Saya menulis ini dalam perjalanan kereta dari stasiun Tegal ke Gambir, setelah obrolan tanpa tujuan dengan Dok seperti biasa.

Keresahan-keresahan saya kali ini sebagian besar bersumber dari kondisi politik dan bagaimana pemerintah mengelola negara ini. Telalu banyak hal yang harus dikritisi dan dipertanyakan. Terlalu banyak hal yang diliuar nalar. Sebenarnya apa yang salah dengan Negara ini.

Dok membandingkan Indonesia dengan Cina. Saya protes keras. Terlalu jomplang lah. Pembadingnya akan menjadi oke kalau dibandingkannya dengan Rwanda atau Nigeria. Minimal Cambodia mungkin. Sekarang saja Vietnam nampaknya jauh lebih maju kok. 

Kalau tidak percaya, baca berita ini: Pertumbuhan Ekonomi Vietnam Kalahkan Indoneisa

Suka tidak suka, pertumbuhan ekonomi pasti menjadi indikator keberhasilan suatu negara. Dan rumah tangga. Dan manusia pada umumnya. Meskipun katanya kebahagiaan tidak melulu tentang uang, tetapi pada porsi tertentu base line ekonomi itu harus terpenuhi dulu. Kan.

Lalu, setelah Presiden 8 berkuasa, masalah politik dan pemerintah rasanya semakin parah dan tidak pernah habis. Yang membuat gusar, urusan-urusan prinsip. Bagaimana pemerintah membelanjakan APBN. Membiayai program-program mercusuar yang sangat rentan (dan nyaris pasti) dikorupsi. Dan yang paling meresahkan saya adalah proses pengesahan UU TNI yang untuk ukuran negara se-lelet Indonesia, prosesnya sangat instant! Kebijakan-kebijakan yang terlalu mencurigakan untuk dipercaya niatannya benar-benar untuk kebaikan bangsa, bukan untuk kepentingan kaumnya.

Sebenarnya sudah beberapa kali kami membicarakan ini. Obrolan yang tidak berujung kemana-mana sebenarnya. Terlalu membuat mumet kalau tidak dibicarakan. Apa sih yang salah dengan negara ini. Kenapa mental manusianya (dan terutama pejabatnya) buruk sekali!  

Hal yang harus saya jelaskan, Dok tidak selalu setuju kok dengan pandangan politik saya. Contoh, jaman debat capres dulu, Dok cukup percaya kalau Wapres sebenarnya lumayan pintar. Jawaban-jawaban yang diberikan bukan jawaban standar yang bisa dihapal, meskipun belakangan dia mulai mempertanyakan penilaiannya. Atau ketika muncul rekaman Presiden 8 diwawancara oleh para Pimred dan Najwa Shihab (saya belum nonton), katanya kelihatannya Pak Presiden ini terlihat pure ga tau banyak masalah yang sebenarnya terjadi. Tingkat kognitif beliau ya memang selalu segitu dari jaman dulu. Saya ngomel, itu salahnya, salah pilih orang! Tapi Dok bilang, untuk urusan sebesar ini, pasti akan ada yang kelewatan. Lagi-lagi saya tidak setuju. Yang kelewatan masalahnya urusan besar! Undang-undang! Bukan sekedar pejabat punya selingkuhan dan beranak pinak. Ya, saya perlu obrolan-obrolan penyeimbang ke-emosian macam ini.

Dalam setiap perdebatan dan obrolan yang lebih sering tidak berfaedah itu, ujung pertanyaannya selalu sama. Apa sih yang salah dengan Negara ini? Kenapa setelah nyaris 30 tahun reformasi, korupsi masih begitu-begitu saja, penegakan hukum juga begitu-begitu saja, pertumbuhan Ekonomi membaik tetapo kalau dibandingkan negara lain ya cukup sewajarnya, kekuatan Paspor juga tidak bertambah signifikan. Apa yang salah?

Ternyata kesimpulan kami juga selalu sama, entah apa, tapi cukup yakin ada yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia. Proses pembentukan karakter, ketahanan mental, daya juang, keinginan berkompetisi. Entah karena sistem pendidikan yang selalu berganti setiap pergantian menteri, entah kesejahteraan guru yang menjadi prioritas terakhir untuk negara ini, entah memang negara menganggap kepintaran itu tidak penting! Iya, kemarin Presiden 8 bilang gitu kok.

Contohnya, bapak saya adalah pensiunan guru SMA. Hampir separuh hidupnya menjadi Guru PNS. Beliau cerita, tingkat kelulusan murid SMA itu 100% bukan karena kualitas pendidikan dan anak-anak yang baik. Tetapi karena terpaksa! Karena ranking sekolah ditentukan oleh tingkat kelulusan itu, segala tunjangan guru yang tidak seberapa itu juga ditentukan oleh tingkat kelulusan. Tau ga gaji guru PNS itu berapa? Mereka yang sudah golongan IV macam Bapak, itu antara 3jutaan - 6jutaan saja. Itu mereka yang rata-rata masa kerjanya 20+ tahun! Coba saja tanyakan pada guru PNS disekitarmu atau cek artikel ini: Rincian Gaji Guru

Pun dengan kurikulum sekolah, kegiatan membaca tidak dianggap penting. Lihat saja kondisi perpustakaan di sekolah-sekolah, menyedihkan. Lebih penting makan siang gratis sih memang daripada membaca. Kalau ga makan mati, kalau ga membaca ya ga apa, masih hidup saja. Di banyak sistem pendidikan di negara maju, membaca adalah kewajiban, menulis adalah keharusan. Dua kegiatan yang di Indonesia ini sangat diremehkan. Padahal kegiatan ini lama-lama akan menjadi kebiasaan, menjadi budaya. Dan menurut saya, dua hal ini adalah dasar untuk berpikir kritis dan strategis. Well, bisa saja saya salah kan tapi.

Selain pendidikan, ada yang salah dengan sistem di negara ini. Tidak jauh-jauh dengan sistem pemerintah deh, sistem antrean rumah sakit coba. Kacau! Kapan terakhir kali anda ke rumah sakit pemerintah? Perhatikanlah sistem antreannya yang diterapkan, lalu pikirkan hal-hal yang bisa dipermudah dalam sistem birokrasinya. Bisa. Tapi entah kenapa tidak mau. Tidak kurang orang pintar yang bisa membuat sistem yang lebih rapi. Sehingga siapapun kepala rumah sakitnya, sistemnya sudah berjalan dan rapi. Apakabar sistem peradilan, tanya sekeliling deh kalau ada orang yang berkasus bagaimana (dan berapa uang) prosesnya berjalan. Riweh!

Begitu juga dengan pemerintahan dan politik. Sistem untuk menjaga stabilitas. Bukannya kalau pejabat Pak Ahok, baru bisa accountable, pejabat lain engga bisa. Seharusnya ada sistem yang bisa diterapkan. Banyak kok orang Indonesia yang sekolah ilmu politik bahkan ke sekolah-sekolah terbaik di muka bumi, tapi entah kenapa mereka semacam tidak dimanfaatkan. Malahan yang terpilih jadi Menteri banyak yang dipertanyakan kognitif dan intelktualnya, padahal sama-sama sekolah di luar negeri.

Banyak orang akan bilang kepada saya, jangan cuman bisa nyinyir dan protes, kasi solusi! Sejujurnya, ini sambil mikir solusinya apa. Akhir tahun lalu dengan seorang teman sempat ngobrol intense mau bikin sekolah! Rasanya sangat banyak hal yang perlu saya siapkan dan kerjakan. Tapi sekarang Ferry Irwandi katanya mau bikin sekolah, semoga Istiqomah dan Amanah! 

Saya yakin, pendidikan yang baik akan mengubah banyak hal, termasuk kondisi negara!

Sementara ini, ijinkan saya mengeluh saja dulu ya. Beasiswa kakak asuh tetap jalan kok. 4 anak sudah sarjana dan bekerja, 2 lagi masih kuliah. Semoga ini menjadi salah satu jalan untuk mereka menjadi warga negara yang lebih baik. Setidaknya tidak nambah-nambahin carut marut sosial ekonomi. Semoga bisa terus berlanjut, diberi rejeki dan kewarasan.

Happy weekend!

P.S tulisannya akhirnya selesai di Sanur, sambil minum kopi dan memandang lautan.

Source: Photo by Brian Wertheim on Unsplash