakat?!

Coba tanya sama Ibu anda yang rajin ke pasar seberapa banyak produk buah dan sayur yang ada embel-embel merek Bangkok atau Thailand-nya?! Beras, Pepaya, Jambu, Durian, Kedelai. Kenapa, karena Thailand tidak hanya berkutat di Pariwisata. Pertanian mereka juga maju. Coba menginap di hotel di Thailand. Buahnya tak melulu Semangka, Melon, Nanas, Pepaya (standar hotel di Bali) mereka menyajikan mangga, rambutan, buah naga, jambu, sampai kedondong! Masih mau bilang ini tidak mungkin?!

Perkebunan: mau bilang hasil kebun jelek?! Tanya sana saudara-saudara di Desa Banyuatis Buleleng yang kebun cengkehnya berhektar-hektar. Kenapa tidak mau investasi di bidang ini?! Hitung-hitung berbuat baik nambah pasokan O2 dimuka Bumi.

Kelautan: tak melulu harus jadi nelayan tradisional. Coba main-main ke Desa Les Buleleng, tak banyak yang tau disana ada kelompok budidaya terumbu karang yang hasilnya bisa dipanen untuk industri. Kenapa tidak invest dibidang ini?!

Industri Fashion: Kain tenun rangrang tau?! artis-artis banyak yang pakai. Saya punya teman dari Nusa Penida yang menjual tenun rangrang buatan saudara-sauradanya sendiri. Kenapa tidak invest disini? Jangan Cina terus yang jualan baju ke kita (sampai batikpun mereka bisa buat), kita sekali-sekali boleh donk jualan produk fashion kita ke luar negeri dalam jumlah massive.

Industi Mikro seperti makanan: contoh dari saya sebuah desa kecil di Kota Singaraja yang namanya Desa Penglatan. Silahkan berkunjung, hampir rata ibu-ibunya bekerja di sentra pembuatan dodol tradisional Bali. Saat ini produksi mereka terbatas hanya untuk hari raya di Bali. Tapi bukan tidak mungkin kan invest di industri ini?! Nenek saya salah seorang pengusaha dodol, sering kali dodolnya dibeli untuk oleh-oleh ke luar daerah.

Ah, kalau mau di list satu-satu masih banyak yang bisa diceritakan. Sekali lagi membangun ekonomi Bali tak melulu bangun hotel dan bangun mall baru. Tidak!

Alasan yang agak sedikit konyol menurut saya adalah Mencegah Abrasi. Nah kalau yang ini mungkin pengetahuan saya kurang update, tetapi dari jaman SMP pelajaran dari guru IPA saya selalu bilang bahwa mencegah abrasi adalah dengan menanam mangrove. Sangat alami dan sangat ampuh! air, kalau mau dilawan, jangankan dengan gundukan tanah, batu baja saja bisa hancur. Sedangkan mangrove sifatnya tidak melawan tetapi sebagai pemecah ombak alami sehingga menjaga garis pantai tidak tergerus. Serta banyak fungsi ekologis dan ekonomis lainnya. Boleh tanya temannya yang kerja di Balai Lingkungan Hidup.

Kalau memang niat investor dan pemerintah semulia itu untuk memajukan masyarakat secara ekonomi, coba jangan hanya berfokus ke Bali. Tengoklah pulau sebelah, tak usah jauh-jauh. Tengok Lombok, tengok Sumbawa. Tak bisakah bangun lapangan kerja lebih banyak disana? akses yang lebih baik disana? sehingga saudara-saudara kita tak usah cari kerja jauh-jauh ke Arab, Malaysia, Hongkong, Brunei. Tak usahlah sampai jauh memikirkan Papua dulu (meski sebenarnya harus dipikirkan!!)

Saya sangat menghargai perbedaan pendapat. Tetapi sampai saat ini saya masih tidak setuju dengan Reklamasi teluk Benoa. Sangat tak setuju. Mari berdiskusi lagi kalau memang ada alasan lain yang tidak bisa ditentang secara logika, maka mungkin saya (dan sahabat lain yang tidak setuju) mengkaji ulang pendapat kami.

Mari berpikir logis. Tinggalkan Ego. Karena logika biasanya tak berdusta.

Kalau memang niat mereka mulia, mereka tak seharusnya mendustai logika. Kecuali mereka pura-pura mulia, maka mereka tak lagi berlogika. Mereka berhawa nafsu.

Saya harap mereka memang benar berniat mulia. Dan tetap, saya TIDAK SETUJU REKLAMASI TELUK BENOA.

sumber gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhZWsxzh5F-zj6dEvrWAQ-7uxSySOzgTOsMGRn8tqazcuCWcFU-d-Mmr_KQSicxwndW60jUjrg_6qoCgPeSfULUU72t7-jFcGB-cHyihQGZyj5D71m60HvEHUJ5ArHGiUecF_9SY3j-RE/s1600/url.jpg


Salam damai untuk kita semua.

Selamat berlogika.

Bahan bacaan:
http://news.detik.com/read/2014/08/26/200654/2673477/727/sejumlah-ormas-bali-dukung-reklamasi-teluk-benoa
http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=7070243&od=11&id=11
http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=19&Itemid=55