Wah, sudah kelamaan tidak menulis seriesnya SDL (Surprisingly Different Life), kalau yang pengen tau cerita sebelumnya, ada di tautan ini: SDL Series #5

Ingat menulis kelanjutan SDL karena saya pernah bekerja dengan beberapa kepribadian yang unik dan menarik. Ada beberapa kawan yang bilang ke saya "Yakin kamu bisa kerja dengan orang kayak dia" atau "Yakin tahan tiap hari harus menghadapi mereka?". Otomais saya membandingkan dengan pengalaman SDL kemarin? Rasanya saya akan baik-baik saja menghadapi rekan kerja yang ajaib.

Lanjutin cerita kemarin si SDL #5, setelah sebulan lebih bekerja, masa bulan madu usai sudah. Busuk-busuknya sudah melai tercium. Busuknya Bos, busuknya rekan kerja, busuknya hidup sendiri jauh dari keluarga. Damn, indahnya Jabal Akhdar tak seindah hari-hari saya. 

Nyaris setiap hari saya bertanya pada diri saya dengan pertanyaan ini "Damn!! Winda why are you doing this to yourself?! Dont you have a perfect life in Bali? And you leave that for this messed up life?! Bodoh!" 

Jadi Gini.

Sebelumnya di tulisan SDL #1 saya sempat cerita kalau Pak Uban, Bos saya di Jabal Akhdar sudah memberi tahu segala hal-hal busuk yang mungkin dan akan saya hadapi ketika bekerja disana. Alasan-alasan kenapa empat orang sebelum saya tidak bisa bertahan. Bahkan mampu bertahan 1 tahun saja sudah merupakan keberhasilan yang harus dirayakan. Tapi ada yang dia lupa ceritakan. Yang paling sulit dari semua tantangan selama bekerja disana sebenarnya adalah dia! Ya, Pak Uban si bos gila!

Setelah mulai kenal dengan orang-orang disana barulah mereka mulai bercerita tentang kelakuan gilanya Pak Uban itu. Beberapa masuk akal, banyak juga yang bikin ga bisa paham lagi maunya apa.

Saya akan ceritakan beberapa hal yang saat itu hampir membuat saya menyerah dan ingin pulang ke rumah, pulang ke Bali.

Pemecatan Karyawan Sepihak
Ketika salah satu hari libur itu tiba, setelah rasanya berminggu-minggu saya bekerja romusha, driver saya, Hamed, menawarkan untuk mengajak saya jalan-jalan ke salah satu wadi (oasis) yang terkenal di Oman, Wadi Bani Khalid namanya. Browsing-browsing, tempatnya indah. Airnya berwarna tosca ditengah bebatuan gersang. Benar-benar seperti oasis di bayangan saya selama ini. 

Wadi Bani Khalid - 2018

Karena jaraknya yang sangat jauh (sekitar 300an kilometer) dan harus ditempuh selama 3-4 jam, kami berangkat pagi-pagi sekali, bersama beberapa teman yang hari itu juga sedang libur. 

Belum separo jalan, handpone saya berdering-dering, panggilan dari assistant saya yang hari itu bekerja. Belum juga mulai liburannya, masalah sudah menghadang. Dari sambungan telpon itu saya tau bahwa Pak Uban baru saja berseteru hebat dengan Kepala Bagian Enginering, sebut saja namanya Luna. Masalahnya, perseteruan itu terjadi di ruang publik, di depan beberapa orang karyawan. Dan berakhir buruk!

Pak Uban dengan penuh emosi berteriak teriak dan memecat Luna. Di depan banyak orang. Luna tidak terima, langsung packing dan membuat laporan ke Dinas Ketenagakerjaan! Semua informasi ini berloncatan dari apa yang disampaikan oleh beberapa orang dalam beberapa sambungan telpon ke saya.

Huuuffft.
Perjalanan yang seharusnya menyenangkan seketika suram. Teman-teman seperjalanan dan Hamed bahkan menyarankan agar kami putar balik dan saya bisa fokus menyelesaikan kasus ini. Mereka sungguh baik, tapi saya tidak mau merusak perjalanan yang jarang-jarang bisa kami lakukan ini. Kami tetap melanjutkan perjalanan, meskipun selama perjalanan tidak sekalipun saya menikmatinya. Karena handphone tidak pernah berhenti berdering. Semua orang mencari saya. Luna, Pak Uban, Bu Bos kantor pusat di Singapore (ternyata selain ke dinas tenaga kerja, Luna juga melapor ke kantor pusat), Kepala Bagian yang lain yang Kepo dan khawatir dengan kondisi ini.

Bahkan setelah sampai di Wadi Bani Khalid urusan ini belum juga selesai. Pak Uban, marah-marah ke saya pula. Kenapa harus libur di hari itu. Bukannya kembali ke kantor, kenapa malah tetap ambil libur. Tidak bertanggung jawab! Wahai Tuhan yang Maha Melihat, kenapa kau timpakan cobaan ini pada saya.

Tentu saja saya tidak terima, dalam telpon-telpon tanpa henti itu, akhirnya saya akhiri dengan "Pak Uban, you create this situation! You are the one who can't control your anger, and now we are all in this shit because of you! So, stop blaming me for your own fault! This is not acceptable!" (Pak Uban, ini semua gara-gara kamu! Kamu yang tidak bisa mengendalikan kemarahan, dan sekarang kita semua dalam masalah gara-gara kamu! Jadi, berhenti menyalahkan saya untuk semua kesalahannya! Saya tidak terima.)

Liburan saya kacau sepenuhnya.
Jangankan berenang, sekedar duduk menikmati indahnya wadi saja tidak sempat. Perjalanan PP hampir 8 jam itu dipenuhi dengan urusan pemecatan karyawan sepihak yang dilakukan oleh Pak Uban dan ujung-ujungnya saya yang harus membereskan semua hingga berkali-kali berurusan ke Dinas Ketenagakerjaan dan sejumlah uang ganti rugi harus dibayarkan.

Ternyata tetap punya foto keren

Tambal Sulam Pesta Tahunan Karyawan
Selesai keramaian akhir tahun, kami rencananya menggelar pesta syukuran untuk karyawan karena tahun sebelumnya berjalan baik dan secara bisnis hotel kami menghasilkan keuntungan yang cukup banyak. Semacam ucapan terimakasih untuk kerja keras semua orang.

Berdua dengan Joy kami menyusun rencana anggaran dan juga konsep acaranya. Di kepala saya sudah dipenuhi ide-ide hal-hal seru apa saja yang akan kami lakukan. Berkali-kali Joy mengingatkan saya "Madam, jangan banyak-banyak keluar uangnya, nanti Pak Uban marah" saya yakinkan ke Joy, pengeluaran yang saya ajukan hanya 2/3 dari pengeluaran saya biasanya kalau mengadakan staff party di Bali. Tetap saja Joy tidak yakin dengan saya.

Pengajuan pertama, seperti perkiraan Joy, tidak sedikitpun Pak Uban mendengarkan penjelasan kami. Begitu melihat angka akhirnya, jawabannya sudah langsung "No, ngapain kamu hambur-hamburkan uang seperti itu!"

Saya tidak menyerah, revisi dilakukan, berkurang hampir 1/3 biaya dapat saya kurangi. Bisa ditebak kan reaksi Pak Uban "If you always come up with this wasting of money proposal, no staff party or any celebration allowed until next year!" (Kalau kamu tetap kembali dengan proposal buang-buang uang ini, tidak akan ada pesta atau perayaan apapun sampai tahun depan!). Saya sakit hati! Beneran deh, itu sudah hanya 1/2 dari pengeluaran saya untuk staff party biasanya di Bali. Dengan hitungan biaya-biaya di Bali jauh lebih murah daripada di Oman kan?! Itupun sebagian besar uangnya dialokasikan untuk makanan dan untuk doorprize karyawan.

Entah karena saya memang gigih, atau karena kesal dengan kelakuan Pak Uban, saya belum menyerah. Saya menghubungi beberapa hotel lain di Oman, dan menanyakan apa yang mereka lakukan. Saya bandingkan jumlah karwayan, jumlah kamar dan juga jenis staff party yang biasanya mereka lakukan. Hasilnya, tentu saja biaya yang saya ajukan ke Pak Uban jauuuuhhh di bawah pengeluaran hotel-hotel lainnya. Bahkan nyaris 1/5 saja! Dengan data-data itu, saya nekat mengkonfrontasi Pak Uban.

Hasil akhirnya, dia setuju tetapi dengan:
- biaya dipotong hampir setengahnya dari angka proposal terakhir
- pesta hanya boleh sampai jam 8 malam (damn! Ultah anak balita saja selesai lebih malam dari ini!)
- tidak boleh pasang lampu-lampu dan dekorasi berlebihan, tidak boleh musik-musik berlebihan, intinya tidak boleh senang-senang!

Saya nyaris menangis ketika itu. Pesta macam apa yang saya punya?

Bersyukur saya punya Joy dan tim kami di HRD, karena sudah hapal tabiat Pak Uban rupanya mereka tidak pernah membuang segala dekorasi dan pernak pernik dari pesta-pesta sebelumnya. Termasuk kertas warna warni, topi-topi hiasan, balon, rumbai-rumbai, segalanya berumur 2 tahun ++!! Jadilah dekorasi semuanya dari barang-barang reuse! Termasuk pengisi acara, kong kali kong dengan tim FO, saya mintra tolong pemain musik yang biasa main untuk tamu boleh main di acara karyawan dengan catatan dia besok-besok boleh makan sepuasnya di kantin karyawan. Yang biasanya jatah hanya 1 kali sekali pentas. Hahahaha....

Sementara untuk makanan, selama 3 minggu sebelum pesta, kami semua sepakat hemat-hemat makanan di kantin sehingga daging-daging bisa kami simpan, minimal 2-3 kilo per hari, jadi bisa kami gunakan saat pesta nanti. Sudah macam ibu rumah tangga hemat-hemat uang dapur gitu!

Yakin kalau acaranya akhirnya akan berjalan lancar, kami semua gembira.

Tapi memang, derita dunia tiada akhir, tentulah hal-hal manis dan happy ending hanya ada di disney movie. Hari H tiba. Acara berjalan lancar dan meriah, biarpun dengan segala tambal sulam. Semuanya bergembira. Pak Uban tidak peduli dan tidak muncul, kami tidak peduli. Sampai jam menunjukkan pukul 7.30. Anak-anak mulai berhenti menari, mereka ketakutan. Karena ultimatum Pak Uban, jam 8 semua harus bubar. 

Sedih sekali melihat mereka yang belum juga sempat bersenang-senang. Makanan juga belum habis. Saya putuskan untuk memberi mereka tambahan waktu sampai pukul 9.30 malam. Mereka tidak percaya begitu saja. Bolak balik memastikan. Sampai akhirnya setelah saya yakinkan kalau saya akan ambil resikonya, mereka kegirangan dan acara dilanjutkan.

Jam 7.50-an Pak Uban Muncul. Dengan muka merah menahan marah memanggil saya keluar dari ruangan. Benar saja, kemarahannya meledak! Berteriak-teriak kepada saya "Are you deaf! You cant speak english!? I told you clearly 8pm max! What are you trying to do? againts me? showing your power? YOU ARE USELESS!" (Apakah kamu tuli? Kamu tidak bisa bahasa Inggris?! Jelas jelas saya bilang hanya sampai jam 8 malam! Apa yang kamu lakukan? Melawan saya? Mau sok berkuasa? Kamu tidak berguna).

Saya menangis.
Joy dan beberapa karyawan menyaksikan kejadian itu dan mereka ikut sedih. Tetapi saya memaksa mereka untuk kembali kedalam perayaan. Saya ingat waktu itu saya bilang "Jangan sampai sia-sia saya dimaki-maki ini" 

Persiapan pesta "tambal sulam" - tetap ceria


Ban Mobil Pembawa Petaka
Department saya punya beberapa kendaraan untuk keperluan logistik karyawan. Termasuk 2 unit minibus. Minibus ini juga dibuat custom agar tetap aman dan nyaman digunakan di pegunungan. Karena di Oman unitnya terbatas (selain kami, Kementrian Pertahanan yang punya basecamp di gunung juga menggunakan kendaraan ini), tentu saja tidak semua bengkel punya spare part. Harus ke bengkel resmi. Bahkan kadang di bengkel resmi juga spare partnya masih harus menunggu dikirim entah dari Dubai atau dari tempat lainnya. Inilah yang selalu menjadi perkara. Kalau mobil sudah masuk bengkel, pasti akan lama "sembuhnya" sebelum bisa dipakai lagi.

Kala itu, salah satu minibus tidak bisa dipergunakan karena kedua ban belakang sudah gundul. Proses pembelian ban baru sudah dilakukan, pembayaran juga sudah, hanya menunggu si ban baru datang dan dipasang. Apparently stok ban yang cocok tidak ada lagi. Jadi menunggu harus lebih lama.

Malam itu saya bertugas MOD (Manager on Duty) dan sedang membantu tim di restaurant yang sedang ramai tamu makan malam. Tiba-tiba Pak Uban datang dengan tergesa-gera mencari saya. Saya hampiri dia di depan restaurant, lalu tanpa tedeng aling-aling dia langsung marah besar dengan suara cukup keras yang bisa didengarkan oleh karyawan lain yang seliweran disana dan topik kemarahannya adalah ban gundul!

Dia sampai memaki-maki dan bilang bahwa saya tidak becus kerja, membahayakan nyawa karyawan, membahayakan reputasi perusahaan, dan bla bla bla. Kalimat marah-marahnya kurang lebih "You about to kill all my employee!! You are useless!! You know nothing about your job!" (Kamu nyaris membunuh semua karyawanku!! Kamu tidak berguna!! Kamu tidak becus bekerja!). Lebay kan?

Tentu saya tidak terima, saya coba jelaskan bahwa mobil itu memang sementara tidak digunakan, karena menunggu ban baru dikirim. Bahwa saat ini di dealer tidak punya cadangan ban itu, dan fakta bahwa dia sudah tau semua hal itu karena dia sendiri yang menyetujui permintaan pembelian ban mobil baru, kok ya dilalah marah-marah macam kesambet jin! (coba bayangkan film Harry Potter and The Goblet of Fire saat Dumbledore melihat namanya Harry keluar dari Goblet of fire, nah begitu persis kejadiannya)

Bukannya menenangkan diri dan bicara baik-baik, Pak Uban Gila tambah ngegas dan marah-marah sampai bilang "Kamu benar-benar tidak berguna. Lebih baik aku tidak punya karyawan seperti kamu!"

Saat itu saya sudah tidak bisa lagi menahan diri. Saya tinggalkan pekerjaan, lalu menangis sejadi-jadinya di kantor. Malam itu juga saya telpon mantan bos di Bali, Pak Londo, dan bilang ke dia sambil sesenggukan "I can't work with this crazy old man anymore! No, enough is enough! I will take first flight tomorrow to go to Bali! I have nothing to lose, my parents still can feed me 3 times a day! I dont give a damn about this company anymore!" (Saya ga sanggup lagi kerja sama orang tua gila ini! Sudah Cukup ya! Saya akan pulang ke Bali dengan pesawat pertama besok! Saya tidak kehilangan apapun, orang tua saya di rumah masih sanggup kasi saya makan 3 kali sehari! Saya tidak peduli lagi dengan perusahaan ini

Di titik ini saya sudah menangis sampai ingus kemana-mana. Dan jawaban Pak Londo-lah yang akhirnya menenangkan dan membuat kuat. Ada beberapa hal yang dia sampaikan saat itu, kurang lebih
Winda, you are stronger than this. We both know that. That's why we trust you. If this is not good for you, I will not send you there. If I know you are not that strong, I will not put my reputation on the line to propose to them. You know what, you should learn from them. Get as much as possible from them on how to be tough under challenging situations. Watch & Learn. But always remember to be yourself, do not let them change you" (Winda kamu jauh lebih kuat daripada ini. Kita berdua tau itu. Itulah kenapa saya percaya kamu. Kalau ini tidak bagus untukmu, saya tidak akan kirim kamu kesana. Kalau saya tau kamu tidak sekuat ini, saya tidak akan mempertaruhkan reputasi saya untuk mengajukan kamu kesana. Kamu harus belajar banyak dari mereka. Sebanyak mungkin, untuk bisa tetap bertahan disituasi yang sulit. Lihat dan Pelajari. Tapi selalu ingat untuk menjadi dirimu sendiri, jangan biarkan mereka mengubahmu)

Banyak sekali kejadian-kejadian serupa. Besar, kecil, sedang. Melibatkan Pak Uban marah-marah, karyawan yang ketakutan, saya yang melawan, Pak Uban tambah marah, saya yang tambah frustasi. Dan ini semua terjadi hampir setiap hari. Selama tiga bulan pertama bekerja. Berangkat kerja sudah semacam berangkat ke neraka. Tiga bulan yang menyiksa itu, saya turun berat badan nyaris 10 kilo! Tiga bulan paling buruk dalam hidup.
 
Yang menjadi pegangan saya hanyalah kata-kata Pak Londo. Masa belum saya sudah menyerah? Bagaimana dengan reputasi saya nantinya? Kalau pulang nanti kerja apa? Sekolah adik-adik beasiswa bagaimana? Pilihan saya hanya satu, bertahan, lanjut bekerja.

Entah karena Pak Londo memang pintar ngomongnya atau saya sudah terlalu gampang percaya sama doktrin-doktrin dia, pada akhirnya saya memutuskan untuk mencoba bertahan. Lanjut bekerja di atas pegunungan Jabal Akhdar, di bawah kepemimpinan Pak Uban Gila. Saya bilang ke Pak Londo "Asal kamu tau ya Pak, saya memutuskan tetap bekerja sebaik-baiknya karena saya menghormatimu dan melakukan ini hanya karena permintaanmu"

Dan begitulah, cerita absurd di atas gunung yang seharusnya berakhir malam bulan February itu, berlanjut.

Lalu bagaimana dalam dunia penuh siksa itu saya bisa bertahan.
Minggu depan lanjut SDL lagi yaaa