Flores: Cerita Tidak Biasa dari Pulau Luar Biasa (Part 1 - Dari Aquarium Elektrik sampai Kalpataru)
Kali kedua mampir ke Flores, kami memutuskan ke Maumere.
Sepertinya memang perjalanan kami ke Maumere ditakdirkan untuk menjadi cerita tidak biasa.
Rencana Perjalanan
Awalnya tahun ini kami tidak berencana melakukan perjalanan. Alasan awalnya karena tidak ada budget dan Dje tidak ada cuti. Saya awalnya sempat ngotot untuk pergi, tapi karena Dje ragu-ragu ya sudah, saya pasrah tahun ini tidak akan kemana-mana.
Lalu tiba-tiba, tanggal 8 April, malam-malam Dje chat saya dan mem-propose untuk pergi ke Maumere. Alasannya karena tiketnya lumayan murah. Jadilah malam itu juga kami beli tiket ke Maumere. Dan, dari sini sudah drama. Dje sudah beli tiket PP dengan Garuda, nah giliran saya beli (less than 10 minutes setelah Dje) tiket balik Garuda sudah habis! Baik di Traveloka maupun di situs Garudanya! Akhirnya terpaksa saya beli tiket balik dengan Wings Air. takut nanti kehabisan juga.
Eng ing eng.. 2 hari kemudian, ketika Dje iseng-iseng liat, Garuda rute Maumere-Bali di tanggal balik kami ada lagi!! Hahaha... jadilah saya refund tiket Lion dan beli tiket Garuda yang sama dengan Dje.
Tiket PP DPS-MOS-DPS pun akhirnya ditangan. Berangkat tanggal 24 Juni, pulang tanggal 27 Juni dengan Garuda seharga 2.200.000 (kalau Dje dapat lebih murah lagi)
Perjalanan ke Maumere kali ini adalah perjalanan dengan planning tercepat dari rekor perjalanan saya lainnya. Hanya dalam beberapa jam kami memutuskan ke Maumere, langsung pesan tiket pesawat dan hotel. Dan yang lebih seru, perjalanan Maumere ini adalah pertama kalinya Dje mengatur semua-muanya sendiri. Bahkan dari awal pilihan ke Maumere, hotel, transport dan segala itinerary dia yang urusin, saya tinggal duduk manis dan menikmati.
Yang Mereka (pikir) Tahu Tentang Maumere
Tiket PP DPS-MOS-DPS pun akhirnya ditangan. Berangkat tanggal 24 Juni, pulang tanggal 27 Juni dengan Garuda seharga 2.200.000 (kalau Dje dapat lebih murah lagi)
Perjalanan ke Maumere kali ini adalah perjalanan dengan planning tercepat dari rekor perjalanan saya lainnya. Hanya dalam beberapa jam kami memutuskan ke Maumere, langsung pesan tiket pesawat dan hotel. Dan yang lebih seru, perjalanan Maumere ini adalah pertama kalinya Dje mengatur semua-muanya sendiri. Bahkan dari awal pilihan ke Maumere, hotel, transport dan segala itinerary dia yang urusin, saya tinggal duduk manis dan menikmati.
Yang Mereka (pikir) Tahu Tentang Maumere
Dari 10 orang yang tau rencana perjalanan saya ke Maumere, 8 diantaranya tidak tahu Maumere itu dimana! Hahaha...
Beberapa dari mereka bahkan berpikir kalau Maumere itu di Papua (keplingset sama Merauke).
Jadi gini...
Maumere itu ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya Pulau Flores. Kota Maumere sendiri adalah ibu kota dari Kabupaten Sikka. NTT sendiri terdiri dari 3 pulau besar yaitu Flores, Sumba, dan Timor. Belum lagi pulau-pulau kecil lainnya. Jadiii, wilayahnya luas.
Sedangkan kalau bicara tentang NTT atau Flores sekalipun, orang pasti mikirnya Labuan Bajo, Pulau Komodo atau Kupang. Labuan Bajo-pun masih di Pulau Flores. Hanya saja Maumere ada di sisi yang berbeda. Kalau tidak salah, menurut cerita Kak Gerson, Maumere-Labuan Bajo naik mobil perlu 16 jam!!
Beberapa dari mereka bahkan berpikir kalau Maumere itu di Papua (keplingset sama Merauke).
Jadi gini...
Maumere itu ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya Pulau Flores. Kota Maumere sendiri adalah ibu kota dari Kabupaten Sikka. NTT sendiri terdiri dari 3 pulau besar yaitu Flores, Sumba, dan Timor. Belum lagi pulau-pulau kecil lainnya. Jadiii, wilayahnya luas.
Sedangkan kalau bicara tentang NTT atau Flores sekalipun, orang pasti mikirnya Labuan Bajo, Pulau Komodo atau Kupang. Labuan Bajo-pun masih di Pulau Flores. Hanya saja Maumere ada di sisi yang berbeda. Kalau tidak salah, menurut cerita Kak Gerson, Maumere-Labuan Bajo naik mobil perlu 16 jam!!
Cerita Selama di Flores
Bahkan H-1 sebelum berangkatpun masih drama. Charger iphone saya ketinggalan di tas Ibu yang sudah pulang kampung. Untungnya ada kabel data mini yang nyantol di perkakas kameranya Dje yang bisa saya pakai.
Lalu, jaketnya Dje hilang entah dimana. Padahal kami harus bawa jaket karena akan mengunjungi Kelimutu yang dingin. Terpaksa dia ikhlas menggunakan jaket abu-abu saya yang sebenarnya setengah mati dia benci. Hahaha...
Jadi inilah cerita tak biasa dari pulau luar biasa
* Aquarium elektrik
Begitu sampai di Bandara Frans Seda Maumere, seperti biasa saya buru-buru lari cari toilet. Ada 4 orang yang antre sampai ke pintu toilet. Waduh gaswat, pikir saya. Pasti antrean panjang. Tapi ternyata tidak. Ya memang hanya 4 orang itu saja. Ternyata bilik toiletnya cuma 2, jadi antrenya yang agak panjang.
Nah, masuk ke dalam toilet (masih nunggu ke bilik toilet) saya agak celingukan. Bukan karena toiletnya yang kecil, tapi karena di tembok wastafel tidak ada cermin. Rasa-rasanya di mana saja di tempat umum, wastafel pasti temannya cermin. Alih-alih cermin, disana terpajang aquarium elekrik (itu lho, aquarium bohongan dengan gambar ikan yang berputar-putar)!! Ini asli baru pertama x saya lihat. Apa mungkin saya saja yang kurang banyak jalan-jalan kali ya.. hehehe...
Tapi cerminnya ternyata ada, super besar, seukuran tembok persis di seberang toilet.
Selesai urusan bagasi, kami mencari taksi ke hotel. Memang di Maumere tidak ada taksi, yang ada adalah mobil-mobil travel freelance. Mereka banyak nongkring di bandara (rata-rata mobilnya Inova).
Sopir taksi kami bernama kak Richard, sepanjang perjalanan kami ngobrol dengan kak Richard tentang perjalanan kami di Maumere. Sampai akhirnya kami sepakat untuk memakai jasa kak Richard sebagai pemandu sekaligus sopir kami 2 hari berikutnya.
Tapi, kak Richard ternyata tidak bisa mengantar kami. Jadilah dia menghubungkan kami dengan quide luar biasa selama di Maumere yaitu kak Gerson. Lewat kak Richard kami sepakat untuk 2 hari trip termasuk ke Kelimutu biayanya 1.750.000 sudah termasuk bensin, jadi kami tinggal duduk manis.
* Kegagalan Mi Instan
Kami menginap di Coconut Garden Beach Resort. Kamar kami 2 malam pertama adalah kamar backpaker. Kamar dengan luas tidak lebih dari 10 m² dan sharing bathroom. Kamarnya bersih, hanya ada 1 tempat tidur, 1 kursi, kipas angin, dan obat nyamuk elektrik di dalamnya. Kami sih senang-senang saja. Di beranda ada 2 kursi baca dan hammock!
Nah, karena sudah waktu makan siang kami putuskan makan di hotel saja. Demi keamanan perut, kami pesan yang aman-aman saja. Dje pesan mi goreng, saya pesan mi kuah. Ketika makanan datang, tampilannya cakep. Kelihatannya sih dibuat dari mi instan. Kami malah senang, mi instan kan nikmat! hahahaha....
Ups... ternyataa, mi instannya gagal! Terutama mi kuah saya. Kebanyakan kuah. Rasanya seperti mi + sayur rebus disiram air hangat! Hahahaha... sukurlah Dje rela berbagi sebagian mi gorengnya yang rasanya mendingan dan menghabiskan sebagian mi kuah saya.
Saya sih tidak kecewa dengan mi instan gagal ini ya..
Mau tau alasannya?? Karena akhirnya saya menemukan orang yang lebih parah masak mi-nya daripada saya yang kacau ini! Hahahaha...
Bahkan H-1 sebelum berangkatpun masih drama. Charger iphone saya ketinggalan di tas Ibu yang sudah pulang kampung. Untungnya ada kabel data mini yang nyantol di perkakas kameranya Dje yang bisa saya pakai.
Lalu, jaketnya Dje hilang entah dimana. Padahal kami harus bawa jaket karena akan mengunjungi Kelimutu yang dingin. Terpaksa dia ikhlas menggunakan jaket abu-abu saya yang sebenarnya setengah mati dia benci. Hahaha...
Jadi inilah cerita tak biasa dari pulau luar biasa
* Aquarium elektrik
Begitu sampai di Bandara Frans Seda Maumere, seperti biasa saya buru-buru lari cari toilet. Ada 4 orang yang antre sampai ke pintu toilet. Waduh gaswat, pikir saya. Pasti antrean panjang. Tapi ternyata tidak. Ya memang hanya 4 orang itu saja. Ternyata bilik toiletnya cuma 2, jadi antrenya yang agak panjang.
Nah, masuk ke dalam toilet (masih nunggu ke bilik toilet) saya agak celingukan. Bukan karena toiletnya yang kecil, tapi karena di tembok wastafel tidak ada cermin. Rasa-rasanya di mana saja di tempat umum, wastafel pasti temannya cermin. Alih-alih cermin, disana terpajang aquarium elekrik (itu lho, aquarium bohongan dengan gambar ikan yang berputar-putar)!! Ini asli baru pertama x saya lihat. Apa mungkin saya saja yang kurang banyak jalan-jalan kali ya.. hehehe...
Tapi cerminnya ternyata ada, super besar, seukuran tembok persis di seberang toilet.
Si Aquarium elektrik di depan washtafel |
Sopir taksi kami bernama kak Richard, sepanjang perjalanan kami ngobrol dengan kak Richard tentang perjalanan kami di Maumere. Sampai akhirnya kami sepakat untuk memakai jasa kak Richard sebagai pemandu sekaligus sopir kami 2 hari berikutnya.
Tapi, kak Richard ternyata tidak bisa mengantar kami. Jadilah dia menghubungkan kami dengan quide luar biasa selama di Maumere yaitu kak Gerson. Lewat kak Richard kami sepakat untuk 2 hari trip termasuk ke Kelimutu biayanya 1.750.000 sudah termasuk bensin, jadi kami tinggal duduk manis.
* Kegagalan Mi Instan
Kami menginap di Coconut Garden Beach Resort. Kamar kami 2 malam pertama adalah kamar backpaker. Kamar dengan luas tidak lebih dari 10 m² dan sharing bathroom. Kamarnya bersih, hanya ada 1 tempat tidur, 1 kursi, kipas angin, dan obat nyamuk elektrik di dalamnya. Kami sih senang-senang saja. Di beranda ada 2 kursi baca dan hammock!
Nah, karena sudah waktu makan siang kami putuskan makan di hotel saja. Demi keamanan perut, kami pesan yang aman-aman saja. Dje pesan mi goreng, saya pesan mi kuah. Ketika makanan datang, tampilannya cakep. Kelihatannya sih dibuat dari mi instan. Kami malah senang, mi instan kan nikmat! hahahaha....
Ups... ternyataa, mi instannya gagal! Terutama mi kuah saya. Kebanyakan kuah. Rasanya seperti mi + sayur rebus disiram air hangat! Hahahaha... sukurlah Dje rela berbagi sebagian mi gorengnya yang rasanya mendingan dan menghabiskan sebagian mi kuah saya.
Ketika saya meratapi in instan gagal itu |
Mau tau alasannya?? Karena akhirnya saya menemukan orang yang lebih parah masak mi-nya daripada saya yang kacau ini! Hahahaha...
* Bapak Guru Olah Raga pengembala kambing
Belum terlalu sore setelah kami makan siang, jadi kami menyewa motor di hotel (Rp. 50.000) untuk jalan-jalan keliling kota Maumere.
Nah, di dekat bandara kami melihat lahan kosong yang luas (hampir seluas lapangan bola di kampung saya) dengan hamparan rumbut yang nyaris-nyaris kering. Demi memenuhi hasrat ke-photographer-an nya Dje, jadi kami berhenti untuk hunting foto.
Disinilah cerita berawal. Mungkin ini tanah lapang memang tidak berguna sama sekali. Lalu tiba-tiba ada kami berdua photographer dan model (super amatir) yang foto-foto, jadilah semua orang lewat di depannya (lahan ini terletak di jalan raya utama penghubung Maumere dan Larantuka) ngeliatin kita! Mau yang naik motor, mobil, truk, jalan kaki, sepeda, semua! Kita jadi tontonan! Hahaha...
Kemudian lewatlah bapak-bapak, menggembalakan kambing jantannya. Eh, bapaknya ramah. Kami ngobrol kesana kemari (tanpa kami pernah tahu nama bapak itu siapa). Ternyata beliau adalah seorang guru olah raga SD yang sebentar lagi akan pensiun.
Yang menarik adalah, bapak ini mirip sekali dengan ibu saya!! Bukan mirip wajahnya ya, tapi caranya bercerita. Tanpa tedeng aling-aling, si bapak langsung bercerita tentang putranya yang juga guru olah raga di SMA, pernah ke Bali mengantar siswanya bertanding sepak bola sebagai wakil satu-satunya dari NTT. Lalu ada anak perempuannya yang kuliah sarjana di Universitas Muhammadiyah di Malang dan menikah dengan seorang dokter dari Papua.
Memang ya, kebanggaan orang tua yang paling utama adalah anak-anaknya. Jadi siap-siaplah kalau ketemu ibu atau bapak saya, anda akan mendengar kisah perjalanan mbak-mbak kantoran (saya) dan pekerja pabrik pipa (adik saya) dan mahasiswa universitas negeri (adik saya satunya lagi).
Oh, karena tanah lapang itu tak bernama, saya namai tanah lapang itu: Tanah Lapang Pak Guru Olah Raga Penggembala Kambing!
Belum terlalu sore setelah kami makan siang, jadi kami menyewa motor di hotel (Rp. 50.000) untuk jalan-jalan keliling kota Maumere.
Nah, di dekat bandara kami melihat lahan kosong yang luas (hampir seluas lapangan bola di kampung saya) dengan hamparan rumbut yang nyaris-nyaris kering. Demi memenuhi hasrat ke-photographer-an nya Dje, jadi kami berhenti untuk hunting foto.
Disinilah cerita berawal. Mungkin ini tanah lapang memang tidak berguna sama sekali. Lalu tiba-tiba ada kami berdua photographer dan model (super amatir) yang foto-foto, jadilah semua orang lewat di depannya (lahan ini terletak di jalan raya utama penghubung Maumere dan Larantuka) ngeliatin kita! Mau yang naik motor, mobil, truk, jalan kaki, sepeda, semua! Kita jadi tontonan! Hahaha...
Kemudian lewatlah bapak-bapak, menggembalakan kambing jantannya. Eh, bapaknya ramah. Kami ngobrol kesana kemari (tanpa kami pernah tahu nama bapak itu siapa). Ternyata beliau adalah seorang guru olah raga SD yang sebentar lagi akan pensiun.
Yang menarik adalah, bapak ini mirip sekali dengan ibu saya!! Bukan mirip wajahnya ya, tapi caranya bercerita. Tanpa tedeng aling-aling, si bapak langsung bercerita tentang putranya yang juga guru olah raga di SMA, pernah ke Bali mengantar siswanya bertanding sepak bola sebagai wakil satu-satunya dari NTT. Lalu ada anak perempuannya yang kuliah sarjana di Universitas Muhammadiyah di Malang dan menikah dengan seorang dokter dari Papua.
Memang ya, kebanggaan orang tua yang paling utama adalah anak-anaknya. Jadi siap-siaplah kalau ketemu ibu atau bapak saya, anda akan mendengar kisah perjalanan mbak-mbak kantoran (saya) dan pekerja pabrik pipa (adik saya) dan mahasiswa universitas negeri (adik saya satunya lagi).
Oh, karena tanah lapang itu tak bernama, saya namai tanah lapang itu: Tanah Lapang Pak Guru Olah Raga Penggembala Kambing!
Photo Pak Gurunya ga ada, photo kambingnya aja deh, eh maksudnya photo saya aja deh |
* Maria Bunda Segala Bangsa dan Kain Tenun
Tujuan pertama kami di hari berikutnya adalah Patung Maria Bunda segala bangsa di bukit Nilo. Sekitar satu jam naik mobil dari kota Maumere, melewati jalan berliku mendaki bukut (tapi jalannya bagus, tak usah khawatir), kami sampai.
Lokasinya yang diatas bukit, sehingga kita mampu melihat keindahan di bawahnya. Bahkan jalanan berliku dan lautan juga terlihat! Indah sekali. Di hari minggu, lokasi ini juga merupakan tempat ibadah umat katolik. Kami tiba disana cukup pagi, sehingga masih sepiii... hanya ada kami saja. Baru setelah kami bersiap melanjutkan perjalanan ada satu keluarga yang datang untuk beribadah.
Sepanjang perjalanan ke bukit nilo, kami banyak berpapasan dengan mereka yang baru pulang dari ibadah minggu di gereja. Banyak dari mereka, terutama yang wanita, ke gereja menggunakan kain tenun khas flores. Cantik sekali! Dan saat itu juga saya jatuh cinta. Saya harus punya kain tenun itu,
Tujuan pertama kami di hari berikutnya adalah Patung Maria Bunda segala bangsa di bukit Nilo. Sekitar satu jam naik mobil dari kota Maumere, melewati jalan berliku mendaki bukut (tapi jalannya bagus, tak usah khawatir), kami sampai.
Patung Maria Bunda Segala Bangsa dan kami :) |
Mereka beribadah di Patung Maria, dengan kain tenunnya! |
* Kak Gerson dan Singkong Rebus
Pulang dari bukit Nilo, tujuan kami selanjutnya adalah Desa Sikka. sepanjang perjalanan kami ngobrol dengan Kak Gerson. Kak Gerson sangat-sangat baik. Satu hal yang menjadi ciri khasnya adalah, kalau menjawab pertanyaan biasanya dia akan bilang "yaya ..." atau "tidak tidak..." saya sampai kebawa itu kebiasaan dia. Hahaha...
Untuk ukuran sopir pada umumnya, Kak Gerson ini sehat sekali! Itu yang membuat kami makin salut! Dia tidak merokok, tidak minum kopi, tidak minum moke (mirasnya orang sana), tidak juga makan yang aneh-aneh. Minumnya cukup air putih saja!
Dalam perjalanan ke Sikka, dia tiba-tiba menanyakan apa kami suka singkong rebus dan mau makan siang dengan singkong rebus. Jawaban spontan saya: selain singkong ada lauk lainnya juga kan?! Hahahaha...
Kak Gerson bilang, ya kalau ada ikan kita makan pakai ikan. Lalu di jalan kami berhenti membeli seikat besar singkong (hanya 10 ribu rupiah). Kak Gerson bilang nanti di Sikka akan dia masak makan siang untuk kami dengan menu singkong rebus. Dan saya masih bertanya-tanya, lha masa makan siangnya singkong tok (karena sampai di desa sikka juga kami tidak berhenti beli ikan! Mampus, aseli dah ni makan siang pake singkong rebus tok). Hanya berhenti sekali untuk beli tomat dan cabai segar.
Sesuai janjinya, sesampainya di Desa Sikka, Kak Gerson menurunkan kami di depan rumahnya (dia aseli Sikka ternyata) dan kami tur mengelilingi desa Sikka ditemani Karina dan Antonia (ya nama orang disini keren-keren! Peninggalan orang-orang Portugis dulu). Sementara Kak Gerson Masak makan siang untuk kami.
Eng ing eng... sepulang dari jalan-jalan, kak Gerson di bantu saudara-saudaranya yang lain, termasuk Ibu Guru Nisti, sudah menyiapkan menu makan siang komplit untuk kami! Nasi jagung, singkong rebus, Ikan Bakar, Ikan Bumbu kuning, kuah asam pedas, dan semangkok sambal segar untuk kami! Kecemasan saya tidak terbukti!
Jadi makan siang di rumah Kak Gerson adalah makanan paling enak selama kami di sana. Kami makan di halaman rumahnya, persis di depan kandang babi! Hahahaha... serasa di kampung saya! Kata kak Gerson sih tidak semua tamunya dia tawari makan di rumah. Mungkin dia melihat kami tipe pemakan segala, jadinya ditawari.
Oh iya, makan siang kami itu gratis tis tis!! Jadi beneran itu dikasi minta makan di rumah kak Gerson.
Nah yang mau ke maumere dan pdkt sama kak gerson tak usah ragu, cemas apalagi malu! He is super recomended! Ini nomor HP-nya: 081339364084
* Ombak di Desa Sikka semenggelegar Tante-Tante penjual Souvenir
Desa Sikka adalah salah satu desa tertua yang terletak di pesisir pantai selatannya Flores. Ditemani oleh Om Goris Tamela, kami bekunjung ke Gereja Tua Sikka, gereja tertua di Pulau Flores. Gereja ini dibangun tahun 1899. Gerejanya cantik dan masih terawat dengan baik. Pak Goris bercerita tentang sejarah masuknya agama Katolik ke Flores. Kalau mau tau, harus datang sendiri ke Sikka!
Seperti desa pesisir pada umumnya, sebagian besar penduduknya adalah nelayan. Waktu kami kesana saja anak-anaknya pada ceceburan di laut, padahal air sedang pasang! Mereka tetap saja ceria berenang kesana kemari. Padahal jelas-jelas dimana-mana ada larangan untuk mandi di karena ombak tinggi!
Rumah-rumah penduduk juga persis di pinggir laut. Aseli laut, karena pantainya sudah habis karena abrasi. Siang itu saat kami main kesana, ombak sudah sampai ke tembok rumah penduduk. Bahkan katanya kalau ombak sedang pasang-pasangnya ombaknya bisa sampai atap rumah!
Abrasi di pantai Sikka sudah cukup parah, dulu waktu Kak Gerson jaman SD, mereka masih punya pantai, tapi sekarang tidak ada pantai lagi. Rumah langsung laut. Hanya kalau sore-sore saat air laut tidak pasang baru mereke sekejap punya pantai.
Mungkin desa Sikka harus belajar dari Pak Kong.
Nah, yang tidak kalah dengan Ombak Pantai Sikka adalah para tante penjual souvenir di depan Gereja. Mereka hanya berjualan saat ada pengunjung. Saat saya masuk Gereja, belum ada pedagang yang standby, nah begitu keluar gereja, mereka sudah siap semua dengan barang dagangannya.
Yang bikin kurang nyaman, mereka literally menyerbu kita dengan barang dagangannya! Aseli saya sampe pusing! Ngacungin rosario dan kain di depan wajah saya! Hahaha... Dje sih bahagia liatin saya dirubung dan ga ada yang peduli dengan dia.
Saya takutnya cuman satu, takut klo saya beli di tante satu, tante lainnya bakalan marah dan bakal terjadi tawuran antar tante! Hahaha... syukurnya tidak, mereka santai-santai saja setelah itu. Dan uniknya begitu kita selesai belanja, mereka rapikan lagi dagangannya dan balik ke rumah.
Pulang dari bukit Nilo, tujuan kami selanjutnya adalah Desa Sikka. sepanjang perjalanan kami ngobrol dengan Kak Gerson. Kak Gerson sangat-sangat baik. Satu hal yang menjadi ciri khasnya adalah, kalau menjawab pertanyaan biasanya dia akan bilang "yaya ..." atau "tidak tidak..." saya sampai kebawa itu kebiasaan dia. Hahaha...
Kak Gerson, sopir TOP dg gaya hidup sehat! |
Dalam perjalanan ke Sikka, dia tiba-tiba menanyakan apa kami suka singkong rebus dan mau makan siang dengan singkong rebus. Jawaban spontan saya: selain singkong ada lauk lainnya juga kan?! Hahahaha...
Kak Gerson bilang, ya kalau ada ikan kita makan pakai ikan. Lalu di jalan kami berhenti membeli seikat besar singkong (hanya 10 ribu rupiah). Kak Gerson bilang nanti di Sikka akan dia masak makan siang untuk kami dengan menu singkong rebus. Dan saya masih bertanya-tanya, lha masa makan siangnya singkong tok (karena sampai di desa sikka juga kami tidak berhenti beli ikan! Mampus, aseli dah ni makan siang pake singkong rebus tok). Hanya berhenti sekali untuk beli tomat dan cabai segar.
Begini nih belanja bumbu di Maumere |
Duo guide cilik: Karina & Antonia |
Jamuan makan besar di rumah Kak Gerson |
Oh iya, makan siang kami itu gratis tis tis!! Jadi beneran itu dikasi minta makan di rumah kak Gerson.
Nah yang mau ke maumere dan pdkt sama kak gerson tak usah ragu, cemas apalagi malu! He is super recomended! Ini nomor HP-nya: 081339364084
* Ombak di Desa Sikka semenggelegar Tante-Tante penjual Souvenir
Desa Sikka adalah salah satu desa tertua yang terletak di pesisir pantai selatannya Flores. Ditemani oleh Om Goris Tamela, kami bekunjung ke Gereja Tua Sikka, gereja tertua di Pulau Flores. Gereja ini dibangun tahun 1899. Gerejanya cantik dan masih terawat dengan baik. Pak Goris bercerita tentang sejarah masuknya agama Katolik ke Flores. Kalau mau tau, harus datang sendiri ke Sikka!
A Glimpse of Gereja Sikka |
Anak-anak mainan di pantai |
Meski tulisan ini ada dimana-mana, tetap tidak menyurutkan niat mereka! |
Ombak ketemu tembok rumah |
Mungkin desa Sikka harus belajar dari Pak Kong.
Nah, yang tidak kalah dengan Ombak Pantai Sikka adalah para tante penjual souvenir di depan Gereja. Mereka hanya berjualan saat ada pengunjung. Saat saya masuk Gereja, belum ada pedagang yang standby, nah begitu keluar gereja, mereka sudah siap semua dengan barang dagangannya.
Serbuan 1: Ayooo beli Rosario!! |
Yang bikin kurang nyaman, mereka literally menyerbu kita dengan barang dagangannya! Aseli saya sampe pusing! Ngacungin rosario dan kain di depan wajah saya! Hahaha... Dje sih bahagia liatin saya dirubung dan ga ada yang peduli dengan dia.
Serbuan 2: Jangan lupa kain tenunnya!! |
* KUBURAN
Ini benar-benar tentang mindset.
Kalau di kampung saya, kuburan itu tempat horor. Segala jenis maya-maya (makhluk halus) tumplek plek!!
Tapiii, tidak di Flores!! berdasarkan pengamatan tidak penting dan tidak valid saya, 7 dari 10 rumah di Maumere (sampai Ende juga) memiliki kuburan di rumahnya. Bukan sekedar di halaman rumah ya, tapi persis di depan pintu utama masuk rumah.
Kuburan juga dibuat rapi dengan keramik bahkan marmer, lengkap dengan atapnya. Menurut cerita teman-teman disana, biasanya mereka menguburkan orang tua ataupun orang-orang yang paling dikasihi disana. Mungkin alasannya biar tetap terasa dekat ya.
Saya juga tanya pada Karina (guide cilik kami) apa tidak takut ada kuburan di depan mata. Jawab dia: biasa saja!
Hebat!!
Ini benar-benar tentang mindset.
Kalau di kampung saya, kuburan itu tempat horor. Segala jenis maya-maya (makhluk halus) tumplek plek!!
Tapiii, tidak di Flores!! berdasarkan pengamatan tidak penting dan tidak valid saya, 7 dari 10 rumah di Maumere (sampai Ende juga) memiliki kuburan di rumahnya. Bukan sekedar di halaman rumah ya, tapi persis di depan pintu utama masuk rumah.
Persis di halaman rumah |
Kuburan yang dibuat megah di halaman rumah |
Hebat!!
* Pak Kong, Tsunami, dan Manggrove
Victor Emmanuel Rayon, atau biasa dipanggil Pak Kong.
Dia adalah Pahlawan! Asli! Pahlawan penyelamat lingkungan.
Pak Kong ini tidak sekedar berkebun, tapi dia berhutan! Pak Kong dan istrinya, dia menanam manggrove hingga menjadi hutan dengan luas lebih dari 60 hektar di Desa Reroroja, pantai utara Maumere.
Berawal dari tsunami yang melanda pulau flores tahun 1992, Pak Kong dan keluarga harus mengungsi ke atas bukit. Masalahnya buku-bukit disana kering kerontang, tanam pohon tidak bisa, air tidak ada. Mau tidak mau Pak Kong harus kembali ke pesisir, dan harus selalu dibayangi kemungkinan tsunami yang akan datang kembali kapan saja.
Dari sana Pak Kong berinisitif bagaimana caranya untuk setidaknya mencegah ombak besar yang bisa menghantam rumahnya. Mulailah beliau menanam pohon mangrove satu persatu. Istrinya sempat marah besar dengan kegiatannya ini. Iyalah, daripada tanam mangrove yang tak ada faedahnya (saat itu) kan lebih baik melaut saja dapat ikan untuk dijual. Tapi Pak Kong kekeuh dengan keputusannya.
Kerja kerasnya berbuah manis, kawasan pesisir menjadi aman dari sapuan abrasi. Bahkan Pak Kong mendapat penghargaan kalpataru dari presiden di tahun 2007,2008,2010! Yang lebih penting dari itu, hutan mangrove Pak Kong kini menjadi tujuan wisata warga. Pak Kong membangun jembatan bambu, bale-bale istirahat di pinggir pantai, dan juga kursi-kursi bambu untuk piknik yang bisa dinikmati siapa saja!
Awalnya beliau menggratiskan semua fasilitas di hutan mangrovenya. Sampai ada yang menyarankan Pak Kong untuk menarik biaya, baru tiga tahun terakhir beliau dan istri menetapkan tiket masuk Rp. 5.000,- per orang untuk biaya penggantian bambu, beli paku dan perawatannya.
Selebihnya, Pak Kong hidup sangat sederhana!
Kalau ibu saya tanya, jauh-jauh cari mangrove sampai ke Maumere, di Bali kan juga ada!
Ya, di Bali ada hutan mangrove, tetapi tidak ada cerita Pak Kong! Ketika ditempat lain hutan mangrove dibabat untuk (katanya) revitalisasi, Pak Kong menanam hutannya sendiri! Saya malu pada Pak Kong, saya malu pada diri saya sendiri yang tidak memberikan apa-apa untuk bumi.
Kata-kata Pak Kong yang tidak akan pernah saya lupakan "Tuhan tidak pernah melihat apa agama kita, biarpun saya katolik tapi saya tidak (ber) buat baik, Tuhan tidak akan lihat saya" Aaawwww... pengen peluk Pak Kong rasanya!
Perjalanan kami di Flores belum berakhir!
Kisah selanjutnya besok ya...
Victor Emmanuel Rayon, atau biasa dipanggil Pak Kong.
Dia adalah Pahlawan! Asli! Pahlawan penyelamat lingkungan.
Pak Kong ini tidak sekedar berkebun, tapi dia berhutan! Pak Kong dan istrinya, dia menanam manggrove hingga menjadi hutan dengan luas lebih dari 60 hektar di Desa Reroroja, pantai utara Maumere.
Berawal dari tsunami yang melanda pulau flores tahun 1992, Pak Kong dan keluarga harus mengungsi ke atas bukit. Masalahnya buku-bukit disana kering kerontang, tanam pohon tidak bisa, air tidak ada. Mau tidak mau Pak Kong harus kembali ke pesisir, dan harus selalu dibayangi kemungkinan tsunami yang akan datang kembali kapan saja.
Dari sana Pak Kong berinisitif bagaimana caranya untuk setidaknya mencegah ombak besar yang bisa menghantam rumahnya. Mulailah beliau menanam pohon mangrove satu persatu. Istrinya sempat marah besar dengan kegiatannya ini. Iyalah, daripada tanam mangrove yang tak ada faedahnya (saat itu) kan lebih baik melaut saja dapat ikan untuk dijual. Tapi Pak Kong kekeuh dengan keputusannya.
Kerja kerasnya berbuah manis, kawasan pesisir menjadi aman dari sapuan abrasi. Bahkan Pak Kong mendapat penghargaan kalpataru dari presiden di tahun 2007,2008,2010! Yang lebih penting dari itu, hutan mangrove Pak Kong kini menjadi tujuan wisata warga. Pak Kong membangun jembatan bambu, bale-bale istirahat di pinggir pantai, dan juga kursi-kursi bambu untuk piknik yang bisa dinikmati siapa saja!
Bale-bale untuk istirahat |
Kursi piknik di pantai |
Awalnya beliau menggratiskan semua fasilitas di hutan mangrovenya. Sampai ada yang menyarankan Pak Kong untuk menarik biaya, baru tiga tahun terakhir beliau dan istri menetapkan tiket masuk Rp. 5.000,- per orang untuk biaya penggantian bambu, beli paku dan perawatannya.
Jembatan bambu cantik dan terawat |
Selebihnya, Pak Kong hidup sangat sederhana!
Kalau ibu saya tanya, jauh-jauh cari mangrove sampai ke Maumere, di Bali kan juga ada!
Ya, di Bali ada hutan mangrove, tetapi tidak ada cerita Pak Kong! Ketika ditempat lain hutan mangrove dibabat untuk (katanya) revitalisasi, Pak Kong menanam hutannya sendiri! Saya malu pada Pak Kong, saya malu pada diri saya sendiri yang tidak memberikan apa-apa untuk bumi.
Pak Kok yang sederhana dan Kalpataru-nya |
Kata-kata Pak Kong yang tidak akan pernah saya lupakan "Tuhan tidak pernah melihat apa agama kita, biarpun saya katolik tapi saya tidak (ber) buat baik, Tuhan tidak akan lihat saya" Aaawwww... pengen peluk Pak Kong rasanya!
ILY Pak Kong! Sampai jumpa lagi.. |
Kisah selanjutnya besok ya...