My Absurd Life Series #1 - Cara Menjawab Pertanyaan "Kapan Kawin?"
Beberapa kali obrolan tentang pertanyaan "Kapan Kawin?" muncul dalam percakapan antara saya dan sahabat terdekat. Bukan, mereka bukan literally menanyakan kapan saya akan menikah dan berumah tangga. They know me too well. Tetapi tentang konteks pertanyaannya.
Saya sempat ragu menulis ini sebenarnya, tetapi rasanya harus. Ragu karena saat ini sedang banyak campaign yang menyatakan menanyakan kapan kawin adalah sebuah pelanggaran privasi seseorang. Membuat orang insecure dan depresi. Bahkan saat musim hari raya konon katanya sampai banyak yang malas mudik atau malas ikut acara keluarga karena malas ditanya kapan kawin.
Muncul juga rupa-rupa cara menjawab pertanyaan ini dengan cara yang konyol, sarkasme sampai serius. Lalu muncul berbagai pembelaan tentang hak azasi, kesetaraan gender, dan banyak lagi.
Lalu apa yang membuat saya ragu untuk menulis?
Karena ternyata saya tidak setuju dengan orang-orang yang merasa bahwa pertanyaan kapan kawin itu adalah pertanyaan yang dilarang dan bisa membahayakan jiwa si objek penderita. Agaknya terlalu berlebihan. Bagaimana kalau kita ubah sedikit saja sudut pandangnya. Sedikit. Janji!
Let me tell you about myself a little bit. 8 bulan lagi saya akan berumur 34 tahun. Punya pacar dan serius. Tapi belum tahu kapan akan menikah. Bahkan apakah akan menikah saja saya belum tahu. Saya bukan orang yang memutuskan untuk tidak menikah. Ya, saya ingin menikah. Saya ingin punya suami. Tetapi memang ada beberapa pertimbangan yang harus dihitung dengan benar sebelum keputusannya diambil. Kalau ada yang mau tahu alasan detailnya kenapa saya tidak akan merasa tersinggung kok, sebisa mungkin pasti akan saya jelaskan.
Seberapa sering ditanya "Kapan Kawin?"? Oh please, anda pasti bisa membayangkan. Tidak hanya di acara keluarga atau di lingkungan terdekat saja. Kemarin urus kredit di bank dan orang bank tahu saya masih lajang pertanyaannya begitu juga.
Pernah stress ditanya seperti itu? Mungkin pernah. Tapi sudah sangat lama tidak lagi. Alasannya? Saya akhirnya melihat pertanyaan itu ya hanya sebatas pertanyaan saja. Tinggal dijawab. Selesai. Variasi jawaban saya biasanya:
"Iya nunggu jodohnya dulu"
"Doakan semoga segera ya"
"Ditunggu ya, mudah-mudahan ada jalannya"
Ya semodelan itu saja.
Memang kadang ada pertanyaan lanjutannya semacam "Duh, tunggu apa lagi sih?" atau "Kamu terlalu pemilih mungkin" atau di kasus saya yang lumayan sering "Jangan ngejar karir terus, nanti keburu tua"
Variasi jawaban saya biasanya, sama dengan yang tadi, semacam "Iya nih, doakan saja ya". Dulu masih suka jahil, jawabnya kadang gini "Iya nih, bantu cariin donk" atau semacam "Yah, nunggu dilamar soalnya" lalu suasana bisa menjadi lebih cair.
Saya tidak terlalu setuju kalau kita fokusnya adalah "mengharapkan orang lain untuk tidak bertanya hal itu". Ini sia-sia, bahkan dalam banyak agama besar di dunia mereka percaya bahwa janganlah menaruh harap pada manusia, karena dari semua kepahitan hidup, yang paling pahit adalah berharap kepada manusia.
Jadi, instead of mengharapkan orang lain tidak bertanya "Kapan Kawin?" "Kapan Punya Anak?" "Kapan Lulus Kuliah?" dll, bukankah sebaiknya lakukan apa yang kita bisa lakukan sendiri, menata pikiran, jangan terlalu terbawa hati, anggap itu sebagai pernyanyaan biasa lainnya. Sebiasa orang bertanya "Kamu kok tidak suka makanan pedas?" Tidak usah marah, tinggal dijawab saja.
Rasa-rasanya sebagian besar orang yang bertanya-tanya kepo itu tidak ada sedikitpun niat jahat. Mungkin memang itu cara mereka untuk bersosialisasi. Dan mungkin hanya itu pertanyaan yang terlintas dipikiran mereka. Jangan sampai hanya karena itu kita terbawa emosi. Ujung-ujungnya overthinking. Menganggap semua orang jahat dan tidak mau bertemu orang. Agak susah soalnya. Kita bukan Yeti yang bisa hidup sendiri di pegunungan himalaya. Bahkan mungkin Yeti juga punya tetangga dan saudara. Ada yang baik, ada yang rese.
Kembali lagi tentang pertanyaan "Kapan Kawin? itu, pada akhirnya kita tidak akan pernah bisa mengontrol tindakan dan perkataan orang lain. Yang bisa kita lakukan hanyalah memutuskan apa yang akan kita lakukan dan katakan. Menjadi dewasa memang kadang menyebalkan, tetapi kalau dijalani dengan lebih santai akan bisa menjadi menyenangkan kok. Percaya deh.
Love you all!
Source: https://unsplash.com/photos/KZcWygxZ_J4 (Taken by: @timmossholder) |