Apakah Sekarang Saatnya Saya Mulai Berdoa
Entah kebetulan apa, akhir-akhir ini banyak
kesempatan yang sebenarnya memungkinkan untuk saya berdoa. Terutama ketika
beberapa kali para sahabat dengan spontan berkata “Doain ya Win...”
Rasanya mak
jeb gimana gitu. Bukannya ga mau mendoakan mereka ya, tapi jangankan
mendoakan mereka, mendoakan diri sendiri aja saya ga pernah. Hahaha...
Atau masalahnya di saya yang memang salah
menterjemahkan kata doa ya. Entah kenapa di kepala saya kalau bicara “Doa” atau
“Doain” pasti kan akan minta sesuatu kepada Tuhan. Padahal menurut kamus sejuta
umat Wikipedia, Pray (Doa) = to pray is
to engage in prayer, an active effort to communicate with a deity or spirit.
Kurang lebih artinya Berdoa adalah
kegiatan/usaha aktif untuk berkomunikasi dengan para dewa atau hal-hal yang
disucikan. (Ampun ya kalau terjemahannya kacau balau, maklum jaman
pelajaran bahasa inggris suka numpang bobok di kelas)
Nah, jadi berdoa kan bukan hanya berarti
meminta pada Tuhan. Ngobrol apa saja sama Tuhan juga bisa. Hhhmm.. sepertinya
oke juga nih kalau saya mulai berdoa.
Tetapi seperti biasa, kepala saya dipenuhi oleh
logika-logika tak berujung pangkal. Nah di kepala batu saya ini, kembali saya
berpikir apa ga sia-sia ya berdoa. Hampir 7 miliar manusia di dunia ini,
sekitar 2% - 13% dari populasi manusia adalah atheis (lagi-lagi dari kamus
sejuta umat Wikipedia). Berarti sedikitnya ada 6,1 miliar manusia yang percaya
Tuhan.
Nah 6,1 miliar ini (belum termasuk alien di
semesta raya ini yang mungkin juga percaya Tuhan) pasti sering berdoa kan ya..
Bayangin deh tu, memang sih Tuhan Maha Segalanya. Tetapi klo dibanding
urusan-urusan semsta raya yang jauh lebih besar (contoh: apakah perlu
menciptakan Black Hole baru untuk memusnahkan sebuah kontemplasi tata surya?) apa
doa kita ini akan didengar satu-satu ya? Malah kasihan kan Tuhan kalau urusan
menciptakan galaksi baru harus terganggu dengan doa saya yang “Ya Tuhan,
lancarkanlah interview hamba hari ini” (aduh kalau ini tulisan dibaca penggiat
agama, agak-agak yakin sih saya kalau saya akan dibakar hidup-hidup macam
penyihir jaman dulu)
Apalagi, seperti sy pernah tulis sebelumnya
disini, saya yakin seyakin-yakinnya kalau Tuhan menciptakan semesta raya dengan
logika. Mangkanya banyak hal bisa diteliti oleh para ilmuan yang bijak bestari,
karena semesta raya diciptakan dalam pola dan rumus matematika. Contoh paling
mudah: Bumi berotasi pada porosnya melawan arah jarum jam atau berputar ke arah
timur. Ini menyebabkan satu kali rotasi bumi selama 23 jam, 56 menit dan 4.091
detik (gini deh, kalau ada data-data unik ditulisan ini, pasti saya merujuk
pada Wikipedia). Tuhanpun dengan maha sempurnanya telah menyiapkan hubungan
timbak balik sebab akibat yang maha sempurna dimana rotasi bumi diperlambat
oleh gravitasi Bulan sehingga waktu saat ini lebih lambat 1,7 milidetik
dibanting seabad lalu. Eh, kenapa jadi kelas fisika anak SMP ya.
Nah intnya menurut saya, Tuhan menciptakan
semesta raya beserta isinya (termasuk manusia) sudah dengan perencanaan
matematis yang matang dan dengan margin error yang sudah ditentukan (ini
rumusan yang masih berusaha dipecahkan oleh semua ilmuan termasuh Mr. Hawking
dengan Theory of Everything-nya) itu berarti segala hal di bumi ini termasuk
detik ini ketika saya sedang menulis artiket ini sudah termasuk dalam rumusan
itu. Lalu buat apa saya harus berdoa, ketika semua memang sudah terencana dalam
His
Grand Plan (ini cara saya merujuk pada kuasa maha besar Tuhan).
Ah ya, saya lupa, keajaiban!! Tentu saja dengan
berdoa, kita berharap keajaiban. Agar Tuhan bersedia membantu urusan kita satu
persatu. Ah Tuhan memang maha segalanya. Lalu apakah ini waktu yang tepat untuk
saya mulai berdoa?
Belum yakin juga, kalau Tuhan harus memenuhi
permintaan 6,1 miliar manusia, dimana pasti banyak doa mereka yang jauh lebih
penting dan lebih mendesak (Contohnya: Tuhan, sembuhkanlah Ibuku atau Tuhan, segerakanlah jodohku atau Tuhan, angkatlah hutang-hutangku)
buat apa aku harus menambah sesaknya antrean doa dengan doa sesepele Tuhan,
semoga tulisan hamba dibaca banyak orang. Nah doa ini kan agak absurd
ya, kenapa juga Tuhan peduli doa saya. Kan rumusnya sederhana, kalau mau
tulisannya banyak yg baca buatlah tulisan yang diminati banyak orang,
dipromosikan lewat media yang banyak diakses oleh banyak orang (yang jelas
bukan tulisan macam ini).
Nah, kalau seperti email, doa-doa absurd macam
doa saya ini pasti golongan SPAM. Jadi tanpa perlu di tandai sudah masuk ke
Junk Mail. Hahaha...
Berhubung rumusan hidup saya dituliskan oleh
Tuhan dengan cukup sederhana, saya pikir tak banyak lagi hal yang perlu saya
minta dari beliau. Semua sudah di set sesuai dengan ekspektasi saya. Jadi, yah
sudah bertahun-tahun saya lupa berdoa.
Hidup saya yang sudah sederhana ini, tak maulah
saya bikin menjadi berbelit-belit. Karena saya tau, kalau saya doa ini itu
pasti jadinya saya mau macam-macam. Sehingga tak lagi hidup saya sederhana.
Saya takut, ketika saya berdoa meminta ini itu saya malah menukar hidup saya
dengan hidup orang lain. Hidup mereka yang jauh lebih sempurna dari saya, tapi
tak lagi sederhana. Jadi, cukuplah apa saya saat ini.Lalu, apakah sudah saatnya saya berdoa? Mungkin sudah, kalau memang berdoanya cukup berkata “Terimakasih Tuhan untuk segalanya”
Belum mampulah saya berdoa lebih dari itu. Belum saat ini. Mungkin nanti.
Sekarang, biarlah doa dari 6,1 miliar orang lain (dikurang saya) yang diprioritaskan oleh Tuhan. Doa yang lebih penting, doa yang lebih mendesak.
Jadi, sahabatku, bukannya saya tak mau mendoakanmu. Hanya saja, saya belum mampu.
![]() |
Sumber photo: http://cdn.www.ministry-to-children.com/wp-content/uploads/2012/04/child-praying.jpg |