Monday, September 30, 2024

Iri Pada Dahlan Iskan

Setiap kali ada kasus aneh di muka bumi, terutama yang bekaitan dengan politik, seringnya saya akan melihat catatan harian Dahlan Iskan di website beliau https://disway.id/kategori/99/catatan-harian-dahlan . Saya sangat suka mencari tahu pandangan beliau tentang berbagai hal. Membaca tulisan-tulisannya yang selalu informatif dan mudah dimengerti.

Dulu, website ini hanya semacam blog hariannya Pak Dahlan. Belakangan sudah beragam isinya. Bahkan sudah menjadi portal berita sungguhan. Mirip situs resmi koran Jawa Pos yang beliau sukses beliau pimpin dari tahun 1982-2018! Jaman saya SMP-SMA Jawa Pos adalah koran langganan Alm. Kakek. Dari sejak itu bercokol di kepala kalau ada di Jawa Pos berati beritanya bisa dipercaya.

Tapi waktu itu saya belum tau ada sosok bernama Dahlan Iskan. Yang saya tahu hanya koran Jawa Pos tok. Saya mulai mengenal profil beliau ketika pertama kali diangkat penjadi Dirut PLN jaman presiden SBY. Kemudian oleh presiden yang sama beliau diangkat menjadi menteri BUMN. Rasanya jaman beliau menjabat menteri BUMN-lah ketika mobil listrik rencananya dikembangkan, tetapi berbagai masalah membuat rencana itu gagal.

Dalam perjalanannya dia juga tidak lepas dari berbagai kontroversi. Pak Dahlan sempat beberapa kali menjadi tersangka kasus korupsi. Bahkan pernah sampai dipenjara meski akhirnya dibebaskan karena dinyatakan tidak terbukti bersalah oleh pengadilan. Nanti kalian cari tau sendiri lah case-nya apa. Tulisan ini bukan tentang itu.

Yang membuat saya iri dengan Pak Dahlan, bukan tentang prestasi dia menjadi pejabat publik. Saya iri dengan konsistensi dia menulis! Dari 2018, Pak Dahlan menulis satu artikel tiap hari di websitenya DISWAY. Selalu, tidak pernah absen! Ciri khasnya, kalau merujuk pada Subjek perempuan Pak Dahlan akan selalu menggunakan akhiran “-nyi” instead of “-nya” Coba deh baca, nanti kalian akan mengerti!

Tulisannya tidak melulu berat tentang politik Indonesia, kadang juga tentang group senamnya. Tentang kunjungan ke warga tionghoa, tentang cuaca pilpres di Amerika, tentang hobi. Nyaris tentang segalanya. 6 tahun dan selalu setiap hari. Konsistensi menulis inilah yang membuat saya iri.

Memang tidak mengherankan, Pak Dahlan itu mantan wartawan senior Tempo. (Kenapa sih rata-rata mantan wartawan senior Tempo ini keren-keren!) Tapi tetap saja tidak semua mantan wartawan, mantan pejabat publik dan sampai saat ini masih aktif mengurusi beberapa perusahaan bisa menulis tiap hari.

Iri dengan Pak Dahlan semakin menjadi-jadi ketika saya yang pekerja kantoran ini sangat pemalas dan tahun ini menulisnya sedikiiit sekali! Tidak ada alasan sok sibuk, memang saking malas saja!

Hari ini sepulang kerja mendengarkan podcast Raditya Dika dimana dia juga ternyata menulis tiap hari. Jurnaling istilahnya. Seaneh dan sependek apapun harus tetap ditulis. Lifetime homework istilah dia.

Seketika saya ingat DISWAY. Ingat rasa iri saya pada Pak Dahlan. 

Semoga rasa iri ini berbuah baik. Mencoba menulis lebih konsisten lagi. Sependek dan seajaib apapun, pasti ada cerita yang bisa dibagikan setiap hari.

P.S.

Cerita Pak Dahlan yang cukup terkenal dan dia tulis menjadi sebuah buku adalah perjalanannya menerima donor hati di China akibat kanker hati yang dia derita di tahun 2007. Beberapa tahun kemudian Alm. Kakek saya juga didiagnosa kanker hati. Salah satu tante menyarankan transplantasi hati yang sebaiknya dilakukan di Singapore atau di China. Biayanya sangat besar tentu saja. Tapi anak-anaknya nampak ingin menyanggupi. Usia kakek saat itu tidak lagi muda. Mungkin pertengahan atau akhir 70an, dokter juga menyatakan kalau kemungkinan unttuk transplantasi semakin menipis dengan bertambahnya usia. Untuk case kakek, sangat kecil keberhasilannya.

Saya lalu tanya ke sahabat saya yang saat itu masih dokter umum. Pendapat dia tentang transplantasi hati untuk kakek. Jawabannya tidak akan pernah saya lupa “Kecuali klo setelah sembuh kakekmu bisa jadi Menteri macam Dahlan Iskan, barulah kamu boleh pertimbangkan donor hati itu!”

Yaps, terkesan kejam dan tidak berhati memang. Dan teman saya memang aneh dan terlalu logis. Tapi kalau dipikir sekarang, benar juga sih!

Selamat Hari Senin!

Nusa Dua, 30 Sep 24. 10.50pm

Sunday, September 29, 2024

Pengakuan Dosa: Social Media Doomscrolling

Tadinya mau menulis tentang yang lagi rame di kalangan netizen politik Indonesia, Fufufafa dan wapres yang ga hobi baca itu. Setelah tulis beberapa paragraf dan coba proof read ke beberapa orang kata mereka kali ini offside-nya agak extreem. Jadi sebaiknya di simpan di draft dlu. Baiklah.

Lalu nuncul ide menulis tentang perkara artis Ibu dan anak yang super heboh sampe teriak-teriak itu. Engga beres juga, bukan karena sibuk atau habis ide, tapi karena doomscrolling. Kegiatan un-faedah yang sayangnya menjangkiti manusia modern lintas generasi!

Akhirnya, jadilah tulisan pengakuan dosa ini, tentang doomscrooling. Saya baru tahu kalau kata ini bahkan sudah masuk list Cambridge Dictionary. Look at this:

Source: https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/doomscrolling


Kalau terjemahan bebas ala saya doomscrooling berarti kegiatan membuang-buang waktu yang berlebihan yang dilakukan di ponsel maupun komputer dimana kegiatan utamanya adalah membaca/melihat berita-berita buruk.

Nah bener itu!
Contohnya ya kasus si ibu dan anak artis. Awalnya melihat FYP tiktok, lanjut melihat segala konten terkait dan tidak terkait (termasuk segala parodinya) sampai berjam-jam! Demn! Relevansinya buat saya? Ga ada! Saya tidak punya anak. Hubungan dengan Buk Wir juga waras-waras saja. Tapi terhibur. Curiga apakah saya ini psikopat? 

Tidak hanya berita buruk case-nya kalau di saya. Segala-gala. Mulai dari konten Aganta yang super ajaib. Konten Kak Itwill dan suaminya, sampaiiiiii Jordy Onsu live Tiktok jualan kloningannya snack momogi! (ini sedang dalam proses menimbang, mengingat untuk kemudian memutuskan untuk membeli snacknya)

Kondisinya parah! 
Sambil nulis ini aja saya sambil scroll-scroll Tiktok dan IG :(

Kegiatan un-faedah ini dimulai semenjak ada FYP Tiktok dan Reels IG. Kok ya isinya captivating buat saya. PS: beberapa kali saya lihat post kalau netijen Tiktok IQ-nya paling rendah diantara semua social media platform. Paling tinggi katanya X. Entahlah bener apa ndak, mungkin bener, saya ga punya X! hahaha...

Tadi saya bilang doomscrolling ini menjadi wabah di semua generasi. Pak Wir dan Pak Wir juga termasuk. Mereka main Tiktok dan Youtube. Coba lah tanya Buk Wir, segala benda aneh dia beli di tiktok. Mulai dari tempat simpan telur ayam sampai pembersih kerak kamar mandi yang konon katanya sekali oles langsung bersih tuntas. Beberapa berhasil. Beberapa gagal. Daster 30ribuan gagal, dia pakai beberapa kali tali lengannya putus! Hahaha....

Balik lagi ke saya.
Semenjak adanya media sosial ini, kualitas dan kuantitas saya membaca dan menulis juga jauh berkurang. Sebelumnya setahun saya bisa membaca 60 lebih buku, sekarang beres 40 buku setahun saja sudah ngos-ngosan. Dulu bisa menulis minimal 1 artikel seminggu. Sekarang, 1 artikel sebulan rasanya sudah achievement. Kacau!

Belakangan berusaha mencari cara mengurangi doomscrooling, belum ketemu yang beneran efektif. Cuman kalau untuk menulis yang lumayan berhasil adalah saya nulisnya di warung kopi deket rumah. Sambil ngopi dan makan singkong goreng entah kenapa jadinya lebih fokus. Seperti sekarang, menulis ini ditemani es teh tawar dan kopi panas. Trus di seberang meja ada abang-abang bule kyoot. Khan ga fokus lagi! Ga keganggu sosmed, keganggu lakik! 

Dalam beberapa post dikatakan rentang perhatian (selanjutnya disebut attention span) manusia semakin berkurang tiap tahunnya. Saya sedang membaca jurnal ilmiah tentang pengitungan attention span lintas generasi. Dari penelitiannya (tahun 2023) mereka menemukan kalau secara statistik, attention span beberapa kelompok umur itu seperti ini:

  • Children - anak-anak (7-13 tahun) adalah 26,91 detik
  • Young Adult - awal dewasa (19-32 tahun) adalah 76,24 detik
  • Older Adult - orang tua (56-85 tahun) adalah 67,01 detik

Sumber: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10621754/

Melihat ini, rasanya relates deh dengan keadaan doomscrooling saya. Reels dan Tiktok feed itu rata-rata antara 15-60 detik. Bahkan sengaja konten kreator bikin "Part 2" dst entah untuk alasan menaikkan engagement mereka dengan audience atau karena kesadaran mereka tentang attention span kita yang sangat pendek.

Yang lebih concerning buat saya sebenarnya attention span anak-anak. Hanya 26,91 detik. Kurang dari setengah menit. Tantangan untuk bapak ibu guru jaman sekarang untuk bisa tetap mengajar dan membuat anak-anak ini bisa fokus pada pelajarannya.

Lalu, bagaimana sebaiknya kita menyikapi doomscrooling ini?
Entahlah, saya masih menjadi budak FYP, kadang pulang kerja scrooling, sadar-sadar sudah tengah malam dan bahkan belum mandi dan beberes!

Sekarang mau meniatkan lebih banyak menulis dulu deh.
Mungkin lebih sering nongkrong di warung kopi. Buktinya tulisan ini jadi dalam sekali duduk!
Pencapaian yang lumayan ditengah gempuran FYP Abe, baby Kamari, parodi si padel, dan live tiktok snack momogi KW!

Tell me your story!


 

A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates