Bali, Circa 2017.

Nama : Putu Winda
Pekerjaa: Human Resources Manager 5* Boutique Resort di Bali

Kalau saja saat itu ada peramal astrology yang membaca peruntungan karir, keuangan dan percintaan saya, pasti dia akan bilang kalau hidup saya sempurna! Atau paling tidak nasib saya sangat baik. 

Bagaimana tidak, saya tinggal di Bali. Semua orang ingin tinggal di Bali bukan? Lihat saja trend sekarang, para Artis dan orang-orang kaya berbondong-bondong pindah ke Bali. Membangun villa atau sekedar stay di sana sini dengan diendorse hotel-hotel bintang lima.

Kenapa saya bilang kalau saat itu hidup saya di Bali sempurna, let me tell you

Karir
Saya masuk golongan mbak-mbak kantoran yang beruntung karena perjalanan karir saya sangat mulus. Ketika saya baru masuk pertengahan usia 20an, saya menempati posisi department head di sebuah hotel bintang lima. Keberuntungan saya terus berlanjut, tahun 2015 saya diterima bekerja di salah satu hotel terbaik dunia (The 50 greatest hotel in the world

Setiap kali saya bosan di kantor, saya bisa berkeliling ke restaurant, main ke SPA atau ngobrol dengan team saya di lobby hotel. Rasanya tidak seperti bekerja! Pemandangan memanjakan mata, seragam ala resort yang "memaksa" saya bekerja dengan sandal jepit dan baju berbahan linen yang adem.

Biasanya yang paling menyebalkan di kantor adalah atasan. Lagi-lagi keberuntungan saya berlanjut urusan atasan ini. Saya punya boss terbaik. Bayangkan saja, bekerja dengan General Manager (GM) yang mengijinkan saya untuk menjalankan ide-ide gila dan dia akan bilang ke orang-orang "Kalau perlu ide aneh-aneh coba saja tanya Winda, dia biasanya punya banyak"

Dia juga GM yang dengan mudah bisa saya ajak ngobrol tentang hal-hal random, dan bahkan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. GM yang bisa ngomel-ngomel karena saya nekat naik speed boat ke Gili Trawangan dan mual muntah karena tidak terbiasa.

GM yang mengajarkan saya berpikir taktis. Satu hal yang tidak pernah saya lupa, dia pernah bilang ke saya begini "Winda, saya akan selalu support kamu kapanpun saya bisa. Tapi kadang, saya juga punya masalah-masalah saya sendiri dan di saat itu mungkin saya ga available buat kamu. Jadi, satu-satunya orang yang boleh kamu andalkan adalah dirimu sendiri!" Sangat realistis! Ga menye-menye. Meskipun, dia pernah ngaku ke saya kalau sempat ragu untuk menerima saya karena saya terlalu muda saat itu. Hiihh. Jawaban saya sederhana sih, kalau kamu ga suka warna lipstik saya, saya masih bisa ganti. Tapi kalau kamu ga suka karena saya terlalu muda menurutmu, ya komplain sama Tuhan. Mungkin gara-gara itu malah beliau terima saya.

Meski tak selalu menyenangkan, kadang terjadi juga peristiwa-peristiwa yang menguji mental (dan nyawa), yang kalau sayang ingat-ingat sekarang rasanya semua hal itu begitu ajaib!

Pernah sekali waktu sekelompok Ormas mendatangi kantor saya. Ada mungkin sekitar 20an orang bapak-bapak (atau mungkin mas-mas) dengan badan khas tukang pukul Ormas. Tinggi besar berotot kokoh, dengan tato sangar di lengan sampai ke leher, mengenakan kaos hitam-hitam atribut Ormasnya dan dengan pernak-pernik metal mulai dari ikat kepala motif api-api, gantungan dompet dari rantai yang mungkin beratnya setengah kilo sendiri, dan sepatu boot dari kulit buaya (atau buaya plastik, entahlah). 

Mereka datang untuk menuntut keadilan pada saya (katanya). Alasannya, salah satu security yang saya pecat karena bolos kerja berhari-hari dan tidak pernah datang saat dipanggil dan ketahuan bohong melulu, ternyata adalah salah satu anggota ormas tersebut. Jadi mas-mas ormas ini adalah kawan mereka yang meminta keputusan saya dianulir. 

Penjelasan logis saya tidak sedikitpun digubris, mereka malah menuntut nyawa saya. Astajim! Jawaban saya saat itu cukup random sebenarnya, saya hanya bilang, "Kalau bapak-bapak mau bunuh saya sebenarnya agak percuma. Tidak akan ada yang terlalu sedih juga, kucing saja saya tidak punya. Selain itu, saat saya sudah mati, bapak semua akan (masuk) penjara, teman bapak tetap pengangguran. Saya sih enak saja, toh sudah tidak lagi ada urusan sama dunia. Yang ribet kan anda lagi. Sudah bunuh orang, kawan tidak tertolong, keluarga terbengkalai, sedih sih." 

Kapan-kapan saya cerita lengkapnya bagaimana, tapi cerita itu berujung damai. Di Kantor Polisi. 

Masih ada banyak cerita ajaib lainnya. Yang urusannya sama model-model cantik asal Usbekiztan sampai dikejar-kejar debt collector kartu kredit salah seorang karyawan. Semua itu bukannya membuat saya kapok, tapi malah saya jadi semakin betah bekerja disana.

Mungkin penyebab utamanya adalah rekan kerja yang sangat menyenangkan. Kami benar-benar sudah seperti sebuah keluarga besar! Kata orang, biasanya kantor HRD adalah kantor yang menyeramkan. Karyawan kalau tidak sedang sangat kepepet atau sangat butuh, pasti enggan main ke HRD. Tapi, berbeda dengan saya. Kantor selalu menjadi tempat cerita semua orang. Segala cerita tumpah ruah disana. Urusan pekerjaan, urusan keluarga, masalah dengan pacar, masalah dengan istri, semua tumpah ruah. Mereka percaya pada saya, dan mereka bercerita. Hal ini malah menguntungkan saya, banyak potensi masalah yang sudah selesai bahkan sebelum masalah itu terjadi. Banyak konflik antar karyawan yang bisa saya tangani sebelum menjadi besar. Bahkan pengunduran diri beberapa karyawan potensial bisa saya cegah. Semuanya karena saya benar-benar tau apa yang terjadi di perusahaan. Dan itu modal utama saya membuat operasional kami smooth.

Setelah 2 tahun bekerja di Resort mewah ini, Owner kami membuka bisnis baru. Sebuah Club paling hits se-Bali. Yakin deh, sebagian besar dari kalian pasti tahu Club ini. Konsepnya adalah Day Club dan Restauran Jepang Mewah dengan design unik dan berlokasi di tebing Uluwatu.

Saat itu, management dan owner percaya kalau saya bisa handle untuk proses pre opening sekaligus post opening. Woah, saya senang. Sangat senang. Pengalaman baru lagi untuk saya membuka luxury dayclub. Venue yang bahkan dari sebelum dibuka sudah menghebohkan seluruh Bali. Day Club yang mengundang DJ top dunia, bukan kaleng-kaleng. DJ yang kami undang selevel Above & Beyond, Cash Cash, Steve Aoki, bahkan Martin Garrix! Ngeri kan. 

Saya tahu karir saya sedang bagus-bagusnya.

Keuangan
Pekerjaan dan keuangan bagaikan bangkai dan lalat! Eh tapi kok agak menjijikan ya analogi ini. Oke ganti, bagaikan gula dan semut aja deh. Yang satu hadir, yang lain mengikuti. Gula di taruh di meja, maka semut akan datang mengerubungi. 

Pekerjaan membaik, gaji juga bertambah. 
Saat itu, gaji saya lebih dari cukup. Cukup untuk cicil mobil, cicil separo rumah (nanti saya jelaskan kenapa hanya separo saja), liburan setahun 2 kali keliling Indonesia, jajanin ibu bapak, bahkan tambahin uang saku kuliah adik saya. 

Dengan gaji itu, belum menikah dan belum punya tanggungan, keuangan saya sangat stabil. Nyaris terdengar jumawa kalau saya bilang saya tidak kekurangan satu apapun.

Karena saya merasa bahwa hidup saya terlalu baik-baik saja. Akhirnya saya membuat proyek yang sangat ambisius. Proyek beasiswa kakak asuh. Intinya, saya akan membiayai kuliah beberapa orang adik-adik yang tidak mampu. Tidak hanya uang kuliah saja, tapi termasuk semua keperluan kuliahnya, dan termasuk uang saku setiap bulan.

Didukung beberapa teman, proyek ini saya mulai dengan menyekolahkan Arini di program S1 Akuntansi dan Oka di program D4 Management Pariwisata, keduanya di perguruan tinggi negeri di Bali.

Ya, secara financial saya terjamin.

Percintaan
Ini adalah bagian favorite saya.
Saya berpacaran (atau boleh sebut bertunangan saja ya) dengan laki-laki terbaik yang pernah saya temui dalam hidup saya selama 11 tahun, sebut saja namanya Bli Pacar.

11 tahun yang luar biasa.
Dari kami berdua masih mahasiswa miskin dengan segala upaya membuat cerita LDR Bali-Jakarta berhasil. Ketika dia bahkan tidak sanggup untuk membayar tiket pesawat untuk pulang ke Bali, jadi terpaksa harus naik Bis. Jangankan tiket pesawat, pulsa untuk SMS-an saja harus kami hemat-hemat karena uang saku untuk makan saja kurang.

LDR kami terus berlanjut setelah kami bekerja. Bali - Lombok dan Bali Sumbawa. Tapi kami baik-baik saja. Traveling nyaris ke semua tempat di Bali, keliling Indonesia juga. Karena dia hobby photo, jadilah kami punya ribuan photo yang merangkum perjalanan 11 tahun itu. Feed Facebook dan Instagram kami dipenuh photo-photo indah perjalanan kami. Banyak kawan-kawan dan saudara menyebut kami pasangan ideal. Couple Goals! Jauh sebelum Hamish dan Raisa jadian, menikah dan punya anak. Bahkan sebelum drama Mbak Andin dan Mas Al mewabah di kalangan ibu-ibu seluruh Indonesia.

Keluarga saya juga bahagia dengan pilihan saya. Bli Pacar adalah tipe menantu goals ibu-ibu di Indonesia deh. Pekerjaannya masuk dalam tiga besar daftar pekerjaan idaman para calon mertua. Dia juga orang yang sangat cerdas. Pacaran kami tak hanya melulu obrolan gombal membosankan, lebih sering diisi dengan saya yang menanyakan rupa-rupa pertanyaan super tidak penting macam "kenapa harga berlian harus mahal" atau "apa penyebab sebenarnya India dan Pakistan terus menerus berseteru". Tak hanya saya, banyak sahabat-sahabat saya juga bisa nyaman dengan Bli Pacar. Dari tanya-tanya urusan grammar, sampai diskusi skripsi! Bangga dong ya saya.

Selama 11 tahun itu, kami merencanakan masa depan dengan cukup rinci.
Mempersiapkan rumah, mobil, beberapa aset lain juga. Rumah kami biayai berdua. Uang muka dari saya, cicilan KPR ditanggung Bli Pacar. Inilah kenapa rumah ini jadi milik berdua. Kami memang nekat, membeli aset besar bahkan sebelum resmi menikah. Ini kami lakukan karena sudah yakin akan selalu bersama.

Lalu konsep pernikahan, konsep berumah tangga, sampai rencana untuk memiliki anak. 
Tidak ada diskusi yang alot atau sampai gontok-gontokan, kami sepakat dengan sangat smooth. Kami sepakat untuk menikah dengan sederhana saja. Jadi uang yang biasanya untuk pesta bisa kami alokasikan untuk uang kuliah adik-adik asuh saya. Bli Pacar juga setuju saya tetap berkarir meski sudah menikah, dan kami akan tetap LDR karena saya tidak mungkin ikut dia bekerja keliling Indonesia. 

Mungkin karena sudah 11 tahun bersama, sudah paham isi kepala masing-masing. Sudah tahu cara menghadapi kekurangan dan kelebihan masing-masing. 

Bali, Circa 2017, saat itu kami sepakat akan menikah di tahun 2018.

Kurang baik apa lagi coba hidup saya saat itu.
Jangankan zodiac, bahkan tukang Tarot, Shio dan Weton pun akan bersepakat my Bali life was so perfect! Everything will gonna be ok.