Saturday, June 19, 2021

Ini salah satu quotes yang paling terkenal di dunia yang katanya sudah sangat materialistis dan kapitalis. Banyak posting di sosial media yang intinya menyatakan kalau bahagia itu sederhana (biasanya menampilkan foto orang sederhana yang nampak bahagia).

Benarkah demikian?

Hmmm, menurut hemat saya, sayangnya tidak benar. 

Setiap kali saya bertemu "orang pintar" atau tarot reader atau mereka yang bisa membaca masa depan, pasti pertanyaan utama saya: bagaimana kondisi keuangan saya? Dangkal amat ya otak saya. Tapi mau bagaimana, begitulah nyatanya.

Money can buy happiness.

Tapiii, jangan skeptis dulu, tergantung yang mau dibeli dengan uang itu apa. Dan seberapa banyak belanjamu untuk membuatmu bahagia. Menurut saya kuncinya disini sih. Menentukan kadar kebahagianmu, jadi meskipun hanya dengan sedikit uang, kamu tetap bahagia.

Sedikit itu memang relatif sih. Contohnya Winda vs Nagita Slavina. Winda membeli baju seharga 400 ribu satu potong sudah merasa jumawa dan sangat bahagia. Karena baju seharga itu sungguh sangat mahal. Lain halnya dengan Nagita, mungkin yang membuatnya merasa bahagia kalau bajunya seharga sepeda motor matic baru. Kita tak pernah tahu, kadarnya berbeda.

Contoh yang lain, Winda vs Syahrini. Winda akan sangat bahagia ketika makan yakitori 15 ribuan di pinggir pantai sanur (dengan segelas beer promo seharga 10 ribu). Tetapi kalau Syahrini baru akan bahagia kalau makanan jepangnya di masak langsung oleh Michelin Star Chef yang diterbangkan dari Jepang dengan wagyu seharga mobil pick-up bekas. Kalau dia ikut makan yakitori 15 ribuan yang ada dia langsung masuk UGD karena diare. Mungkin.

Dalam kedua contoh itu, baik Winda, Nagita Slavina, pun Syahrini, berbahagia dengan caranya dan jumlah uang yang dimiliki masing-masing. Terbukti kan, Money can buy happiness?

Hanya saja, kalau Winda si mbak-mbak kantoran memaksakan diri makan abalone yang langsung didatangkan dari Hokkaido, atau membeli tas hijau kulit buaya dengan gesper bertabur berlian, tidak akan bisa. Tidak kesampaian, dan tidak akan bahagia. 

Ketika semua hal mendasar perlu uang. Sulit bagi saya untuk meresapi judul tulisan ini. Benar katanya Noval Harari di buku Sapiens-nya kalau uang adalah salah satu bentuk imajinasi manusia yang paling berhasil menyatukan dunia saat ini. Sandang, pangan, pendidikan, percintaan, membangun rumah tangga, parkir di pantai, obat sakit kepala, semua perlu uang. Kecuali tiba-tiba seluruh makhluk bumi amnesia, dan sistem uang diganti dengan sistem kedip mata! Ha!

Uang menjadi ukuran dalam terlalu banyak hal. Atau malah dalam segalanya. Tidak hanya kesuksesan, bahkan tingkat pendidikan juga. Tidak mungkin saya bisa membiayai kuliah adik-adik asuh kalau uangnya tidak ada. Saya juga tidak bisa membeli token listrik kalau tidak ada uang. Pun kalau mau ngepet juga perlu uang, setidaknya untuk beli lilin kan?

Saya mungkin akan lebih setuju kalau dibilang Money Can't Buy Everything.

Ya, ada hal-hal yang menurut saya tidak bisa dibeli dengan uang. 

Teman ibu saya contohnya. Dia punya jeruk bali (Pomelo) yang enak banget! Manis dan segar, sama sekali tidak pahit. Setiap kali saya mau beli tidak boleh, dia hanya bagikan jeruk itu gratis! Diberikan kepada teman-teman mereka. Sukurnya ibu berteman, jadinya saya kebagian. Yang sering membeli jeruk bali, pasti paham, membeli buah ini semacam perjudian. Banyak kasus, jeruknya super pahit! Jadi sekalinya ketemu yang enak, saya tidak bisa move on!

Ada juga cerita tentang sahabat terbaik, Rina dan keluarganya. Kami berteman beberapa belas tahun, dari kami berdua masih single, lalu dia menikah dan berkeluarga, saya tetap single. Tidak hanya kami yang berteman, ibu dan bapak bahkan sudah sayang dengan mereka sekeluarga. Saat saya di Oman, merekalah yang rajin menengok ibu bapak ke rumah. Dalam pertemanan kami, yang membuat bahagia biasanya adalah obrolan-obrolan panjang di sela-sela jam kerja membosankan. Kalau Rina tidak ada, tidak mungkin kan saya bayar some random stranger untuk menggantikan dia. Tidak seperti mengganti Be-Ha yang rusak, tinggal beli. Ya kan.

Oh, ini hal yang paling tidak bisa dibeli dengan uang. Cinta suci yang tulus ikhlas. Itu tidak bisa dibeli dengan uang. Coba tanya ibumu sekarang, katakan kalau kamu akan menjual ginjalmu untuk membelikan hadiah ulang tahun terbaik untuknya, beri tahu saya apa jawaban beliau. Pilihan jawabannya mungkin kurang lebih "Kamu sudah gila?! Sana makan dulu dan berhenti berkhayal yang tidak-tidak". Atau kalau ibumu cukup terbiasa dengan ke-random-an kalian, mungkin dia akan berkata "ya sudah sana jual, harga minimalnya 1 miliar tapi". Ya cinta paling murni adalah cinta orang tua pada anak-anaknya. Yakin, tak terbeli dengan uang.

Oh, cinta bapak saya pada Blu (anjing shihtzu kami) juga tidak terbeli dengan uang. Pernah tiba-tiba ibu tanya ke bapak kalau misalnya ada yang mau beli Blu seharga puluhan juga, mau dilepas atau tidak. Eh bapak langsung ngomel-ngomel. Begitu juga dengan anjing-anjing kami di rumah. Ketika banyak orang membeli anjing dengan harga jutaan, anjing kami semuanya adalah anjing terlantar. Kuning, saya dapat dari proyek pembangunan hotel dalam keadaan kurus kering dan ketakutan. Bron, ibu dapatkan di semak-semak dalam kondisi gemetaran. Meski tak ada "harganya" mereka tetap membuat kami bahagia.

Traveling membuat saya bahagia, dan traveling perlu uang. Tapi bangun siang juga membuat saya bahagia, dan bangun siang tidak terlalu perlu uang. Hehe.

Uang memang bisa membeli kebahagiaan (mostly). Menulis membuat saya bahagia. Posting tulisan ini saja saya perlu uang. Untuk membeli paket wifi, bayar domain web, laptop untuk menulis, perlu fulus a.k.a duit. 

Tergantung kita menentukan kebahagian itu di level apa. Cukup makan jambu air manis sudah bahagia atau harus makan ice cream home made dengan lembaran emas murni macam Sisca Kohl baru bahagia. Cukup makan lumpia di pantai sanur sudah bahagia atau harus makan steak wagyu A5 dulu baru bahagia. Tidak ada yang benar dan salah, semua terserah kita yang menentukan.

Semoga semakin banyak bahagia!

Picture by Priscilla Du Preez at Unsplash.com




A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates