Sunday, October 9, 2022

Kenapa Sih Banyak Orang Menyebalkan?

Coba sambil bengong, jawab pertanyaan ini:
- Kenapa sih si Anu nyebelin banget?
- Kenapa ya si Inu tu ga bisa diajak ngobrol? ngeselin deh!
- Apa sih maunya orang ini? Ga bisa diajak kerjasama!

Seberapa sering kita bertemu orang-orang yang menyebalkan ini? Mereka yang menurut kita tidak masuk akal, tidak bisa diajak kerjasama. Mereka yang sepertinya sangat sulit untuk diajak berteman, gimana mau berteman, diajak ngobrol saja susah kan. 

Tidak hanya di tempat kerja, lingkungan pertemanan, bahkan keluarga juga sering. Paling sering malah. Apalagi dalam lingkaran keluarga besar dengan jumlah persepupuan yang tidak terbatas. Akan selalu ada orang-orang menyebalkan ini. Kadang-kadang saya tidak habis pikir, kenapa makin kesini jumlah orang yang menyebalkan ini malah bertambah terus ya. Dulu rasa-ranya dunia adem dan kalem tanpa kehadiran mereka. Sekarang semuanya jadi ribet.

Ada mereka yang suka ngatur, ada yang pemalas. Ada yang suka berdebat, ada juga yang malah selalu mengindari argumentasi sampai bikin heran sendiri. Ada yang tidak ramah, ada juga yang terlalu ramah sampai bikin jengah. Ada yang gampang sekali marah, tetapi ada juga yang terlalu woles sampai bikin gemas! Duh... ada apa dengan mereka? Kenapa rasanya komposisi orang-orang ini agak kurang pas? Engga bisa gitu jadi orang yang biasa-biasa saja? Takarannya kok ga bisa yang normal-normal saja gitu lho.

Ketika bekerja dengan banyak orang disekitar kita, semakin sering harus menghadapi spesies yang nampak menyebalkan ini. Melelahkan kadang-kadang. Dan seringnya membuat kita tidak lagi menikmati hari-hari. 

Sampai akhirnya ada beberapa hal yang saya pertanyakan pada diri sendiri. 

Apakah memang benar orang-orang disekeliling saya banyak yang menyebalkan? Atau jangan-jangan tingkat toleransi saya saja yang sudah jauh berkurang. Ketika kita semakin dewasa semakin banyak standar ideal dan harapan yang kita terapkan dalam hidup. Misalnya, teman adalah mereka yang selalu punya waktu untuk kita. Padahal, belum tentu juga kita selalu punya waktu untuk mereka kan? Pasangan adalah mereka yang selalu mengerti dan memahami kita, tapi kadang kita juga masih sering gagal paham dengan kelakuan mereka. Rekan kerja adalah mereka yang selalu saling mendukung dalam satu tim, tapi terkadang kita juga tenggelam dalam pekerjaan sehingga sekedar menawarkan segelas kopi saja kita lupa kan.

Apa iya orang-orang tidak pernah mengerti kita, atau jangan-jangan kita juga agak terlalu meninggikan diri sehingga susah dipahami. Misalnya harapan-harapan tidak masuk akal kalau orang-orang bisa membaca pikiran kita. Standar tidak masuk akal bahwa mereka memiliki tingkat pemahaman yang sama akan suatu perkara. Atau keinginan tidak logis bahwa setiap orang menilai kejadian dari sudup pandang yang sama.

Sayangnya, dunia yang kita tinggali adalah dunianya makhluk sosial. Kalau makhluk astral, seram. Tidak segala perkara bisa diselesaikan dengan rumus fisika dan hitungan matematika. Like it or not, lingkungan yang kita tinggali adalah areal yang dipenuhi oleh logika perasaan. Bukan logika deret hitung aritmatika yang bisa diselesaikan dengan rumus x,y,z. Rumus hubungan antar manusia ini sayangnya agak lebih ribet dan tidak bisa disederhanakan dengan satu persamaan umum. Semuanya perlu takaran yang berbeda-beda. Tingkat kesabaran dan keikhlasan yang bervariasi.

Ada orang yang dengan mudah kita kategorikan sebagai orang yang menyenangkan, sebagian besar alasannya karena cara berpikir yang mirip. Ada orang yang dari lirikan matanya sudah kita golongkan menyebalkan karena kita terlalu sering melihat stereotype orang-orang menyebalkan dari film dan deskripsi di buku-buku. Mudah sekali untuk tidak bersimpati pada orang, ketika belakangan yang "diajarkan" oleh media sosial adalah pentingnya diri sendiri. Ketika menjadi egois adalah dianggap sebagai sebagian dari bentuk menyayangi diri sendiri. Well who am I to judge.

Ada beberapa buku yang belakangan ini membantu saya untuk lebih berlapang hati saat menghadapi orang-orang disekitar. Dan tidak semena-mena melabeli orang-orang ini menyebalkan. Buku-buku ini membantu saya untuk mengelola harapan agar tidak mudah kecewa, managing my expectations istilah kerennya, memahami bahwa hakikat kemanusiaan adalah perbedaan, menjaga diri agar tidak berbesar kepala tetapi "memperbesar hati" 

Beberapa jurus andalan yang saya ciptakan setelah membaca buku-buku itu:
  • Mulailah hari dengan pemikiran bahwa, dunia ini dipenuhi oleh orang yang menyebalkan. Dan hari kita pasti akan rusak oleh mereka. Jadi jangan berharap muluk-muluk pada orang lain. Sehingga ketika ada sedikit saja kebaikan yang terjadi, itu akan membuat kita cukup bahagia, karena kita melatih diri untuk menghadapi yang terburuk.
  • Tidak ada orang yang mau kalah dalam perdebatan. Semua orang ingin menjadi yang benar dan ingin pendapatnya dihargai. Sayangnya tidak semua orang mau mengakuinya. Dengan menanamkan ini di dalam diri, setiap kali ada dalam perdebatan, niat saya tidak lagi untuk memenangkannya (meskipun kadang-kadang gatal juga ingin ngegas). Niatnya adalah mendengarkan pendapat mereka, lalu mencari cara agar pendapat mereka dan kita entah bagaimana caranya bisa menjadi keputusan yang bisa diterima dan memungkinkan untuk dilakukan.
  • Kesadaran penuh bahwa, mungkin untuk sebagian orang lainnya, kitalah si orang menyebalkan itu! Saat kita bisa dengan mudah misuh-misuh tentang kelakuan orang lain, kelakuan kita belum tentu lebih baik kok. Ada kalanya malah kita yang terlalu mudah terpancing emosi. Sebentar-sebentar sakit hati. Bagaimana kalau kita ubah sedikit persepsinya, kira-kira hal apa yang membuat orang lain sebal dengan kita ya? Dan apa yang kita bisa lakukan untuk mengurangi dampaknya? Nah, kalau jawabannya: ya aku emang gini orangnya, ga bisa aku tu diatur-atur. Ya wis, brati orang lain juga punya hak yang sama untuk mengatakan hal serupa. Iya kan.
  • Di usia sekarang ini, kita tidak bisa mengubah orang lain menjadi seperti yang kita mau. Vice versa, kita juga tidak ingin diubah menjadi orang lain juga kan. Nah, dengan ini saja sudah nampak jelas sebening kristal kalau pada akhirnya kita akan selalu menghadapi perbedaan. Kalau kata penulis legendaris Paulo Coleho: you can't change the wind but you can adjust the sails to reach the destinations. Terjemahan ngarang saya: kita ga bisa mengubah orang lain, yang bisa kita ubah adalah pendekatan kita ke mereka.
  • Tentang bagaimana memperlakukan orang lain, saya percaya dunia ini selayaknya cermin. Lingkungan kita adalah pantulan dari diri kita. Kalau kata bahasa kekiniannya: treat people the way you want to be treated. Perlakukan orang lain seperti kamu ingin diperlakukan. Tapi, kalaupun kita sudah cukup baik rasanya tetapi masih juga ada yang nyebelin, kembali lagi ke ayat pertama: dunia memang dipenuhi oleh orang yang menyebalkan!.

Bukan berarti saya sudah dalam kondisi mental zen juga ya. Semacam biksu yang kalem menghadapi hiruk pikuk dunia. Masih jaauuuuhhhh. Macam cita-cita kawin sama Levison Wood, nyaris mustahil! Hahahaha. Masih konstantly misuh-misuh karena orang menyebalkan. Masih ngomel-ngomel karena merasa banyaknya orang yang tidak bisa dipercaya. Tapi sedikiiit kesadaran dari membaca-baca buku itu membuat saya lebih ikhlas menjumpai orang-orang ajaib disekeliling.

Well, kalau kalian jurusnya apa?

Ini saya spill beberapa buku yang membantu itu ya:












Sunday, September 11, 2022

SDL Series #6 - Tempat Kerja Rasa Neraka, Nyaris Serupa.

Wah, sudah kelamaan tidak menulis seriesnya SDL (Surprisingly Different Life), kalau yang pengen tau cerita sebelumnya, ada di tautan ini: SDL Series #5

Ingat menulis kelanjutan SDL karena saya pernah bekerja dengan beberapa kepribadian yang unik dan menarik. Ada beberapa kawan yang bilang ke saya "Yakin kamu bisa kerja dengan orang kayak dia" atau "Yakin tahan tiap hari harus menghadapi mereka?". Otomais saya membandingkan dengan pengalaman SDL kemarin? Rasanya saya akan baik-baik saja menghadapi rekan kerja yang ajaib.

Lanjutin cerita kemarin si SDL #5, setelah sebulan lebih bekerja, masa bulan madu usai sudah. Busuk-busuknya sudah melai tercium. Busuknya Bos, busuknya rekan kerja, busuknya hidup sendiri jauh dari keluarga. Damn, indahnya Jabal Akhdar tak seindah hari-hari saya. 

Nyaris setiap hari saya bertanya pada diri saya dengan pertanyaan ini "Damn!! Winda why are you doing this to yourself?! Dont you have a perfect life in Bali? And you leave that for this messed up life?! Bodoh!" 

Jadi Gini.

Sebelumnya di tulisan SDL #1 saya sempat cerita kalau Pak Uban, Bos saya di Jabal Akhdar sudah memberi tahu segala hal-hal busuk yang mungkin dan akan saya hadapi ketika bekerja disana. Alasan-alasan kenapa empat orang sebelum saya tidak bisa bertahan. Bahkan mampu bertahan 1 tahun saja sudah merupakan keberhasilan yang harus dirayakan. Tapi ada yang dia lupa ceritakan. Yang paling sulit dari semua tantangan selama bekerja disana sebenarnya adalah dia! Ya, Pak Uban si bos gila!

Setelah mulai kenal dengan orang-orang disana barulah mereka mulai bercerita tentang kelakuan gilanya Pak Uban itu. Beberapa masuk akal, banyak juga yang bikin ga bisa paham lagi maunya apa.

Saya akan ceritakan beberapa hal yang saat itu hampir membuat saya menyerah dan ingin pulang ke rumah, pulang ke Bali.

Pemecatan Karyawan Sepihak
Ketika salah satu hari libur itu tiba, setelah rasanya berminggu-minggu saya bekerja romusha, driver saya, Hamed, menawarkan untuk mengajak saya jalan-jalan ke salah satu wadi (oasis) yang terkenal di Oman, Wadi Bani Khalid namanya. Browsing-browsing, tempatnya indah. Airnya berwarna tosca ditengah bebatuan gersang. Benar-benar seperti oasis di bayangan saya selama ini. 

Wadi Bani Khalid - 2018

Karena jaraknya yang sangat jauh (sekitar 300an kilometer) dan harus ditempuh selama 3-4 jam, kami berangkat pagi-pagi sekali, bersama beberapa teman yang hari itu juga sedang libur. 

Belum separo jalan, handpone saya berdering-dering, panggilan dari assistant saya yang hari itu bekerja. Belum juga mulai liburannya, masalah sudah menghadang. Dari sambungan telpon itu saya tau bahwa Pak Uban baru saja berseteru hebat dengan Kepala Bagian Enginering, sebut saja namanya Luna. Masalahnya, perseteruan itu terjadi di ruang publik, di depan beberapa orang karyawan. Dan berakhir buruk!

Pak Uban dengan penuh emosi berteriak teriak dan memecat Luna. Di depan banyak orang. Luna tidak terima, langsung packing dan membuat laporan ke Dinas Ketenagakerjaan! Semua informasi ini berloncatan dari apa yang disampaikan oleh beberapa orang dalam beberapa sambungan telpon ke saya.

Huuuffft.
Perjalanan yang seharusnya menyenangkan seketika suram. Teman-teman seperjalanan dan Hamed bahkan menyarankan agar kami putar balik dan saya bisa fokus menyelesaikan kasus ini. Mereka sungguh baik, tapi saya tidak mau merusak perjalanan yang jarang-jarang bisa kami lakukan ini. Kami tetap melanjutkan perjalanan, meskipun selama perjalanan tidak sekalipun saya menikmatinya. Karena handphone tidak pernah berhenti berdering. Semua orang mencari saya. Luna, Pak Uban, Bu Bos kantor pusat di Singapore (ternyata selain ke dinas tenaga kerja, Luna juga melapor ke kantor pusat), Kepala Bagian yang lain yang Kepo dan khawatir dengan kondisi ini.

Bahkan setelah sampai di Wadi Bani Khalid urusan ini belum juga selesai. Pak Uban, marah-marah ke saya pula. Kenapa harus libur di hari itu. Bukannya kembali ke kantor, kenapa malah tetap ambil libur. Tidak bertanggung jawab! Wahai Tuhan yang Maha Melihat, kenapa kau timpakan cobaan ini pada saya.

Tentu saja saya tidak terima, dalam telpon-telpon tanpa henti itu, akhirnya saya akhiri dengan "Pak Uban, you create this situation! You are the one who can't control your anger, and now we are all in this shit because of you! So, stop blaming me for your own fault! This is not acceptable!" (Pak Uban, ini semua gara-gara kamu! Kamu yang tidak bisa mengendalikan kemarahan, dan sekarang kita semua dalam masalah gara-gara kamu! Jadi, berhenti menyalahkan saya untuk semua kesalahannya! Saya tidak terima.)

Liburan saya kacau sepenuhnya.
Jangankan berenang, sekedar duduk menikmati indahnya wadi saja tidak sempat. Perjalanan PP hampir 8 jam itu dipenuhi dengan urusan pemecatan karyawan sepihak yang dilakukan oleh Pak Uban dan ujung-ujungnya saya yang harus membereskan semua hingga berkali-kali berurusan ke Dinas Ketenagakerjaan dan sejumlah uang ganti rugi harus dibayarkan.

Ternyata tetap punya foto keren

Tambal Sulam Pesta Tahunan Karyawan
Selesai keramaian akhir tahun, kami rencananya menggelar pesta syukuran untuk karyawan karena tahun sebelumnya berjalan baik dan secara bisnis hotel kami menghasilkan keuntungan yang cukup banyak. Semacam ucapan terimakasih untuk kerja keras semua orang.

Berdua dengan Joy kami menyusun rencana anggaran dan juga konsep acaranya. Di kepala saya sudah dipenuhi ide-ide hal-hal seru apa saja yang akan kami lakukan. Berkali-kali Joy mengingatkan saya "Madam, jangan banyak-banyak keluar uangnya, nanti Pak Uban marah" saya yakinkan ke Joy, pengeluaran yang saya ajukan hanya 2/3 dari pengeluaran saya biasanya kalau mengadakan staff party di Bali. Tetap saja Joy tidak yakin dengan saya.

Pengajuan pertama, seperti perkiraan Joy, tidak sedikitpun Pak Uban mendengarkan penjelasan kami. Begitu melihat angka akhirnya, jawabannya sudah langsung "No, ngapain kamu hambur-hamburkan uang seperti itu!"

Saya tidak menyerah, revisi dilakukan, berkurang hampir 1/3 biaya dapat saya kurangi. Bisa ditebak kan reaksi Pak Uban "If you always come up with this wasting of money proposal, no staff party or any celebration allowed until next year!" (Kalau kamu tetap kembali dengan proposal buang-buang uang ini, tidak akan ada pesta atau perayaan apapun sampai tahun depan!). Saya sakit hati! Beneran deh, itu sudah hanya 1/2 dari pengeluaran saya untuk staff party biasanya di Bali. Dengan hitungan biaya-biaya di Bali jauh lebih murah daripada di Oman kan?! Itupun sebagian besar uangnya dialokasikan untuk makanan dan untuk doorprize karyawan.

Entah karena saya memang gigih, atau karena kesal dengan kelakuan Pak Uban, saya belum menyerah. Saya menghubungi beberapa hotel lain di Oman, dan menanyakan apa yang mereka lakukan. Saya bandingkan jumlah karwayan, jumlah kamar dan juga jenis staff party yang biasanya mereka lakukan. Hasilnya, tentu saja biaya yang saya ajukan ke Pak Uban jauuuuhhh di bawah pengeluaran hotel-hotel lainnya. Bahkan nyaris 1/5 saja! Dengan data-data itu, saya nekat mengkonfrontasi Pak Uban.

Hasil akhirnya, dia setuju tetapi dengan:
- biaya dipotong hampir setengahnya dari angka proposal terakhir
- pesta hanya boleh sampai jam 8 malam (damn! Ultah anak balita saja selesai lebih malam dari ini!)
- tidak boleh pasang lampu-lampu dan dekorasi berlebihan, tidak boleh musik-musik berlebihan, intinya tidak boleh senang-senang!

Saya nyaris menangis ketika itu. Pesta macam apa yang saya punya?

Bersyukur saya punya Joy dan tim kami di HRD, karena sudah hapal tabiat Pak Uban rupanya mereka tidak pernah membuang segala dekorasi dan pernak pernik dari pesta-pesta sebelumnya. Termasuk kertas warna warni, topi-topi hiasan, balon, rumbai-rumbai, segalanya berumur 2 tahun ++!! Jadilah dekorasi semuanya dari barang-barang reuse! Termasuk pengisi acara, kong kali kong dengan tim FO, saya mintra tolong pemain musik yang biasa main untuk tamu boleh main di acara karyawan dengan catatan dia besok-besok boleh makan sepuasnya di kantin karyawan. Yang biasanya jatah hanya 1 kali sekali pentas. Hahahaha....

Sementara untuk makanan, selama 3 minggu sebelum pesta, kami semua sepakat hemat-hemat makanan di kantin sehingga daging-daging bisa kami simpan, minimal 2-3 kilo per hari, jadi bisa kami gunakan saat pesta nanti. Sudah macam ibu rumah tangga hemat-hemat uang dapur gitu!

Yakin kalau acaranya akhirnya akan berjalan lancar, kami semua gembira.

Tapi memang, derita dunia tiada akhir, tentulah hal-hal manis dan happy ending hanya ada di disney movie. Hari H tiba. Acara berjalan lancar dan meriah, biarpun dengan segala tambal sulam. Semuanya bergembira. Pak Uban tidak peduli dan tidak muncul, kami tidak peduli. Sampai jam menunjukkan pukul 7.30. Anak-anak mulai berhenti menari, mereka ketakutan. Karena ultimatum Pak Uban, jam 8 semua harus bubar. 

Sedih sekali melihat mereka yang belum juga sempat bersenang-senang. Makanan juga belum habis. Saya putuskan untuk memberi mereka tambahan waktu sampai pukul 9.30 malam. Mereka tidak percaya begitu saja. Bolak balik memastikan. Sampai akhirnya setelah saya yakinkan kalau saya akan ambil resikonya, mereka kegirangan dan acara dilanjutkan.

Jam 7.50-an Pak Uban Muncul. Dengan muka merah menahan marah memanggil saya keluar dari ruangan. Benar saja, kemarahannya meledak! Berteriak-teriak kepada saya "Are you deaf! You cant speak english!? I told you clearly 8pm max! What are you trying to do? againts me? showing your power? YOU ARE USELESS!" (Apakah kamu tuli? Kamu tidak bisa bahasa Inggris?! Jelas jelas saya bilang hanya sampai jam 8 malam! Apa yang kamu lakukan? Melawan saya? Mau sok berkuasa? Kamu tidak berguna).

Saya menangis.
Joy dan beberapa karyawan menyaksikan kejadian itu dan mereka ikut sedih. Tetapi saya memaksa mereka untuk kembali kedalam perayaan. Saya ingat waktu itu saya bilang "Jangan sampai sia-sia saya dimaki-maki ini" 

Persiapan pesta "tambal sulam" - tetap ceria


Ban Mobil Pembawa Petaka
Department saya punya beberapa kendaraan untuk keperluan logistik karyawan. Termasuk 2 unit minibus. Minibus ini juga dibuat custom agar tetap aman dan nyaman digunakan di pegunungan. Karena di Oman unitnya terbatas (selain kami, Kementrian Pertahanan yang punya basecamp di gunung juga menggunakan kendaraan ini), tentu saja tidak semua bengkel punya spare part. Harus ke bengkel resmi. Bahkan kadang di bengkel resmi juga spare partnya masih harus menunggu dikirim entah dari Dubai atau dari tempat lainnya. Inilah yang selalu menjadi perkara. Kalau mobil sudah masuk bengkel, pasti akan lama "sembuhnya" sebelum bisa dipakai lagi.

Kala itu, salah satu minibus tidak bisa dipergunakan karena kedua ban belakang sudah gundul. Proses pembelian ban baru sudah dilakukan, pembayaran juga sudah, hanya menunggu si ban baru datang dan dipasang. Apparently stok ban yang cocok tidak ada lagi. Jadi menunggu harus lebih lama.

Malam itu saya bertugas MOD (Manager on Duty) dan sedang membantu tim di restaurant yang sedang ramai tamu makan malam. Tiba-tiba Pak Uban datang dengan tergesa-gera mencari saya. Saya hampiri dia di depan restaurant, lalu tanpa tedeng aling-aling dia langsung marah besar dengan suara cukup keras yang bisa didengarkan oleh karyawan lain yang seliweran disana dan topik kemarahannya adalah ban gundul!

Dia sampai memaki-maki dan bilang bahwa saya tidak becus kerja, membahayakan nyawa karyawan, membahayakan reputasi perusahaan, dan bla bla bla. Kalimat marah-marahnya kurang lebih "You about to kill all my employee!! You are useless!! You know nothing about your job!" (Kamu nyaris membunuh semua karyawanku!! Kamu tidak berguna!! Kamu tidak becus bekerja!). Lebay kan?

Tentu saya tidak terima, saya coba jelaskan bahwa mobil itu memang sementara tidak digunakan, karena menunggu ban baru dikirim. Bahwa saat ini di dealer tidak punya cadangan ban itu, dan fakta bahwa dia sudah tau semua hal itu karena dia sendiri yang menyetujui permintaan pembelian ban mobil baru, kok ya dilalah marah-marah macam kesambet jin! (coba bayangkan film Harry Potter and The Goblet of Fire saat Dumbledore melihat namanya Harry keluar dari Goblet of fire, nah begitu persis kejadiannya)

Bukannya menenangkan diri dan bicara baik-baik, Pak Uban Gila tambah ngegas dan marah-marah sampai bilang "Kamu benar-benar tidak berguna. Lebih baik aku tidak punya karyawan seperti kamu!"

Saat itu saya sudah tidak bisa lagi menahan diri. Saya tinggalkan pekerjaan, lalu menangis sejadi-jadinya di kantor. Malam itu juga saya telpon mantan bos di Bali, Pak Londo, dan bilang ke dia sambil sesenggukan "I can't work with this crazy old man anymore! No, enough is enough! I will take first flight tomorrow to go to Bali! I have nothing to lose, my parents still can feed me 3 times a day! I dont give a damn about this company anymore!" (Saya ga sanggup lagi kerja sama orang tua gila ini! Sudah Cukup ya! Saya akan pulang ke Bali dengan pesawat pertama besok! Saya tidak kehilangan apapun, orang tua saya di rumah masih sanggup kasi saya makan 3 kali sehari! Saya tidak peduli lagi dengan perusahaan ini

Di titik ini saya sudah menangis sampai ingus kemana-mana. Dan jawaban Pak Londo-lah yang akhirnya menenangkan dan membuat kuat. Ada beberapa hal yang dia sampaikan saat itu, kurang lebih
Winda, you are stronger than this. We both know that. That's why we trust you. If this is not good for you, I will not send you there. If I know you are not that strong, I will not put my reputation on the line to propose to them. You know what, you should learn from them. Get as much as possible from them on how to be tough under challenging situations. Watch & Learn. But always remember to be yourself, do not let them change you" (Winda kamu jauh lebih kuat daripada ini. Kita berdua tau itu. Itulah kenapa saya percaya kamu. Kalau ini tidak bagus untukmu, saya tidak akan kirim kamu kesana. Kalau saya tau kamu tidak sekuat ini, saya tidak akan mempertaruhkan reputasi saya untuk mengajukan kamu kesana. Kamu harus belajar banyak dari mereka. Sebanyak mungkin, untuk bisa tetap bertahan disituasi yang sulit. Lihat dan Pelajari. Tapi selalu ingat untuk menjadi dirimu sendiri, jangan biarkan mereka mengubahmu)

Banyak sekali kejadian-kejadian serupa. Besar, kecil, sedang. Melibatkan Pak Uban marah-marah, karyawan yang ketakutan, saya yang melawan, Pak Uban tambah marah, saya yang tambah frustasi. Dan ini semua terjadi hampir setiap hari. Selama tiga bulan pertama bekerja. Berangkat kerja sudah semacam berangkat ke neraka. Tiga bulan yang menyiksa itu, saya turun berat badan nyaris 10 kilo! Tiga bulan paling buruk dalam hidup.
 
Yang menjadi pegangan saya hanyalah kata-kata Pak Londo. Masa belum saya sudah menyerah? Bagaimana dengan reputasi saya nantinya? Kalau pulang nanti kerja apa? Sekolah adik-adik beasiswa bagaimana? Pilihan saya hanya satu, bertahan, lanjut bekerja.

Entah karena Pak Londo memang pintar ngomongnya atau saya sudah terlalu gampang percaya sama doktrin-doktrin dia, pada akhirnya saya memutuskan untuk mencoba bertahan. Lanjut bekerja di atas pegunungan Jabal Akhdar, di bawah kepemimpinan Pak Uban Gila. Saya bilang ke Pak Londo "Asal kamu tau ya Pak, saya memutuskan tetap bekerja sebaik-baiknya karena saya menghormatimu dan melakukan ini hanya karena permintaanmu"

Dan begitulah, cerita absurd di atas gunung yang seharusnya berakhir malam bulan February itu, berlanjut.

Lalu bagaimana dalam dunia penuh siksa itu saya bisa bertahan.
Minggu depan lanjut SDL lagi yaaa


Sunday, August 14, 2022

Pengen Jadi Kamu. Eh, Pengen Ga Ya?

"Enak ya jadi kamu Win, kerja kantoran, tiap weekend libur."
"Seneng kayaknya jadi HR, kerjanya di dalam kantor, duduk nyaman dan ber-AC"
"Pengen deh kayak kamu, engga punya tanggungan jadi bisa bebas nikmatin hidup"
"Coba aku ga punya anak, bisa deh banyak-banyak traveling kayak kamu" 

Dan masih banyak komentar-komentar random lainnya yang saya dengar belakangan ini. Oh dan satu yang paling random (21++ only) gini "enak kali ya punya pacar Arab, tititnya pasti gede." sumpah ini beneran dan lumayan sering. Terutama dari mamak-mamak kepo. Ini termasuk komentar seksis ga sih?

Hari ini (mungkin karena agak gabut) saya banyak memikirkan komentar-komentar itu. Well, sepertinya pencitraan saya lumayan berhasil. Buktinya image yang diterima oleh teman-teman adalah - hidupnya Winda enak banget. Yah, memang lumayan enak sih. I mean, sekarang saya lumayan bisa menikmati. Sebenarnya sangat menikmati. Rasanya hidup saya belakangan baik-baik saja.

Pertanyaannya adalah, yakin mau jadi Winda? Mungkin apa yang saya bagikan di media sosial ya memang bagian yang bagus-bagusnya saja. Masa iya busuk-busuknya ditunjukkan juga? Tuhan saja berusaha menutupi aib umatnya, ya masa iya kita umbar aib sendiri?

Saya juga sering kok ingin menjadi orang lain. Mereka yang nampaknya lebih menyenangkan hidupnya.

Suatu kali pernah pengen seperti kawan sma Mbak Gemoy yang pacarnya bule, soalnya kayaknya klo pacaran sama bule ga ribet sama urusan keluarga macam kita yang Asia. Tapi mau gimana, jatahnya ketemu si Arab. Ga bisa tukar tambah dong ya.

Pernah pengen punya orang tua kaya raya dengan warisan kebun cengkeh berhektar-hektar, jadi tidak perlu cemas menabung untuk hari tua, tinggal menikmati hasil kebun. Tapi kan tidak bisa memilih lahir dari orang tua mana ya. Kalau boleh milih mah, minta biar jadi Rafatar aja. Tapi setelah dilihat-lihat Pak Wir dan Bu Wir sih lumayan juga jadi orang tua. Biarpun engga kaya raya mereka sangat terbuka. Engga ribet anak-anaknya belum pada menikah, pacaran dengan berbagai macam ras, suku, agama, dan budaya. Amalan pancasila banget di rumah.

Pernah juga ingin seperti teman lain yang suaminya pejabat pemerintah. Sepertinya menyenangkan jadi ibu pejabat. Engga usah kerja ngejar karir (padahalnya yg kita kejar kan duit ya, bukan karir). Tapi kan orang engga baru kerja udah langsung jadi pejabat (kecuali kalian anak atau mantu jendral dan presiden. Ehh...) mereka pasti saling mendukung dari belum jadi orang. Sekarang pas sudah enak saja kita baru iri. Kemarin-kemarin kemana aja pas mereka susah. Engga lihat.

Pengen juga bisa traveling gratisan tanpa keluar duit dan mengais cuti macam para travel blogger itu. Rasanya living the dream banget ga sih bisa ke banyak negara, ambil foto-foto dengan filter cantik, bikin reels estetik, IGS lucu dan menarik, tanpa harus bangkrut dan pailit. Sampai akhirnya kenal sama beberapa influencer ini, yah selama jalan-jalan itu mereka harus mikir konsep, program, caption,dan segala-gala. Belum lagi tanggung jawab statistik engagement sosmed dan angka-angka ke sponsor. Mana systemnya barter pula, engga di bayar. Tabungan ga bisa ditambah dengan barter bund. Namanya kerja dimana-mana berat ternyata.

Bahkan pernah iri dengan teman yang dapat beasiswa LPDP ke Luar Negeri. Nampak sangat keren dan intelek kuliahnya di Sorbone, atau di Harvard, atau di Oxford. Kayak instantly menjadi golongan manusia terhormat. Apalagi bisa kaya Maudy Ayunda yang LPDP plus plus. Plus dapat suami Oppa, plus pulang-pulang dah jadi Jubir presiden untuk G20. Mbak kantoran ini mengiler. Lalu sadar kemampuan (atau lebih ke ketidakmampuan diri) yang kalaupun lolos LPDP takutnya di DO karena agak lambat otaknya dan akhirnya menjadi beban wajib pajak yang budiman.

Kalau mau membandingkan hidup sendiri dengan orang lain memang tidak akan pernah ada habisnya.  Dan sayangnya hidup mereka entah kenapa selalu terlihat lebih indah. Sekarang baru paham kenapa pepatah "Rumput Tetangga Selalu Terlihat Lebih Hijau" sudah diajarkan sejak jaman SD. Karena baru terasa iri dengkinya ya setelah gede ini.

Memang lebih mudah mengeluh daripada bersyukur. Lebih mudah melihat kekurangan-kekurangan yang nampak besar daripada mensyukuri kebahagiaan-kebahagiaan kecil dalam hidup. 

Winda juga pengen menikah, sesekali agak sedikit pengen punya anak, pengen ke sangat banyak negara, pengen beli semua illustrated booknya Harry Potter, beli batu-batu permata biar macam Thanos, dan punya kebun durian berhektar-hektar. Winda juga terkadang ingin menjadi orang lain. Berkhayal seaindainya keputusan-keputusan berbeda diambil dulunya. Semua orang pernah seperti Winda.

Sekarang jauh lebih jarang menghayal demikian. Menyadari ketika menginginkan menjadi orang lain rasanya melelahkan. Membuat semakin tidak sayang diri sendiri. Hidup yang sebenarnya biasa saja menjadi malah penuh beban berat. Jadi memutuskan menikmati saja.

Menikmati menjadi mbak-mbak Bali umur 34 belum menikah dan belum punya anak, pacaran LDR, applikasi KPR masih ditolak, kemana-mana naik motor karena engga punya mobil, weekend lebih banyak sendiri karena jumlah teman yang sangat terbatas, gaji bulanan dibagi-bagi untuk bayar hutang juga. 

Hidup itu memang harus ada masalah.
Kalau terlalu baik-baik saja nantai malah curiga, ini masih hidup atau sudah mati.
Nia Ramadhani aja pernah masuk penjara. Bersukurlah kita masih cukup bayar cicilan koperasi tiap bulan.

Photo by dominik hofbauer on Unsplash



Sunday, July 24, 2022

Dari TikTok sampai Linkedin, Apa Sosial Media Kecintaanmu?

Beberapa hari lalu saya dengar di radio kalau generation Z tidak menggunakan google sebagai search engine mereka. Mengejutkan (tidak terlalu sebenarnya) mereka lebih memilih mencari informasi apapun lewat TikTok atau Instagram. Karena kepo, saya googling berita selengkapnya (yaps, I am obviously not gen Z). Ketemulah artikel ini: CNBC: Gen Z Prefers TikTok

Yang bilang juga bukan orang/lembaga abal-abal, tetapi salah satu SVP Google di acara Fortune Magazine. Ga kaleng-kaleng. Kata dia 40% Gen Z meninggalkan Google. Mereka lebih pilih TikTok dan Instagram untuk segala hal. Mulai dari cari apartment sampai cari celana dalem. Cari berita update artis terkenal sampai cari cerita-cerita nakal!

Perubahan ini pastinya membuat petingginya google ketar ketir dong. Selama 20 tahun terakhir, posisi Google mendominasi dunia seach engine. Bahkan tahun lalu, 2021, market share Google adalah antara 86% - 92% dari seluruh pengguna internet dunia. Statistiknya ada disini: Google Statistic & Facts

Beberapa brand training yang pernah saya ikuti selalu menggunakan Google sebagai contoh brand yang paling digdaya. Selain karena besar market share yang nyaris menyerupai monopoli, juga karena kesadaran manusia tentang mereka. Saya ingat sekali salah satu trainer bilang kalau sampai brand kamu dari "kata benda" berubah menjadi "kata kerja" baru dah boleh ngaku sakti. Dan Google mencapai kesaktian itu. Pasti sering bilang "Ntar aku googling dlu" atau "kalau belum ketemu, googling aja". Wajar kan kalau sekarang dia ketar-ketir dikalahkan platform joget-joget asal cina yang dibuat terkenal di Indonesia oleh Bowo Alpenliebe, yang konon katanya skrng malah di blokir sama TikTok (duh, ngelantur lagi dah si winda ini)

Tidak hanya gen Z, orang-orang tua juga kecanduan TikTok. Contoh nyata ya Ibu dan Bapak saya. Di usia pensiunnya, mereka "diasuh" sosial media. Tidak jarang kalau ngobrol mereka akan bilang "Menurut dokter anu di TikToknya" atau "Di TikTok katanya polisi diminta bikin tim khusus kak". Ibu beli produk dapur aneh-aneh ya dari TikTok shop juga. 

Dalam dunia karyawan swasta, kami masih rajin juga main Linkedin. Bahkan BG yang tidak main sosmed sama sekali lumayan aktif di Linkedin. Adik saya si Esa juga akan segera pindah kantor karena ditawarin orang lewat Linkedin. Pun saya sendiri, sering kali harus "window shopping" di Linkedin untuk mencari calon teman kerja yang cocok. Kalian juga ga sih?

Termasuk di bidang pekerjaan saya. Mbak-mbak admin ini harus bisa keep up dengan pesatnya perubahan yang disebabkan oleh sosial media terutama TikTok dan Instagram. Beberapa tahun belakangan ini saya "dipaksa" untuk sedikit paham dengan dunia per-konten-an. Tidak pernah sebelumnya kami harus merekrut Content Creator Executive, atau Digital Marketing Specialist. Kadang saya bingung juga, ini kriterianya apa sih sebenarnya. Harus punya banyak follower kah? Harus bisa ambil foto-foto estetik? Atau paham statistik? Kalau cari Teknisi AC, atau SPA Therapist masih lebih paham. 

Tapi pasarnya memang sudah berubah. Sama seperti Google yang pelan-pelan digeser oleh TikTok dan Instagram. Begitu juga urusan liburan. Sebelum pandemi kalau mau cari-cari hotel saya masih rajin cek komen dan rating hotelnya di TripAdvisor. Sekarang yang paling pertama dilihat adalah foto-fotonya di Instagram. Mau tanya apapun, malas tulis email ke reservasinya, mending langsung DM di IG. Lebih mudah, dan tidak usah formal-formal. Tidak hanya menginap di hotel. Nyaris segalanya! Cari info vaksin saja lebih baik cek langsung IG account puskesmasnya, lebih update!

Dunia memang berubah drastis. Segalanya mau yang instant. Ketika segala hal dapat dikemas dalam video singkat reels/tiktok dengan durasi 15 - 60 detik siapa yang peduli dengan membaca berlembar-lembar berita di koran pagi. Ketika intisari sebuah buku dapat dirangkum hanya dalam 30 detik video siapa yang mau repot-repot membaca buku management seperti jaman dulu. Dan ketika perjalanan hidup orang bisa dilihat dari foto-foto mereka di instagram, siapa yang mau susah payah membaca artikel atau blog.

Trus ngapain saya menulis blog? Hhmm, menarik. 2-3 tahun belakangan ini pembaca blog menurun super drastis! Nyaris 80%! Hahaha, saya tetap menulis biar otak tetap waras saja. Dan saya tahu persis para pembaca yang hanya tinggal segelintir itu adalah para Nerd kecintaan saya! Love you nerdies! 

Se-Nerd apapun kamu, rasanya susah untuk "melarikan diri" dari pesona Sosial Media. Mulai dari Facebook (nenek saya umur 75++ cukup aktif di FB), Twitter, Instagram, TikTok, sampai Linkedin. Entah menjadi pemeriah yang sering membuat post atau story, atau sekedar menjadi penonton, I believe you are part of this new era. So Apa Sosial Media Kecintaanmu?

Photo by Nathan Dumlao on Unsplash



Sunday, July 10, 2022

Self Note #1 : Bos Ideal? Memangnya Ada?

Setelah 10++ tahun menjadi mbak-mbak kantoran alias corporate slave, saya mengalami beberapa kali gonta ganti perusahaan. Dan tentu saja gonti ganti bos juga. Karena kalau tentang perusahaanya, rata-rata ya mirip. Dalam bidang pekerjaan ini, syukurnya hampir selalu bekerja dengan perusahaan yang cukup taat peraturan. Kalaupun ada nyeleneh dikit, masih bisa dibicarakan baik-baik.

Nah, urusan Bos-nya lain lagi. Berbagai macam jenis yang pernah saya temui. Mulai dari yang bikin adem, sampai yang bikin anyep, asem dan geram! Di industri kerja saat ini ada berbagai sebutan untuk para bos: Atasan, Bos, Leader, Manager, Supervisor, Director. Pokoknya you know what I mean kan ya.

Saat baru lulus kuliah, masih naif, berpikirnya bahwa para atasan ini adalah manusia super yang akan berprilaku ideal selayaknya yang dititahkan buku-buku management itu. Lalu begitu masuk tempat kerja, ketemu atasan berbagai bentuk dan rupa. Ada yang lumayan mendekati deskripsi di pelajaran, ada juga yang bikin geleng-geleng kepala saking herannya kok bisa mereka dapat posisi tinggi itu. Beberapa kali kecewa, kenapa kok ga sesuai dengan pelajaran pas kuliah. Lalu diktat-diktat management dan leadership itu disusun berdasarkan standar idealnya siapa dong?

Sampai akhirnya beberapa tahun lalu saya sadar, ada hal yang lupa dituliskan dalam diktat-diktat kuliah management dan leadership itu. Bahwa para atasan ini juga manusia. Manusia biasa. Bukan superhero, bukan genius yang terpapar sinar gamma, bukan dewa-dewa dari Asgard. Ya, mereka manusia, sama seperti kita semua.

Tahun 2017 tepatnya, ketika saya bertemu bos terburuk sekaligus terbaik yang pernah saya kenal. Sebut saja namanya Pak Uban. Dia adalah General Manager (GM) di perusahaan saat itu. GM ini adalah pimpinan tertinggi di kantor. Dia biasanya langsung berurusan dengan kantor pusat dan pemilik perusahaan.
Terburuk karena tempramennya yang meledak-ledak. Tidak bisa diprediksi, macam cuaca pancaroba. Sebentar-sebentar hujan badai, tiba-tiba panas terik, lalu sesekali yang bisa dihitung jari bisa juga adem dan teduh. Pak Uban adalah tipe bos yang akan berteriak-teriak dan mencaci maki karyawan hanya karena kesalahan-kesalahan sepele. Morning briefing rasanya seperti neraka karena kami selalu menunggu kapan Pak Uban akan meledak marah dan salah satu dari kami menjadi korbannya. Suasana di tempat kerja rasanya seperti medan perang! 

Keadaannya memang seburuk itu. Paling parah yang saya pernah dimaki-maki di depan restaurant yang penuh tamu gara-gara ban mobil yang terlambat diganti (saya bukan montir by the way). Pernah juga dia berteriak-teriak mengatakan kalau saya dipecat di hadapan 20an orang karyawan yang sedang berkumpul di kantor. Kejadian berteriak-teriak dan keluar kata-kata pemecatan ini tidak hanya terjadi sekali. Berkali-kali, seminggu bisa terjadi berulang kali.

Hanya 3 bulan, saya nyaris menyerah. Jaman itu belum banyak orang pakai istilah self love, tapi itu yang saya mau. Gimana mau self love kalau tiap hari bawaannya tertekan lahir bathin. Saat itu keadaannya berat, punya bos gila, berkantor di desa terpencil di pegunungan Oman, jauh dari keluarga, jauh dari dunia. Separah saya sampai harus konsultasi ke psikolog!

Nyaris menyerah, tetapi belum. Bagaimana bos amburadul ini di saat yang bersamaan bisa saya beri lebel bos terbaik juga? Yaps, situasi saat ini memang sayanya mentally agak labil dan memutuskan bertahan. Tapi dengan strategi baru, saya datangi Pak Uban, takut dan gemetar, tapi saya masih ingat yang saya ucapkan saat itu, begini kira-kira "Kalau kamu memang tidak suka dengan saya, lebih baik kamu pecat saya secara formal. Jangan berteriak dan memaki, cukup buatkan surat pemecatan resmi. Maka saya akan pergi. Tetapi kalau kamu masih mau saya bekerja disini, tolong bantu saya untuk bisa percaya dengan kamu. Karena tidak ada orang lain yang bisa saya percayai lagi selain kamu"

Percaya atau tidak, keajaiban sepertinya memang ada. Semenjak saat itu hubungan kami berubah. Dia tetap menjadi Pak Uban yang menyebalkan dan suka berteriak-terian, tetapi kami mulai berteman dengan cara yang aneh. Mungkin seperti para pembully pada umumnya, mereka kaget ketika kita melawan. 

Awalnya, dia sering datang dan sekedar bercerita tentang anak-anaknya di sekolah. Tentang istrinya yang sedang les bahasa Arab, atau sesekali tentang film-film yang disukainya. Dari sana saya agak tersadar, oh iya, bapak ini juga punya kehidupan di luar pekerjaannya. Punya keluarga yang dicintai. Punya lagu yang penuh memori, hobi yang membuatnya bersemangat. Saya sepenuhnya lupa! Mungkin saja dia tidak punya teman cerita. Pasti juga berat buat dia tinggal di pegunungan terpencil ini tanpa teman untuk berbagi. Bertemu dengan keluarga hanya sesekali, belum lagi tekanan bisnis yang pasti tidak mudah. Paling lucu ternyata beberapa kali niat dia awalnya hanya bercanda, tapi kami sudah gemetar ketakutan, sehingga kami menganggap dia marah betulan. Ya gimana mau paham, jokes-nya suka aneh. Sampai akhirnya dia print-kan beberapa jokes nyleneh orang British, jadi bisa lebih nyambung!

Lebih mudah memang kalau mau saklek dan bilang, ya kan jadi GM gajinya setinggi langit, resiko dia kalau beban kerja makin tinggi. Bukan berarti bisa semena-mena juga. Benar sekali! Memang pilihannya lebih baik pergi dari manusia macam ini. Sayangnya saat itu saya tidak punya kemewahan untuk memilih pergi. Pilihannya hanya bertahan, dan saat itu saya bisa bertahan karena saya melihatnya bukan hanya sebagai atasan, tetapi sebagai manusia. Mencoba mengerti bahwa dia tidak punya teman cerita. Salah satu bos terdahulu saya pernah bilang kalau posisi GM ini adalah posisi yang agak kesepian. Karena agak susah untuk benar-benar berteman di kantor. Tidak ada rekan sekerja, semua bawahan kan. Pemikiran ini membuat hidup lebih mudah, lebih legowo.

Ya memang, dia masih suka datang marah-marah dan membuat saya menangis karena kesal. Tapi di saat yang sama dia membantu saya menyembuhkan patah hati karena putus cinta. Mengijinkan saya mengambil libur untuk menenangkan diri. Disaat yang sama, dia juga yang mengajarkan saya tentang membangun hubungan baik dengan owner, kreatifitas dalam mengembangkan ide-ide di tempat kerja, memberi kesempatan untuk memahami operasional perusahaan tidak hanya di department sendiri tetapi semua department lain. Hal yang sebelumnya tidak pernah saya lakukan. Setelah bertahan 2 tahun bekerja dengan Pak Uban, rasanya saya jauh lebih percaya diri. Karena lebih paham seluk beluk operasional.

Meski aneh begitu Pak Uban juga akhirnya benar-benar menjadi satu-satunya orang yang bisa saya percaya dengan segala cerita. Termasuk urusan personal. Ketika bekerja di negeri antah berantah itu, ketenangan urusan personal sangat mempengaruhi mood kerja. Suatu ketika, saat saya tak lagi percaya cinta saya pernah bilang ke Pak Uban "I dont like falling in love, it makes me stupid" Jawaban pak uban manis banget "No winda, falling in love makes you human" kan meleyooottt. 

Lalu apa yang membuat saya bertahan menghadapi Pak Uban? Karena ketika saya menyerah, ada orang yang menyemangati saya untuk tetap bertahan. Yang meyakinkan saya kalau saya bisa menghadapi Pak Uban, maka saya bisa menghadapi mungkin siapapun. Dan yang menyemangati ini adalah mantan atasan saya sebelumnya. Sebut saja namanya Pak Londo. Kata dia saat itu yang selalu saya bawa kemanapun pergi "watch and learn Winda, but dont let them change who you really are"

Pak Londo saya masukkan dalam kategori best of ter-the best pokoknya. Mungkin bisa masuk kategori leader idaman sesuai diktat-diktat perkuliahan leadership itu. Meski demikian, ada juga yang menganggap Pak Londo tidak cukup baik menjadi atasan. Beberapa yang saya dengar adalah dia sangat kaku dan saklek saat menegakkan peraturan. Kurang manusiawi terkadang. Ada juga yang bilang semenjak dia mendapat promosi ke posisi yang lebih tinggi, dia banyak berubah. Semacam tidak lagi se-friendly dan se-luwes dulu.

Itu membuat saya sangat berhati-hati saat berurusan dengan Pak Londo. Tapi lagi-lagi ada kejadian yang mengingatkan saya bahwa pada akhirnya para atasan, bahkan bos besar ini juga manusia biasa. Saya sadarnya ketika beberapa kali saat kepo siapa yang melihat story IG receh saya, ternyata ada account Pak Londo juga. Walahi, Pak Bos main sosmed juga toh. 

Kata-katanya yang tidak akan pernah saya lupa itu begini, dan ini agak sulit saya terjemahkan "Be bold Winda. That's only how people will notice and remember you" Agak susah awalnya. Tetapi Pak Londo memang memberikan saya banyak sekali kesempatan untuk menjadi berani dan sesekali mengambil keputusan-keputusan nekat! Termasuk dalam kehidupan pribadi. Pak Londo salah satu orang yang duluuuu sekali meragukan keputusan saya yang hampir menikah, dan ternyata memang hubungan itu tidak berhasil. Saat sangat terpuruk dan merasa bersalah karena sedikit bahagia dia juga yang mengingatkan "kalau itu membuat kamu bahagia, mungkin hal itu tidak terlalu buruk juga"

Pernah sekali waktu saya mengecewakan beliau urusan pekerjaan. Tapi dia tetap baik. Tetap mau berurusan dengan saya seperti teman lama. Membantu saya dalam banyak hal.

Suatu ketika dia bercerita bagaimana pandemi membuat dia tidak bisa bertemu dengan ayahnya yang sudah sangat tua. Pekerjaan membatasi waktunya untuk bertemu anak-anaknya yang tinggal berbeda negara. Orang tuanya yang tak lagi bisa leluasa bepergian.

Memang mudah sekali melihatnya sebagai manusia super. Di tempat yang jauh tinggi tak tersentuh. Mengambil keputusan-keputusan strategis yang kadang tak selalu bisa diterima mbak-mbak kantoran macam saya karena melibatkan banyak perhitungan njelimet. Pokoknya kalau keputusannya menguntungkan saya senang. ketika keputusannya tidak menguntungkan saya, saya misuh-misuh.

Sangat mudah memang menyalahkan mereka. Apalagi memaki-maki di belakang punggungnya. Menjelek-jelekan mereka sambil makan siang. Topik yang tidak akan pernah ada habisnya. Toh tidak akan sampai ke telinga mereka juga (mudah-mudahan). Mereka adalah entitas yang paling mudah dijadikan kambing hitam. Seperti jaman ketika manusia percaya dewa-dewa. Hujan tak turun anggap saja dewa-dewa sedang tidak bermurah hati. Jaman sekarang bonus tidak cair anggap saja bos sedang tidak bermood baik. Hahahaha....

Tidak hanya mereka berdua sebenarnya, ada beberapa orang lagi yang meyakinkan saya kalau terkadang kita agak kurang fair. Melihat mereka semata-mata dari posisinya saja. Lupa memanusiakan. Lupa kalau mereka juga bisa bingung, galau, sedih, gembira, membuat kesalahan, dan sering juga berniat baik. Nanti kapan-kapan saya cerita lagi tentang beberapa orang lainnya.

Kenapa menulis ini? Mau menjilat si bos-bos itu? Engga akan ngaruh, mereka tidak akan paham tulisan saya juga. Hanya untuk self note saja. Sebelum misuh-misuh dan menyalahkan mereka, saya mencoba untuk mengerti. Mencoba mencari cara untuk membuat urusan bisa lebih mudah. Kalau tidak bisa lagi, tinggal cabut pergi. Tetapi, satu hal yang selalu saya lakukan, untuk tidak membenci. 

Kalau bosnya baik, tidak mungkin benci sih.
Kalau jahat? Kalau kita dipecat? Iya saya pernah dipecat kok, nanti kapan-kapan saya cerita. Tapi, mudah-mudahan sampai saat ini saya tidak ada marah, benci atau dendam. Saya berusaha memanusiakan keadaannya. Mungkin memang si bos yang pecat saya sudah tidak punya pilihan lain yang menurutnya masuk akal saat itu.

Toh hidup terus berjalan dan saya baik-baik saja :)

Selamat menjadi manusia!
Semoga bos kamu menyenangkan!
Kalau tidak mungkin saatnya mencari bos lain, atau kamu yang jadi bosnya!

Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

Monday, June 27, 2022

Aku Tidak Cantik, Jika.... (Part 2)

Saat tulis artikel pertama 2 tahun lalu, ada teman bilang kalau artikel saya membuatnya merasa kecil hati. Karena perempuan-perempuan yang saya tulis terlalu sukses. Terlalu tinggi profile-nya. Awalnya defensif dong pasti. Kan mereka memang hebat, makanya menjadi panutan. Iya kaaaannnn?? Artikelnya bisa dibaca disini: Aku Tidak Cantik (Part 1)

Hhhmm, memang ya makanya jangan mendengarkan emosi sesaat. Seringannya sesat! Yaps, teman saya itu ada benarnya. Benar bahwa para perempuan di tulisan sebelumnya super hebat, kadang-kadang rasanya susah digapai. Pembelaan saya, they are all real human yang saya kenal in person. But true, maybe I should write another one. Para perempuan hebat lainnya.

Photo by Lisa

So here are their stories.

As usual
Dont expect mbak-mbak dan atau ibu-ibu di story ini adalah perempuan dengan kulit berkilau bak Rihana, tinggi semampai seperti Luna Maya, sekolah di Ivy League macam Maudy Ayunda, atau dengan pantat dan payudaya ukuran extra seperti Lucinta Luna (eh...)

Mereka adalah perempuan hebat yang kadang masih bingung pulang kerja ke gym atau nongkrong makan gelato. Yang suka ngomel dan marah-marah ketika anaknya lupa tugas bawa botol ke sekolahan ketika sudah jam 11 malam. Atau ngamuk-ngamuk ketika suaminya lebih sibuk main hape padahal rumahnya berantakan. Mereka perempuan hebat yang kita temui dimana-mana.

Siska Paramita - Menjadi Perempuan Bali Tidak Mudah tapi Indah
Untuk standar cantiknya perempuan Bali, dia mungkin sudah memenuhi separo kriterianya. Terutama urusan menari. Kalau menari, taksunya Siska keluar banget! Cantiikk x! Taksu itu apa ya.. hmm, bilanglah aura kali ya. Aura yang baik pokoknya.

Perempuan ini adalah sahabat terlama yang masih bertahan dalam hidup saya. Awal saya masuk SMA tidak mudah. Sebagai anak dari kampung, masuk ke SMA unggulan di kota kabupaten, dimana anak-anaknya 80% berasal dari SMP yang sama, I am an outsider. Dan being ndeso outsider during your high school time isn't easy babe. And then Siska come to the rescue.

Entah apa alasannya Siska sangat baik pada saya. Termasuk seluruh keluarganya. Siska adalah jenis teman yang akan mengajakmu main ke rumahnya, bertemu dengan seluruh keluarga dan bahkan tetangga-tetangganya! Tante Dayu dan Om Adi (ortunya Siska) sudah seperti my extended parents. Kalau mereka sebel ya ngomel, tetiba nyuruh kawin, suruh makan, tapi ngomel memang paling sering.

Ketika kami semakin dewasa, menjalani cerita yang masing-masing menjadi orang gede. Masalah-masalah orang gede sungguh membuat muak, dan Siska menunjukkan ke saya apa yang disebut menjadi kuat dan tegar demi keluarga. (Menulis ini saya menangis)

Saat itu saya masih jadi TKW di Oman, pagi-pagi buka IG, saya lihat post Siska. Om Adi meninggal dunia! Saya menangis sejadi-jadinya, sedih sampai gemetar. Terlalu tiba-tiba, ternyata baru setelahnya Siska cerita kalau Om Adi sakit. Saya tidak bisa pulang, Ibu bapak yang melayat ke rumah duka. Ibu cerita dengan bangga "Kak, Siska kuat dan tegar sekali! Dia yang urus semua upacara papanya. Dia tetap bisa menyapa para tamu. Dia yang menjadi tumpuan mamanya". Duh, saya bangga! Saya selalu tahu kalau Siska memang sehebat itu! Dengan Tante Dayu yang memang sudah sakit sejak lama, pasti tidak mudah menjadi anak tertua dan mengambil alih peranan menjadi kepala keluarga ketika hati sebenarnya pasti sudah remuk redam.

Beberapa bulan setelahnya, 3 bulan tepatnya, kabar duka lainnya, Tante Dayu menyusul Om Adi. Lagi-lagi saya masih di negeri antah berantah. Sedihnya sampai bikin ngilu. Lagi-lagi ibu bapak cerita betapa kuatnya Siska. Tidak sampai satu tahun, harus melakukan upacara kematian (Ngaben) orang tua. Menjadi kepala keluarga saat sebenarnya pasti kesal dengan dunia. Menjadi perempuan Bali yang tetap harus paham unggah ungguh adat. Mengambil tanggung jawab tradisi ketika masih terlalu muda. 

Tanggung jawab terbesarnya adalah menikahkan adik laki-lakinya. Pernikahan dalam adat Hindu Bali adalah salah satu upacara terbesar dan ter-ribet. Ketika Tante Dayu dan Om Adi sudah tidak ada, siapa lagi yang harus mengurusi semuanya. Yaps, her. Dalam kondisi hamil besar pula! Belum lagi harus mempertimbangkan urusan adat yang katanya "perempuan kalau sudah menikah, sudah keluar dari keluarga dan tidak punya hak apa-apa". This prego lady harus bisa menyenangkan segala kemauan om, tante, sepupu, keluarga dari pihak calon adik ipar, dan bahkan tetangga-tetangga! Menikahkan adik laki-laki satu-satunya, tanpa orang tua, tetap dengan tradisi Bali njelimet!

Beberapa bulan lalu, dengan santainya dia cerita "Papa meninggal bener-bener ga nyusahin ndows" "Mama udah siapin semuanya buat kita ndows" "Nikahan Indra (adiknya) aku udah siap krn sudah terlatih di acara papa mama ndows" Masih bisa ya sepositive itu mikirnya.

Damn girl! Since day one kamu mau berteman sama anak kampung ini aku sudah tau kamu manusia baik. Salah satu yang terbaik. 

Being a mom of two beautiful boys dan menjadi ibu guru adalah jalan ninjamu untuk selalu dekat dengan Tante Dayu yang dulu juga ibu guru mungkin Ka. 

Terimakasih sudah membuatku yakin, menjadi perempuan Bali memang berat. Tetapi bukan berarti mustahil. Dan bukan berarti tidak indah.

Rest in Love Om Adi & Tante Dayu, you must be so super proud of your daughter!

Love this Menari Pose so much!

Dwi Oktarina - Cinta Tidak Selalu Indah, Tapi Kalau Sabar Bisa Dapat Bonus!
Kalau ada yang saya paling iri dari Mbak Rina adalah rambut keriting indomie-nya. Keriting yang cantik gitu lho. Kalau dipikiranmu cantik harus rambut panjang lurus berkilau, coba ketemu rambut keritingnya dia, mupeng! 

Kenal dia 12 tahun lalu, di tempat kerja pertama kali. Waktu dia mulai bekerja, ibu bos saya bilang "Win, baik-baik ya sama dia. Baru putus cinta soalnya. temenin dia pokoknya" hhmm, bhaiq... Memang nampak sih kepatah-hatian mbak ini. Lha wong pernah sekali waktu makan di kantin dengan menggebu-gebu dia bilang ke saya dengan nada kesal "gini ya Win, kamu itu kalau cinta sama orang jangan pernah kasi 100%! biar ga sakit hati kayak aku" saya hanya mangut-mangut. Dalam hati kasian amat mbak ini, saya yang belum pernah putus cinta waktu itu mana paham. Cuman mesem-mesem.

Memang jodoh, kisah cintanya yang super njlimet dan penuh drama (sumpah drama yang bisa dijadikan series Indosiar karena melibatkan berbagai scenario di dalamnya) eh dia malah menikah dengan laki-laki yang membuat dia menasehati saya untuk jangan mencintai 100% itu! Karma sepertinya. Dan entah kenapa bahkan setelah saya bekerja separoh bumi jauhnya, saya tetap harus berurusan dengan keanehan cerita rumah tangga mereka.

What makes me adore her so much?
Kalau kalian perempuan, pernah ga membayangkan menikah dengan duda 3 anak?? Nah itu dah yang terjadi dengan Mbak Rina. Menikah langsung dapat bonus 3 orang anak! Kalau kalian sudah punya anak pasti paham, mengurus anak kandung sendiri saja bikin tensi tinggi terus menerus, terbayang kan kalau anak-anak itu ketemunya setelah mereka gede. Ada yang menjelang remaja malah!

It's not easy for her. Tidak semanis hubungan Ashanti dan Aurel bund! Ketika ibu-ibu lain bertumbuh bersama-sama dengan tumbuh kembang anaknya, sehingga bisa sangat saling paham, untuk Mbak Rina semua serba instant. Ibu sambung dan anaknya kaget-kaget dengan kebiasaan masing-masing yang kadang tidak bisa saling dimengerti. Kalau saya mungkin sudah menyerah dari tahun pertama. But of course not her. 7 years now and going stronger.

And what makes me so proud of her, dedikasinya jadi ibu kayaknya ga kalah daripada ibu kandung! Beberapa tahun lalu dia rela resign kerja demi menemani anaknya yang paling kecil fokus jadi altet renang. Pengorbanannya ga sia-sia, setiap pertandingan anaknya hampir selalu dapat medali. Puncaknya bulan Mei kemarin, turnamen renang di Jogja, dari 10 kategori yang dilombakan, anaknya juara di semua kategori! 8 Medali Emas, 2 Medali Perak! Saya yang bukan siapa-siapanya aja bangga!

Termasuk dukungannya untuk anaknya yang nomor 2, anak gadis remaja, baru masuk SMA, yang sekarang sah menjadi atlet Bali untuk olah raga menyelam! Kurang hebat apa coba! 

Meski tidak selalu mulus, menjadi Ibu, kandung atau sambung sama susahnya. 
Dan hey, siapa bilang ibu tiri selalu kejam?! Lihat dah Ashanti dan Aurel. eh maksudnya Mbak Rina dan anak-anaknya! 

Kayaknya karena berteman sama kamu aku jadi ketularan suka duda juga deh! (eh...)

Udah pengen belum punya rambut indomie itu? Ngiler kan


Ika Yuliari - Perempuan Harus Kuat! Kalo Meleyot Gapapa Juga sih.
Tidak ada yang normal tentang sahabat saya yang ini. Urusan pekerjaan, rumah tangga, gaya hidup, semuanya anti mainstream! Sedangkan kalau urusan standar cantik, gimana ya. Katanya sih dia pernah punya badan langsing, bikini body goals bertahun-tahun lalu. Kalau sekarang, bahenol aja lah ya. 

Seberapa sering kalian melihat ibu-ibu dasteran pergi ke bar dan minum-minum sampai tipsi lalu suaminya dengan ikhlas menjeput dan sekaligus mengantar teman-teman si ibu ini pulang karena sudah terlalu mabok. Ini kelauan Mak Ika dan suaminya (teman yang mabok itu sebut saja namanya bunga)

Ketika si bunga ngebet pengen road trip karena kelamaan ga traveling, Mak Ika to the rescue. Dia langsung semangat pergi, tanpa ragu meninggalkan anak-anaknya! Serius beneran! Anak-anaknya ini masih SD. Kata dia biasa aja, kemarenan juga anaknya ditinggal dia travelling ke Cina, ke Thailand, kemana-mana, jadi sudah biasa.

Sebenarnya tidak ada yang biasa dari Ika. Mudah sekali melihatnya sebagai ibu yang tidak bertanggung jawab kalau melihat dari sisi dia masih bisa pergi keluar malam, atau traveling tanpa anak-anaknya. Mudah sekali memberi cap "Ibu macam apa kelakuannya begitu?!" Ibu macam Mak Ika! Hahaha...

Tapi, kalau sudah melihat dari sisi satunya lagi, jamin deh, you will change your mind instantly! Saat ini Mak Ika bekerja di salah satu resort terbaik di Maldives. Ga kaleng-kaleng, posisinya pun department head dari department yang paling mentereng. Meninggalkan keluarganya karena tanggung jawab. Ika adalah kepala kelaurga, bukan tradisi di kelaurga Indonesia memang. Dia yang menjadi provider utama keluarganya. Tidak hanya keluarga inti, termasuk juga mertuanya. Keputusan ke Maldive ini tidak mudah, bayangkan harus meninggalkan anak-anak dirumah. Bekerja di pulau terpencil dengan akses terbatas dan budaya kerja yang bikin pengen jambak rambut sampai botak! Yang tadinya mikir dia ga sayang anaknya karena suka ninggalin anaknya traveling, harus berpikir ulang.

Ketika baru kenal, mudah sekali mengatakan kalau dia orangnya keras. Galak. Gampang marah. Ngegas. Memang iyaaaa. Makanya banyak staf-stafnya ketakutan kalau sudah berurusan dengannya. Tapiii at the same time dia juga salah satu manusia paling perasa yang saya kenal. Gampang nangis mbaknya. Dibaikin dikit sama staffnya pas ulang tahun, nangis. Cerita tentang Naya (anak perempuannya) yang sudah bisa kasihan dengan pedagang asongan, dia yang nangis. Cerita tentang kebaikan suaminya yang bisa menerima semua kekeras hatiannya, dia nangis. Pokoknya dikit-dikit keluar air mata! Heran, ngegas tapi gampang meleyot!

Ketika banyak perempuan Bali menikah tidak lagi punya peranan di rumah bajang (rumah dia di lahirkan), Ika membuktikan berbeda. Salah satu keputusan hidup yang tadinya saya pikir bercanda tetapi sangat serius adalah "Menikahi Cina Bali salah satunya biar gw masih bisa mengurusi orang tua di rumah bajang, bisa mengurusi tetek bengek urusan adat di rumah karena ibu bapak ga ada yang bantu"(ampun ini bukan rasis sama sekali beneran). Kata dia, kalau sama-sama Bali, hari rayanya bersamaan, susah mengatur jadwal menyama braya (bermasyarakat). Nah kalau dengan Cina Bali, hari rayanya beda, jadi sama-sama bisa dijalani. Pas Galungan pulang ke rumah bajang, imlekan di rumah mertua. Semua senang, aman! Seberapa banyak sih yang bisa berpikir begini?? 

Yaps, lagi-lagi menjadi perempuan Bali itu tidak mudah. Tapi Mak Ika membuktikan, thiking out of the box itu bukan cuma jargon di tempat kerja kok. Di rumah juga applicable!

One thing I really need to learn from her adalah masih bisa beneran punya me time di saat kamu adalah ibu dengan dua anak. Ika tidak kehilangan identitasnya menjadi istrinya si Anu, atau mamanya si Ini, atau menantunya si Itu. Santai saja dia pulang kerja makan steak sendiri, setelahnya dijemput di resto oleh suaminya. They are cool with that. Not your normal rumah tangga story deh. 

Biarpun baru kenal dua tahun belakangan, rasanya saya sudah kenal Ika sepanjang hidup! Bisa bertahan setelah ngetrip seminggu sama-sama dan masih jadi bestie rasanya pembuktian yang lebih dari cukup!

Oh, kadang pengen banget punya kepedeannya Mak Ika. Dengan kebahenolannya dia, santai aja pake 2 pieces bikini pas lagi renang! Ajib!

Roadtrip Seminggu, Mak Ika berubah jadi Mbak Ika


Mita Devayana - Tak Perlu Tunggu Hebat untuk Berani Memulai Apa yang Kau Impikan
Ingatan pertama saya tentang Mita, yang dia pasti lupa, adalah bertahun-tahun lalu jaman kuliah. Di dagang ayam lalapan rasanya, untuk ukuran di dagang kaki lima, anak ini agak terlalu modis. Setelah mendengar dia ngobrol dengan temannya, saya tahu kami satu kampus. Tapi entah dia jurusan apa dan angkatan mana.

Kami bertemu lagi menjadi rekan kerja. Saya langsung ingat dia gadis yang saya jaman dodol lihat di warung lalapan ayam itu. Yang saya tahu hanyalah Mita ini followernya banyak di IG dan dia adalah some kind of selebgram! Wow.

Saatnya pengakuan dosa. Maaf Mita...
Saya salah satu yang sangat skeptis dengan ke-selebgram-annya dia. Di pikiran saya yang cetek ini, emang iya itu menghasilkan uang? Jangan-jangan gaya-gayaan aja. Yakin followernya beneran? Jangan-jangan cuman dari beli follower. Ish, saya malu mengakui bahwa I am that shallow. Hiks, sad!

But she always so lovely to everyone. Yang membuat kepicikan saya pelan-pelan berubah adalah kalau bekerja, dia anaknya all in. Well organize. Sangat terasa ketika berurusan dengan department yang dia pegang, admin dan dokumennya selalu rapi. Paling rapi malah. Follow up apa-apa yang diminta juga bisa cepat. Oke juga ya anak ini. Belum lagi appearance-nya. Mita selalu paling rapi, resik dan cantik! 

Kalau jadi HRD, ketemu team yang well groomed itu rasanya anugerah. Apalagi sayanya aja masih kacau, rambut ngembang kemana-mana dan lipstik ilang setelah jam 11an. Kalau ada acara yang harus mewakili perusahaan, Mita pilihan pertama! Anaknya sudah tau berpenampilan dan attitude seperti apa yang harus ditampilkan. Mbak HRD pun riang. Photo shoot untuk komersial tapi duit marketing ga ada, tinggal jadikan Mita modelnya. Beres perkara. Ya Tuhan, baru aku sadar, betapa jahatnya kami mengexploitasi Mita. 

Tapi, apa yang sebenarnya yang membuat Mita cantik di mata saya? Karena dia luar biasa kuat dan tabah menjalani hidupnya yang tidak biasa-biasa saja. Setelah kenal beberapa lama, baru saya tahu kalau kedua orang tuanya sudah meninggal dunia. Meninggalkan Mita dan dua adiknya yang saat itu masih kecil. Menjadi kakak sekaligus ibu dan bapak untuk adik-adikmu, padahal kamu sendiri masih belum paham bagaimana menghadapi beratnya ditinggal orang tua. Pasti berat menjadi Mita, tetapi tidak pernah sekalipun dia menunjukkan itu. Bukan modelan strawberry generation.

Lalu saya tahu kalau adik laki-lakinya berhasil kuliah dengan beasiswa yang Mita usahakan lewat program yang dibuat oleh asosiasi hotel-hotel yang ada di Bali. Saya kenal adiknya Mita, anaknya sangat tau sopan santun. Kalau kata orang Bali, tau cara menempatkan diri. 

Sekarang Mita sudah menikah dan menjadi seorang ibu. Masih kerja kantoran, masih tetap eksis di Instagram. Tambah sukses malahan. Saya lihat berbagai brand nasional sudah mulai endorse dia. Brand-brand besar termasuk produk untuk bayi dan balita. Tetap cantik dengan groomingnya yang selalu glowing. Menjadi perempuan Bali dengan tanggung jawab adat yang tidak bisa dilepas, tetapi saya lihat sesekali masih clubbing juga! I like the way she embrace her life journey.

Terlalu lama tidak ketemu langsung, tetapi Mita tetap menjadi gadis baik itu. Tetap sesekali ngobrol lewat chat. Dan ya, apa yang tadinya saya remehkan, Mita membuktikan sekarang bahwa setiap orang berproses. Dan untuk menjadi berhasil, perlu waktu untuk bertumbuh. Kalau kata pepatah, Mita membungkam saya dengan karya (cieehh).

Dear Mita, this is a confession of a stupid mbak-mbak yang suka judging. Thank you for being you!

Ud macam mbak-mbak ANTM banget dah


Pada akhirnya semakin kesini semakan sadar kalau cantik itu tidak ada standarnya. Bukan semacam helm atau mesin cuci yang harus berstandar SNI. Semua perempuan punya ceritanya sendiri, berproses menjadi kuat, menjadi tangguh, dan tetap berbahagia.

Kalau ada perempuan-perempuan hebat di sekitarmu, mungkin boleh di colek mereka dan ingatkan betapa beruntungnya kamu mengenal mereka. Love you peeps!


Wednesday, June 15, 2022

Bestie... Gimana Biar Pertemanan Kita Awet? Belajar dari "Para Ahli"

Disclaimer: jangan percaya sepenuhnya pada tulisan ini! Karena literally Mbak penulisnya hanya punya bestie yang bisa dihitung dengan jari tangan kiri saja! Argumen-argumennya tidak terlalu valid.

Kalau katanya google translate (yes, saya memang secetek itu) ini arti kata bestie


Kalian pasti punya segelintir orang yang kalian anggap Bestie kan. Yang kalau quotes kesukaannya adalah "sahabat terbaik ada saat suka dan duka" gitu. So then, apa yang membuat pertemanan yang tadinya teman aja bisa berubah menjadi bestie?

Bestie terlama saya itu teman jaman SMA. Kurang lebih sekarang sudah 18 tahun berteman (Njirr, lama ternyata). Sampai sekarang masih rajin main bareng. Trus satunya lagi temenan dari pertama kali kerja, jadi sudah mau 12 taunan juga. Yang terakhir masih new born bestie. Baru setahunan ini kayaknya. Yaps, saya memang agak pemalas. Temasuk malas memulai hubungan. Termasuk perbestie-an. Kata si Win, kalau kebanyakan teman juga ribet dan capek. Tiap weekend mesti ketemu karena harus alokasi waktu buat beda-beda orang. Belum lagi waktu buat keluarga. (Kata bapak-bapak yang sebentar lagi punya dua anak ini). Bener juga sih. Lelah main barengnya bund.

Karena akhir-akhir ini agak sering gabut, otak sering mikir kemana-mana. Apa yang membuat saya bisa ber-bestie dengan orang-orang ini? Apa yang membuat saya bisa bertahan berteman dengan mereka selama itu, yang membuat saya bisa punya tenaga untuk main bareng dan pada akhirnya nyaman lama-lama di dekat orang-orang ini.

Observasinya, tidak hanya dari pengalaman sendiri. Tetapi termasuk juga pengamatan terhadap persahabatan yang sudah teruji segala cobaan seperti:
- Tetangga rese (Spongebob dan Patrick menghadapi Squidward) ,
- Melewati lava panas dan letusan gunung api (Sam Gamgee & Frodo Baggins),
- Psikopat kriminal yang nyaris meledakkanmu dalam rompi bom (Sherlock & Watson),
- Perang antar galaxy (Han Solo & Chewbacca), dan yang terakhir
- Segala macam ilmu sihir dan kutukan (Harry Potter, Hermione Granger, dan Ron Weasley)

Nah, berdasarkan hasil pengamatan tidak valid itu, ada beberapa hal yang bisa membuat (boleh dicoba) agar per-besti-an bisa awet

Memvalidasi kebodohan
Ini pasti terjadi. Hal-hal yang rasanya orang lain tidak akan paham kenapa ada kelakuan-kelakuan ajaibmu, tetapi bestie-mu paham. Pun sebaliknya. Lebih kacau lagi kalau kebodohan-kebodohannya dilakukan bersama. Fix, akan susah move on. 

Di saya kasusnya biasanya melibatkan pemikiran-pemikiran nyleneh yang akan terlalu riskan diceritakan ke orang lain. Bukan pemikiran radikal kok, hanya saja kalau harus menjelaskan ke orang lain perlu banyak catatan kaki sebelum orangnya paham. Nah dengan bestie sudah tak perlu lagi. Alasannya, si bestie biasanya hanya kan bilang: ya emang lu aneh sih.

Termasuk ketika kami memiliki konsensus keanehan bersama. Lebih bahaya lagi. Karena biasanya para be-bestie-an ini akan saling mengamininya. Jadi tidak merasa aneh sendiri. Iya kan?! 

Contohnya Spongebob dan Patrick. Tidak pernah sekalipun Spongebob marah dengan kebodohan Patrick. Yang ada Spongebob ikut serta merayakannya! 

Source: https://weheartit.com/kellrene/collections/2651895-quotes

Saling Mengusahakan
Semakin tua, semakin mengecil circle pertemanan. Urusan hidup sudah semakin banyak dan semakin ribet. Mulai dari bos di kantor yang nyebelin, uang sekolah anak-anak yang naik tiap tahun, keranjang shopee yang ga mampu di check out sampai urusan cicilan yang tiada habisnya. Tidak bisa lagi seperti jaman SMA atau kuliah yang bisa ngumpul setiap saat setiap waktu.

Yang tersisa biasanya memang hanya para bestie. Beruntung kalau bestie-nya tetap tinggal berdekatan, jadi kalau mau ngopi sambil ngobrol bisa gampang. Ribetnya kalau hubungan bestie pun harus LDR beda negara dan benua (hiks). Jangankan ngopi cantik, chat-an di WA aja mesti janjian dulu biar ga keburu tidur.

Dalam setiap hubungan sih sebenarnya, semua pihak harus saling berusaha untuk ada. Mungkin tidak selalu, tetapi sebisa mungkin. Kalaupun belum bisa ketemu untuk ngopi bareng boleh telponan sambil setrika baju. Kalaupun belum bisa telponan boleh chatting sambil nunggu giliran periksa di dokter kandungan. Kalaupun chatnya tidak bisa dibalas cepat, bisa dirapel ketika sedang gabut karena stress ngurusin kerjaan yang ga ada habisnya.

Karena mereka sungguh tau keribetan hidup kita. Karena mereka paham siapa kita. Hanya perlu saling bercerita. Akan jauh lebih baik lagi kalau bisa mengusahakan waktu lebih. Janjian makan malam ketika sudah berbulan-bulan tidak bertemu. Janjian telponan ketika melihat story di IG sedang menggalau. 

Pernah satu kali saya kebelet galau. Rasanya harus segera cerita. Eh bestienya juga sedang ribet ngurusin hajat hidup orang banyak. Yang terjadi akhirnya saat saya telpon dan nyaris nangis bestie saya bilang "emergency ga? kalo engga nanti aku telpon setelah jam xx" yaps, and I know he will. That's more than enough sih. 

Pasti tahu donk usahanya Ron & Hermione membantu Harry lawan Voldemort mesti taruhanya nyawa. Atau ketika Sam Gamgee gendong Frodo ke puncak gunung berapi buat hancurin cincin padahal Sam-nya nyaris mati. Kita tidak harus seekstrem itu sih. Most of the time yang diminta hanya sedikit waktu dan perhatian. Cukup.

Source: https://id.pinterest.com/pin/218776494379349602/

Saling Percaya dan Jujur Bercerita
Banyak yang bilang, dan saya percaya, setiap hubungan harus diawali dengan saling percaya. Kalau kata pacar saya, percaya dulu baru bisa saling cinta. Sama dengan urusan pekerjaan, tandatangan kontrak kerja karena percaya perusahaan sanggup membayar gajinya.

Bestie juga gitu kok. Kadang kita lupa sejak kapan mulai nyaman, atau sejak kapan bestie tau segala cerita busuk hidup yang berusaha kita tutup rapat dari feed Instagram. Perlu waktu. Ada yang lama, ada yang sebentar. Dan tidak semua hasilnya baik.

Kadang-kadang juga menyakitkan. Sudah kadung percaya teman, giliran cerita yang rahasia-rahasia malah langsung jadi satu desa tahu semua. Mungkin bukan niatnya dia bercerita, hanya keceplosan aja. Atau sudah janjian ketemu, sudah mengusahakan waktu, sampai harus membatalkan janji-janji lain, eh si teman malah last second tidak datang. Kan lelah. Besok diajak ketemu ga mau lagi, sudah ga percaya. Apalagi kalau terjadi berkali-kali.

Kalau sudah percaya akan lebih mudah untuk jujur bercerita. Hal-hal yang tadinya dirasa tidak ada yang bisa dipercaya. Hal-hal yang rasanya tidak ada yang bisa paham. Setelah bercerita eh kok si teman tetep sayang sama kita. Tetep bisa ketawa-ketawa. Tetap mau jadi teman cerita besoknya dan besoknya lagi. Akhirnya jadi bestie.

Lebih mudah saja kalau sudah bisa jujur bercerita. Ada ruang aman untuk membagi keresahan dan kebahagiaan yang kadang terlalu remeh temeh bagi sebagian orang lain. Karena kalau belum cerita jujur, rasanya ada yang mengganjal. Pengen cerita tapi belum percaya.

Semoga kalian punya teman yang bisa menjadi teman cerita di segala cuaca ya.
Seperti Chewbacca yang menemani Han Solo berpetualang ke penjuru jagat raya

Source: https://id.pinterest.com/pin/184788390935494596/


Saling Mendengarkan & Mengingatkan
Mungkin ini muasalnya untuk bisa saling percaya. 
Ketika ngobrol, percakapannya at least dua arah (karena kalo bestiean lebih dari berdua ya tinggal tambahin aja itu arah-arahnya). 

Kalau hanya ingin didengarkan sih sebaiknya bikin podcast saja. Atau kalau hanya ingin mendengarkan ya subscribe spotify. 😝
Karena pada dasarnya semua orang ingin ceritanya didengar. Ingin mengeluarkan unek-unek. Sampai dibikinin buku judulnya semua orang butuh curhat. Itulah enaknya punya bestie, mereka ada saat kita ingin mengeluh. Ingin shallow memandang kehidupan. Ingin tidak baik-baik saja. Atau sedang ingin berbagi ceria dan bahagia. 

Saat mendengarkan kadang juga kita harus bisa menahan diri. Ada kalanya mereka hanya ingin didengarkan. Tidak ingin diberikan saran atau pendapat pribadi. Hanya mengeluarkan ide-ide dan unek-unek gila di kepala. Kita juga sering kan. Saya kalau hanya sedang ingin didengarkan biasanya mengawali percakapan dengan "jadiii, aku itu mau cerita nyebelin, kamu pokoknya dengerin aja, ga usah komentar dan tanya-tanya" tapi kalaupun ujung-ujungnya tetep komentar tetap senang karena kita tau bestie sudah mendengarkan keseluruhan cerita

Meskipun awalnya saling memvalidasi kebodohan, menjadi bestie juga berarti menjadi pengingat kesalahan dan kekhilafan. That's actually like the moral compass of our life as a decent human being ga sih.

Beberapa minggu lalu, bestie saya panik karena tertiba tanpa sengaja terjebak dalam situasi yang membahayakan nyawa, tapi dianya tidak sadar separah apa kondisi itu, sampai saya harus bolak balik memaksa untuk beresin urusannya dan cabut! Setelahnya langsung ngomel-ngomel di telpon dan separo mengancam agar tidak lagi berurusan dengan sebut saja para mafia itu. Ih, ngeri amat sih kawan aku ini.

Berapa kali coba Hermione harus mengingatkan Harry dan Ron untuk menggunakan akal sehat. Kalau tidak ada Hermione saya agak yakin dari tahun pertama di Hogwarts Harry sudah mati dan ron sudah di keluarkan dari sekolah!

Source: https://id.pinterest.com/pin/344947652691822290/

Mengikhlaskan
Ini kayak agak berat ya bahasanya. Tapi memang gitu sih. Ada saat-saat biarpun sudah bestie kita sebel dan marah dan rasanya ga pengen berteman lagi. Ya ga apa. Take your time, make yourself comfortable sebelum ngobrol lagi dan selesaikan masalahnya.

Ikhlas ini akan sangat banyak membantu mengerti kondisi-kondisi kawan kita yang sebenarnya kita tidak bisa paham sepenuhnya. Ketika dia tiba-tiba menjauh dan berhenti bercerita. Ketika dia mengambil keputusan yang rasanya kita tau itu salah. Ketika dia tidak punya lagi waktu untuk sekedar video call 10 menit saja. Mencoba paham kalau dia sama saja seperti kita. Perlu waktu sejenak.

Biasanya, ketika pertemanan sudah teruji segala macam cobaan, ujung-ujungnya akan kembali lagi kok. Lihat saja Ron yang ngambek amit-amit dan ninggalin Harry & Hermione (gegara dipengaruhi horcrux) lalu kembali lagi membantu mereka membereskan masalah-masalah dunia sihir sana.

Atau ketika Watson memutuskan menikah, biarpun Sherlock ga bahagia-bahagia banget, tapi dia tetap menjadi best man dengan speech terbaik (menurut Kak Inda of course) dan berjanji untuk menjaga keluarga mereka with his own life on the line. Tapi ditinggal bestie menikah kadang memang agak menakutkan, takut nanti ketika dia terlalu sibuk dengan keluarganya. Well, ikhlas, kalau memang dia sedang perlu waktu untuk keluarganya, let them be. They have to build their own future, so are you kan. 

Source: https://vocal.media/geeks/the-wit-and-wisdom-of-the-world-s-greatest-detective-the-19-best-sherlock-quotes

Hal terbaik dari per-bestie-an ini adalah: kita bisa memilih! 

As this quotes says



A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates