Wednesday, December 31, 2014

“Aku ingin menjadi bintang di langit malammu” sering digunakan oleh para pujangga cinta untuk menunjukkan besarnya cinta mereka pada sang kekasih.

Tapi maaf, aku tak ingin menjadi bintang di langit malammu. Aku juga tak ingin kamu menjadi bintang di langit malamku. Bukan karena aku tak lagi cinta. Bukan karena aku tak lagi ingin bersamamu atau aku tak lagi ingin menjadi kekasihmu. Sungguh bukan karena hal itu.

Aku tak mau dianalogikan menjadi bintangmu karena aku tahu, agar cahaya bintang dapat kau lihat dari bumi, perlu puluhan, ratusan, bahkan ribuan tahun perjalanan. Saat matamu menangkap sinar sang bintang, sangat mungkin sang bintang sudah mati dan musnah. Cahaya sang bintang perlu menempuh jutaan miliar kilometer untuk dapat kau nikmati.

Itulah alasannya, aku tidak mau kau hanya melihat indahku saat aku sudah mati. Aku tak mau kau mengagumiku saat aku sudah tertelan lubang hitamku sendiri. Aku tak mau kau baru mengenalku saat aku tak lagi ada di alam semesta.

Tak apalah jika aku tak bersinar terang selayaknya bintang di langit malammu. Cukuplah aku menjadi aku yang menemanimu melewati setiap petualangan kita. Cukuplah aku yang menjadi sahabatmu untuk menjalani setiap cerita yang kita tulis bersama.

Lebih baik aku menjadi lampu kamarmu. Lebih dekat, lebih bermanfaat, dan lebih sering bersamamu. Meski suatu hari aku bisa terganti, tetap saja aku sudah menyumbang banyak untuk hari-harimu.
Bukannya aku tak romantis tapi maaf, aku tak mau menjadi bintangmu.

*tulisan efek membaca George’s Secret Key to the Universe
**Happy New Year universe…

A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates