Seorang sahabat baik mengirimkan email kepada saya mengucapkan Selamat Hari Raya Galungan yang baru sempat terbaca. Yang mengejutkan beliau berkata “Kamu jadi pilih Jokowi? Saya pilih Prabowo saja soalnya Jokowi terlalu sederhana..” alamak, sumpah saya kaget membacanya. Benar kata iklannya Jokowi, “siapkah kita dipimpin untuk menjadi sederhana?”.

Banyak orang memandang kesederhanaan sebagai bentuk dari ambang tipis antara miskin dan agak miskin. Kesederhanaan kerap kali dianggap tidak modern, sederhana dianggap tidak ng-Internasional, sederhana dianggap tidak cerdas. Takut punya pemimpin sederhana karena takut dianggap tidak gaya oleh negara-negara lain. Inginnya pemimpin yang gagah, macho, ngomongnya pakai bahasa yang tinggi-tinggi.
Ijinkan saya menjelaskan sederhana menurut versi saya,

1. Kesederhanaan dalam pengambilan keputusan: memutuskan untuk menyelesaikan masalah. Bukan mengambil keputusan untuk menutupi masalah. Apalagi kalau keputusan diambil penuh dengan intrik kepentingan kelompok tertentu. Tidak salah lho klo setiap keputusan itu harus bernilai politis dan ekonomis. Yang salah kalau keputusannya mempertimbangkan, berapa persen yang akan terserap oleh partai koali, atau keputusan yang diambil dengan alasan sudah tidak sehati dengan yang ada saat ini. Hellooo… sampeyan presiden, bukannya orang galau mau cerai!

2. Kesederhanaan dalam kata: bukannya harusnya suka ya kalau presidennya bisa berkomunikasi dengan baik dengan rakyatnya? Setiap aspek dari informasi yang disampaikan bisa dipahami setiap lapisan masyarakat. Tidak perlulah bahasa maha tinggi yang mana hanya politikus yang mengerti. Ada yang bilang, bagaimana besok-besok kalau harus melakukan diplomasi Internasional? Anda tahu Cina Bukan? Negara yang pelan-pelan mulai menjadi “menjajah” ekonomi kita semua, saat kunjungan kenegaraan mereka tidak malu mengajak penerjemah. Kenapa mereka kini hebat, karena mereka berkonsentrasi mengurusi kondisi dalam negeri. Meningkatkan perekonomian masyarakat, sehingga meningkatkan daya beli domestik. Mau dunia gonjang ganjing apapun mereka aman-aman saja. So, tidak salah lho kalau hebat di dalam negeri. Ada buktinya kok.

3. Kesederhanaan dalam penampilan: memang apa salahnya kalau Capres pakai kemeja yang lengannya digulung? Pakai baju safari juga sama sekali tidak salah. Yang salah kalau besok saat upacara kenegaraan beliau pakai kemeja lengan gulung baru salah. Atau masuk gorong-gorong pakai safari plus peci baru salah kostum. Lagipula, andah pernah lihat Obama? Prince William? Sering mereka pakai kemeja, sering mereka pakai kaos. Tetapi ketika mereka bekerja dengan baik, maka tidak ada yang salah. Ingat presiden dipilih untuk bekerja, bukan untuk bersolek. Kalau mau yang bersolek dan tampak gagah monggo sana pilih artis yang nyaleg.

4. Kesederhanaan dalam prilaku: “kalau nanti punya presiden mobilnya pake Kijang Inova kan malu, saya saja di rumah Kijang Inova biasanya buat angkut sayuran” Kenapa harus malu? Pertama sekali lagi digaris bawahi presiden dipilih untuk bekerja melayani rakyatnya. Lha wong rakyatnya masih banyak beli sepatu aja ga mampu, masa dia pakai Rolls Royce kesana kemari. Kalau begitu dia yang harusnya malu. Kalau yang bawa mobil mewah itu pengusaha sukses ya ga apa, itu hasil jerih payah mereka. Keuntungan dari usaha mereka, tapi kalau presiden maunya cari untung ya monggo anda pilih para konglomerat yang berpolitik. Biar mobilnya dia beli sendiri.


Kesederhanaan apa lagi yang menurut anda tak perlu dimiliki presiden.

Anda boleh bilang saya terlalu reaktif atau saya melakukan black campaign atau apapun, kenyataannya saya menulis ini karena saya sangat serius menghadapi pemilu presiden kali ini. Meskipun banyak orang disekitar saya bingung, saya yang biasanya apatis tiba-tiba berapi-api. Ketika mereka selalu bilang “Siapapun presidennya toh akan tetap seperti ini kehidupan kita” apapun pendapat anda, saya tetap memilih untuk sangat serius menghadapi Pilpres kali ini. Karena saya nyaman dengan demokrasi kini. Nyaman saat saya tak takut mengkritisi para politisi, tak takut diciduk lalu lenyap.

Saya tidak memaksa siapapun untuk memilih Jokowi, tetapi saya memaksa anda untuk berpikiran lebih terbuka. Saya ingin anda memilih entah Jokowi ataupun Prabowo tidak hanya dengan hati nurani, tetapi dengan logika dan fakta.

Salam Demokrasi…..