Sunday, September 17, 2017

Menjaga hubungan terpisah pulau,
Adalah tentang membatasi bertemu,
Membunuh ragu,
Terkadang terkuras cemburu,
Me-manage rindu
Ya, rindu yang kadang tak kenal waktu
Tapi kalau cinta ya memang begitu…


That day, when we promise to travel the world together

Kalau teman-teman merasakan emosi yang sama dengan barisan kalimat diatas, tak diragukan lagi anda menjalani hubungan jarak jauh a.k.a LDR.

Sejauh apapun (mudah-mudahan bukan sejauh aku dimasa kini kamu dimasa lalu ya.. hehehe) asalkan cinta pasti ada jalan. Saya sangat percaya, terlalu percaya malah. Bagaimana tidak percaya kalau ini adalah satu-satunya hubungan yang pernah saya miliki dan langsung LDR dan baru 11 tahun berjalan. So, actually, this is the only relationship form that I know. Hahaha…

11 tahun ini banyak yang bertanya apa yang paling susah dari LDR yang saya jalani, dan bagaimana membuatnya tetap bertahan. Banyak banget kok yang nyinyir dengan bilang bahwa: ga mungkin Dje setia disana, atau seharusnya kami segera menikah dan ikut Dje kemanapun dia pergi, atau tidak mungkin membangun hubungan seperti ini terus menerus.

Entahlah, buat saya hubungan ini berhasil. Tak selalu mudah, tak selalu indah, tapi berjalan dengan luar biasa baik dan luar biasa menyenangkan. Setiap orang punya kondisi idealnya masing-masing. Ada yang idealnya tinggal serumah dulu baru bisa saling percaya. Ada yang idealnya dinikahi dulu baru bisa saling percaya, dan ideal-ideal lainnya. Sama seperti ukuran celana panjang, ukuran saya 12, belum tentu semua orang fit di ukuran 12 kan J

Sangat banyak hubungan-hubungan LDR yang berhasil di luar sana. Mulai dari kawan-kawan yang bekerja ke kapal pesiar dan hanya bertemu keluarganya setahun sekali, mereka yang bekerja sebagai TKI hingga ke Jepang dan belum tentu bertemu kekasihnya setahun sekali. Mau tau yang lebih extreme lagi, itu ada para astronot yang bertugas menjaga stasiun luar angkasa. Seperti yang diberitakan NASA baru-baru ini. Jangan hanya berpikir tentang berapa banyak hubungan LDR yang tidak berhasil, karena kalau mau fair, tanpa LDR-pun banyak hubungan yang gagal. So, this is not really because of the LDR, but it is really about the commitment from both.

When we were 7 years together

Anyway, buat saya tantangan terbesar dalam LDR adalah managing my expectation. Di awal pacaran, seringnya saya kecewa berat karena urusan remeh temeh ini. Uring-uringan juga karena hal-hal kecil yang saya harapkan terjadi tapi ujung-ujungnya tidak sesuai harapan.

Contoh 1 dan yang paling sering terjadi adalah jadwal bertemu. Entah Dje yang pulang atau saya yang mengunjungi dia. Biasanya kan kalau naik pesawat, saya sudah semangat 45 jemput dia sesuai dengan jadwal pesawat tiba. Eh, taunya pesawatnya delay! Delay-nya juga kebangetan, pernah sampai 3 jam sendiri. Kan syebel ya.. padahal rencanannya udah macem-macem. Sampai Bali langsung makan sana sini, jalan sana sini, akibat delay ya wis sanggupnya makan babi guling di kuta karena cuman itu tok sisa yang buka dari semua rencana yang disiapkan! Hahaha..

Lain urusan kalau dia pulang naik kapal laut, perjalanan harusnya 7 jam sudah sampai. Ini lebih parah dari naik pesawat bahkan, jadi kadang ya sudah sampai di pelabuhan, tinggal turun saja, kapalnya ngetemnya itu naudzubillah lamanya! Jadi pengen gigit-gigit bangku dah rasanya.

Dulu.. urusan gini-gini bikin saya uring-uringan ngomel-ngomel tidak jelas. Yang kena omel ya Dje, sebenarnya ya kasian bgt sih dianya, dia ga ada salah apa-apa, dia juga ingin cepat bertemu, tapi dia juga tidak bisa apa-apa, tapi saya malah ngomelin dia. Sukurnya dia level kesabarannya sudah setingkat dengan para guru di Kamar-Taj! Jadi ga boleh ya ngomel-ngomel gitu ke pacarnya.

Sekarang.. sudah jauh lebih sabar, ikhlas dan tawakal. Tanya saja Dje, tidak ada lagi saya yang dulu misuh-misuh ga jelas. Meskipun gondoknya segede bakso tenis, ya ga usah ditelan gitu aja, nanti malah keselek tidak bisa napas. Kunyah pelan-pelan baru telan (apaan sih ini). Maksudnya, kalau sekarang Dje pesawatnya delay atau ngetem di lautnya lama ya wis saya biasanya tidur dulu di rumah, atau baca novel dulu, kuris bulu kaki dulu, bersihin kandangnya Blu dulu, atau apalah kegiatan-kegiatan yang membuat hati gembira.

Dan kamu selalu berkata: sebentar lagi sudah ketemu, sabar ya sayang

Contoh 2 tentang cemburu menguras hati. Ya masa saya tidak pernah cemburu, yang lebih sering ketemu dia adalah mbak-mbak cantik di lingkungan pergaulannya daripada saya, pacarnya sendiri. Belum lagi Dje ini adalah tipe makhluk hidup yang berprinsip bahwa membantu sesama makhluk hidup lain itu wajib hukumnya meskipun membuat pacarmu uring-uringan setengah pengen teriak-teriak saking sebalnya.

Permasalahannya adalah, mungkin saya terlalu banyak berpikir yang aneh-aneh (semacam mbak-mbak korban sinetron kan ya) jadinya ketakutan saya adalah orang lain menganggap kebaikan Dje sesuatu yg berbeda. Seperti yang selalu saya katakana pada dia “saya percaya kamu, orang lain yang tidak saya percaya.

Bersyukurlah kalau kalian bukan tipe yang mudah cemburu atau yang pacarnya tidak mudah cemburu. Masalah nomor 2 ini tidak akan terjadi. Tapi kalau ini terjadi, tips saya hanya satu, PERCAYA. Ya hanya itu, percaya pada Dje, percaya pada pertanda, dan percaya bahwa kalau sampai Dje macam-macam, siap-siap ada tivi 21 inch di perutnya (ini kalau org bali mesti ngerti maksudnya. Hahaha…)

You put your arms around me and I'm home!

Eh serius, cemburu itu buat saya penting. Perdebatan-perdebatan akibat cemburu ini biasanya berakhir manis. Semanis misalnya, Dje akan bilang “Iya pulang nanti kamu boleh deh belanja sepuasnya biar ga ngambek lagi” (I wish dia akan ngomong gitu! Hahaha…)

Tapiii, jangan hanya percaya hati. Khususnya saya, hati saya kadang suka nipu. Dia hanya memberi tahu saya apa yang saya ingin tahu, bukan apa yang saya harus tahu. Imbangi juga dengan logika, baca pertanda, lihat perubahan-perubahan kecil.

Contoh 3 tentang waktu bertemu yang berlari secepat Usain Bolt! Kuenceeeng reeeekkk!!! Niatnya saat ketemu jalan-jalan ke pantai ini itu, mengunjungi si ana dan si anu, nonton film ini itu, makan disini dan disitu. Kenyataannya, dari sebegitu banyak rencanya yang dijadwalkan palingan sanggupnya nonton film, makan malam sekali, ke pantai sekali, makan babi guling dua kali, sisanya leyeh-leyeh malas-malasan di rumah sambal baca novel dan nonton tivi, tetiba sudah waktunya ke bandara!

Ini buat saya masalah besar, rindu belum juga berlalu, tapi jadwal pesawat sudah menunggu. Belum juga sempat membawa mobil ke tempat cuci, tapi detik jam lebih dulu mengingatkan untuk segera berkemas dan kembali ke seberang pulau.
Kami kehabisan waktu dan museumnya tutup, dan janjimu untuk membawaku kembali sudah terpenuhi.

Sampai sekarang, Bandara menjadi lokasi yang dilematis bagi saya. Tempat saya penuh suka cita ketika menjeputnya. Tempat saya manyun, kadang tersedu ketika harus mengantarnya kembali.

Dulu, ketika jadwal bertemu saya sibuk berencana melakukan ini itu sampai sedetail-detailnya waktu. Niatnya biar maksimal, biar semua rencana terlaksana. Ujung-ujungnya, semua rencana sih terlaksana, tapiii… jadinya kita berdua terlalu kelelahan. Kesana kemari, jadinya malah tidak sempat ngobrol, bercerita dari hati, jadinya saat berpisah dalam kondisi lelah fisik dan lelah hati.

Sekarang, ketika jadwal bertemu, saya tetap merencanakan hal-hal yang ingin kami lakukan atau tempat-tempat yang ingin kami kunjungi (terutama makan dimana), tetapi yang kami perbanyak adalah waktu berdua untuk bercerita. Berpegangan tangan, bertatapan, tertawa, itu yang kami perbanyak.

Saya sangat mengerti, biasanya kita sangat ingin mencoba ini itu berdua, apa-apa bedua. Sehingga ketika bertemu itu semua dimampatkan dalam jadwal. Tidak usah, nikmati saja yang ada, perbanyak waktu bicara dan bercerita.

Contoh 4, jadwal bertemu yang tidak menentu. Pastilah ya kita mau setiap hari spesial si pacar ada bersama kita. Valentine, ulang tahun, anniversary, tahun baru, kawinan sahabat, saat antre dokter, acara-acara kantor, dsb-dst. Tapi apa daya, seringnya acara-acara macam itu jatuhnya tidak selalu weekend. Kalaupun weekend belum tentu ada uang untuk beli tiket pesawat. Akibatnya, lebih banyak momen spesial itu kita lewatkan sendiri.

Mencoba “sok kuat” atau “sok cuek” dengan bilang: ga usah valentine juga untuk ungkapin sayang, atau semacam kami bukan pasangan romantis yang ingat hari jadian, atau modelan wah kita sih cuek ya ga pakai kasi-kasi surprise pas ultah. Padahal dalam hati rasanya disayat sembilu, trus dikasi garam, tambah terasi dikit, cabenya 7, dicocol mangga muda. Perih, pedes, asem!!

Dulu, masih suka merengek sama Dje biar bisa valentine sama-sama atau nge-date pas anniversary. Ketika Dje menjelaskan alasan logis kenapa hal itu tidak mungkin dilakukan (karena di tengah-tengah weekdays, atau tanggalan sudah terlalu ranum sehingga saldo ATM mengering, atau harga tiket pesawat ke Bali yang harganya nampol jidat sampai benjol) saya biasanya ngamuk-ngamuk dan uring-uringan. Padahal tidak ada faedahnya sama sekali, karena kekesalan saya tidak akan membuat kami bisa ketemu yang ada saya malah tambah sakit kepala.

Sekarang, sudah sangat terbiasa tidak ditemani ketika ulang tahun, atau malam mingguan dengan lembur kerja di kantor atau anniversary dirayakan dengan post foto manis di Instagram. Yang jauh lebih penting bagi kami adalah long weekend dan kapan jatah saya dibolehkan cuti dari kantor! Itulah perayaan kami! Lalu ketika hari-hari special bukan berarti terlewat begitu saja, Dje tetap pacar yang luar biasa romantis (saya yang hopelessly romantic). Selalu ada sepenggal tulisan penanda cinta, terkadang bunga yang disiapkan dibantu kawan-kawan baik, dan tentu saja kalimat-kalimat menenangkan (sekaligus menyebalkan semacam: sabar ya, seminggu lagi ketemu).

8 hours trip to Sumbawa, and it worth every second we spent together

Jadi, selama 11 tahun menjalani LDR dengan bang Dje, pelajaran utama yang saya petik (jambu kali dipetik) adalah tentang ilmu sabar dan ikhlas. Beneran deh, sabar menunggu, ikhlas tidak bertemu.

Juga tentang belajar me-manage harapan. Agar tidak kecewa ketika ternyata tak jadi bertemu, agar tidak terlalu terpuruk ketika jumlah pulau yang membatasi semakin banyak dan semakin lebar. Agar tidak terluka ketika tidak ada genggaman tangan dan pelukan yang menenangkan, bahagia dengan susunan kata yang menggantikan waktu-waktu yang tidak dilewati bersama.

Not always colorful, but for sure beautiful

Bukan tentang mengeluhkan apa yang tidak terjadi. Tetapi tentang mensyukuri apa yang bisa kita lakukan bersama. Bukan tentang menyesali momen yang terlewat begitu saja, tapi tentang menjadi bahagia saat kita bisa bersama.

Bukankah kalau benar-benar cinta, semua lebih mudah?

Bukankah kalau benar-benar cinta, cerita pada akhirnya akan indah?

Selamat mengawali minggu dengan ceria, semoga tidak gundah.


P.S to Dje : Have I told you lately that I love you? 
Cikal bakal memulai liburan rutin tahunan :)

A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates