Jika Sangat Marah Harus Bagaimana?
Sebenarnya tidak hanya ketika sangat marah, tapi saat emosi sangat meledak-ledak. Marah, sedih , kecewa, putus asa. Pokoknya emosi - yang biasanya dilabel negatif - dan terlalu berlebihan.
Tulisan ini berdasarkan pengalaman-pengalaman saya selama menghadapi emosi orang lain maupun emosi diri sendiri yang kadang sulit untuk dikendalikan. Dan saya bukan psikolog atau terapis. Saya mbak-mbak kantoran HRD. Jadi mungkin langkah-langkah ini bisa diterapkan kaitannya di tempat kerja, Kalau dengan pasangan entahlah, saya pernah menengahi pertengkaran beberapa hubungan personal dengan langkah-langkah ini lumayan berhasil juga.
Suka tidak suka, kita adalah manusia dengan segala kompleksitas emosi yang bahkan Freud saja masih belum bisa menjelaskan segalanya. Apalagi ketika terjebak dalam kondisi yang tidak nyaman, entah karena orang-orang di sekitar yang bebal, bos menyebalkan, pasangan yang tidak paham, pemerintah yang ingkar (EH), ataupun faktor internal dalam diri, hormon yang tidak stabil dan reaksi kimia dalam tubuh yang tidak bisa di kontrol. Ketika semuanya meledak disaat bersamaan, maka emosi akan menguasai logika. Itu tadi, marah, sedih, kecewa yang berlebihan dan kadang berbahaya.
Dalam keadaan demikian, sangat krusial untuk menemukan solusi jangka pendek agar bisa tenang sebelum nantinya bisa berpikir lebih jauh untuk jalan keluar jangka panjang dan lebih permanen.
Dalam kondisi begitu, biasanya saya melakukan beberapa langkah ini, mudah-mudahan membantu!
Bernapas pelan-pelan
Entah saya membaca atau mendengakan ini dimana, saya lupa. Intinya, tarik napas yang dalam, kemudian hitung empat ketukan lalu perlahan-lahan hembuskan. Lakukan berulang-ulang, fokus pada menghitung 1 sampai 4. Jatuhnya semacam guided meditation. Tapi ini yang meng-guide dan di-guide adalah diri sendiri.
Selain untuk mengalihkan pikiran dengan fokus pada berhitung, kegiatan bernapas pelan ini juga memberikan kesempatan untuk kita menghirup lebih banyak oksigen. Memastikan pasokan oksigen ke tubuh dan otak lebih lancar. Pelan-pelan lebih tenang dan bisa mulai berpikir sedikit lebih logis.
Berdasarkan pengalaman, ini selalu menjadi langkah pertama dan favorit saya. Karena bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Di dalam meeting, saat dimarahi bos, saat menyaksikan kelakuan pemerintah yang bikin muak (DUH)
Jauhkan Diri dari Sumber Masalah
Ketika sedang sangat marah, argumentasi yang keluar biasanya tidak lagi masuk akal dan logis. Seringnya argumentasi kita adalah teriak-teriak, menangis, berkata-kata yang tidak pantas, tidak sanggup berkata-kata, dan dalam kondisi extrem bisa bersifat fisik.
Dalam kondisi ini, tidak ada keuntungan melanjutkan argumentasi. Tidak ada keputusan yang baik yang akan dihasilkan dalam kondisi ini. Takutnya malah akan semakin saling menyakiti. Berdasarkan pengalaman, mulai berlatih untuk bilang: saya tidak siap bicara sekarang, saya perlu waktu untuk menenangkan diri.
Menjauhkan diri tidak harus selalu pergi yang jauuuhhh, tiba-tiba healing ke Maldives. Bukan. Pindah ke ruangan lain, minum kopi/es teh sejenak. Nongkrong di dalam kamar mandi sambil menangis, merenung dan bernapas pelan-pelan juga tidak apa.
Tujuannya, menghindari satu sama lain saling menyakiti lebih jauh. Mengatakan hal-hal yang nantinya mungkin akan disesali. Mengeluarkan makian yang takutnya memperburuk hubungan yang sedang tidak stabil. Mengakui bahwa kita perlu waktu untuk menenangkan diri bukan berarti lemah, malah ini menurut saya adalah tanda kekuatan. Memiliki kesadaran dan pengendalian diri yang lebih baik.
Re-visit the Day: Jika Waktu Bisa Diulang, Apa yang Akan Saya Lakukan Berbeda?
Tentu saja waktu tidak bisa diulang. Pertanyaan ini lebih untuk mengevaluasi apa yang terjadi disaat emosi kita tidak bisa dikontrol itu.
Istilahnya revisit the day.
Kunjungi momen-momen itu sebisa mungkin menggunakan sudut pandang orang ketiga, kita sebagai penonton. Bagaimana awalnya kekacauan bermula, apa penyebabnya, apa reaksimu saat itu. Apa yang sebenarnya berjalan baik, apa yang seandainya bisa diperbaiki agar menjadi baik, reaksi apa yang seharusnya diberikan agar suasana menjadi lebih jernih.
Untuk saya, kegiatan ini membantu untuk mencari solusi, menemukan gap antara pihak-pihak yang berseteru, mempermudah meminta maaf dengan tulus. Kadang-kadang juga tamparan untuk diri sendiri kenapa harus bereaksi berlebihan seperti itu. Kegiatan ini juga kadang membuat saya meringis malu, bahkan tertawa terbahak-bahak. Menertawakan diri yang sering kali bodoh dan tidak berpikir panjang.
Revisit the day tidak hanya saat saya mengalami emosi extrem. Di hari-hari normal, berat, susah, ringan, bahagia juga sering saya lakukan. Yang sering saya katakan: saat hari itu dijalani rasanya berat sekali, tetapi begitu diceritakan kembali malah jadi lucu dan seru!
Ide ini saya copy paste mentah-mentah dari film drama komedi judulnya About Time. Coba tonton deh, filmnya ringan dan menyenangkan.
Selesaikan Masalahnya
Ketika hati lebih tenang, pikiran lebih jernih, biasanya akan lebih siap menghadapi masalahnya. Lebih siap untuk mendengarkan, bernegosiasi, berargumentasi, dan juga meminta maaf.
Ketika lebih lapang dan kepala lebih dingin, kita juga lebih siap dengan konsekuensi dan jalan keluar. Semua ketakutan dan kekalutan seringnya hanya skenario terburuk yang muncul di kepala karena dikuasai marah.
Semua emosi sebaiknya tidak ditahan. Harus disampaikan, dan dicarikan jalan keluar. Tapi sebagai manusia dewasa, ada banyak pertimbangan yang harus dipikirkan. Itulah kenapa langkah-langkah menenangkan diri ini penting.
Jika memang akhirnya perlu bantuan lebih lanjut, tidak ada salahnya berkonsultasi dengan yang lebih ahli. Itu adalah hal yang sangat baik! Karena tidak semua orang memiliki kesadaran untuk memperbaiki diri.
Pada akhirnya, emosi itu bagian dari kita sebagai manusia. Bukan untuk dihapuskan, tapi untuk dipahami dan dikendalikan.
Demikian, Semoga minggu depan jauh lebih menyenangkan!