Tuesday, June 9, 2015

Para pecinta sering mengatakan: cinta sejati adalah saat kita bisa mencintai kelebihan dan kekurangan pasangan kita.

Kalau itu kriterianya mungkin saya tidak mencintai dia dengan sejati, karena saya tidak mencintai kekurangannya. Terdengar jahat sih, tapi logikanya ya masa kita suka sama kekurangan pasangan. Misalnya pasangan kita napasnya bau naga yang ga gosok gigi seabad, trus apa kita tetap bilang “bau napasmu busuk, tapi gapapa saya cinta kamu dan bau napasmu”

Itu baru urusan bau badan ya, yang lebih menyebalkan misalnya pacarmu itu pengangguran, ga punya pekerjaan tetap tapi gayanya sudah macam anak konglomerat. Tiap makan minta kita yang bayar. Atau juga kalau pacar kita sudah kerja tahunan, tapi motor butut jaman penjajahan Belanda saja masih cicil. Duitnya entah dibawa kemana. Siapa bilang cewek matre itu jelek, cewek matre itu artinya cerdas memikirkan masa depannya dan anak-anaknya.

Atau para lelaki yang pacarnya suka shopping gila-gilaan. Sebulan ¾ penghasilannya habis buat shopping, Hp harus yang seharga sepeda motor bebek, make up harus yang dipakai artis Hollywood, baju harus keluaran butik beneran (bukan toko pinggir jalan yang nyebut dirinya butik) dan alhasil untuk menyambung hidup minta duit sama cowoknya. Apa iya masih tetap cinta?

Ada juga yang parah, teman saya punya pacar yang sedikit-sedikit emosi, marah, teriak-teriak, suka kasar secara fisik, perbendaharaan katanya adalah semua isi kebun binatang. Masih cinta?!

Mungkin ada yang masih cinta dengan berbagai alasan, kalau saya sih tidak. Sudah pasti tidak.

Lalu apakah ini berarti pasangan saya manusia sempurna? Kok bisa sampai 8 tahun lebih masih betah?

Belum, pacar saya masih banyak kekurangannya. Sama, saya juga masih sangat banyak kurangnya.
Dan kami tidak mencintai kekurangan kami masing-masing. Kami berusaha memperbaiki kekurangan masing-masing, itu yang kami lakukan sehingga bisa bertahan satu sama lain.

Dje masih utang satu kursus ketrampilan yang dia sudah janjikan ke saya. Saya masih sering mengkritik potongan rambutnya yang kadang terlalu pendek. Saya juga masih sering ngomel karena dia sangat mudah percaya dengan pendapat orang lain.

Dje masih sering mengingatkan kebiasaan belanja saya yang kadang suka kebablasan, dia sering marah karena saya tidak pernah olah raga dan suka ngemil yang tidak sehat. Paling sering biasanya dia mengkritik gaya berpakaian saya yang kadang suka tidak rapi.

Kami saling mengeluh, mengingatkan dan mengubah kekurangan itu menjadi lebih baik. Selama 8 tahun lebih, sudah banyak kekurangan kami yang berubah menjadi lebih elok.

Duluuuu… saya orang yang sangat emosional, gampang marah bahkan dalam bahasa tulisanpun tanda baca favorit saya adalah tanda seru (!!) sebanyak mungkin. Dje mengingatkan saya tanpa kenal lelah, hasilnya sekarang sudah jauh lebih baik. Coba saja tanya langsung ke dia.

Duluuuu… Dje adalah orang yang bahasa tubuhnya di depan orang lain selalu “reverse”. Menunduk, menghindari kontak mata, dan malas menyampaikan pendapat. Sekarang, jauh lebih baik. Berdirinya lebih tegap, menjaga kontak mata, bisa memulai pembicaraan dengan orang di sekitarnya.

Dengan tidak mencintai kekurangan masing-masing kami menjadi orang yang lebih baik. Menyesuaikan diri satu sama lain menjadi semakin nyaman.
Tidak apa-apa kalau dibilang bukan sejati. Yang terpenting kami menjadi lebih baik bersama-sama dengan tidak mencintai kekurangan masing.

Selamat mencintaaaa….. :)



P.S : Tulisan ini terinspirasi dari perjalanan saya ke Jogja. Saya jatuh cinta pada kotanya tetapi tidak pada gudegnya yang menurut lidah Bali tulen saya ini terlalu manis.

2 comments:

  1. So sweet of you my dear...

    Not mentioning that I'm cerewet..:p

    ReplyDelete
  2. Hahaha... Your cerewet is good for me beb..

    ReplyDelete

A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates