Monday, November 4, 2019

Kamu Berubah Ya Sekarang.....

Sering ditanyain seperti judul di atas?
Atau jangan-jangan kalian yang suka bertanya seperti itu pada orang lain?


Ya elah sob, jangankan saya yang makan dan bernapas, jemuran basah ditinggal seharian saja berubah jadi kering kok! Berubah itu pasti.

Karena pada hakikatnya, segala hal pasti berubah (kecuali cintaku padamu... eeaaa!). Kata orang bijaksana, tiada yang abadi di muka bumi ini kecuali perubahan!

Waktu pulang ke Bali bulan lalu, banyak sekali kawan, sahabat dan kerabat bilang saya berubah. Mulai dari bilang tambah feminim, tambah cantik, tambah gendut, tambah dewasa, sampai tambah hitam dan tambah banyak jerawatnya! Seriusan! Saking perhatiannya sama saya, saya saja tidak pernah menghitung jumlah jerawat saya, mereka dengan baik hati bersusah payah hitungin saya punya jerawat. Emejing!

Tapi bukan salah mereka yang bertanya kalau saya berubah, saya sendiri juga menyadari kalau banyak hal berubah dari diri saya. Saya bukan tipe yang bilang "engga kok, saya masih seperti dulu, ga ada yang berubah". Saya orang yang akan dengan bangga bilang "iya, saya berubah. Menyelaraskan diri dengan perubahan disekeliling". Berat ini bahasanya.

Tapi, tulisan ini bukan tulisan berat kok, ini adalah cerita saya, setelah dua tahun tinggal di Oman ada beberapa perubahan sangat besar yang saya rasakan dan alami. Banyak yang saya rasa baik, tapi ada juga sih yang tidak baik.

1. Bisa Masak!
Kata Mbak Rina (sahabat super galak saya), yang tau saya dari jaman piyik, saya bisa masak itu mungkin bisa menjadi salah satu daftar keajaiban dunia yang sangat tidak penting.

Bayangkan ya, saya awal-awal datang ke Oman bahkan gagal masak telur rebus! Saking bodohnya, telur rebus saya pecah dan air rebusannya mleber-mleber sampai ke lantai. Ini ada saksinya! Sang saksi mata sampai bilang "Mbak, masa rebus telur aja ga bisa sih! Tau gitu mbak ga usah bantuin, malah makin berantakan!"

Boleh juga tanya adik saya si Esa, masak mi instant pakai telur, saya whatsapp dia dulu. Karena kan dia jagoannya mi instant. Masih urusan mi instant, jaman neolitikum itu, kalau ga kebanyakan air, pasti terlalu lama direbus, atau terlalu sebentar di rebus. Pokoknya bikin mi instant juga gatot. Tapi tidak separah Nia Ramadhani, saya tau cara kupas bermacam-macam buah termasuk salak, nangka, durian, dll!

Sampai akhirnya karena saking kangennya masakan rumah dan tak sanggup lagi makan dal dan curry saya turun berat badan 10 kilo dan saya sedih. Dari situ saya mulai belajar masak. Masakan pertama saya, masakan paling gampang sejagat raya, ayam bawang! Itupun beli ayam yang sudah di goreng di warung makan India dekat POM Bensin, lalu di rumah tinggal iris-iris bawang merah, serai, secuil terasi, garam, di uwek-uwek sedikit lalu goreng dengan ayam yang sudah disuir! Hasilnya, ya howoooohhh, enak kali!

Dari sana saya mulai belajar masak. Minta resep teman, video call sama Wika (waktu bikin sop ayam), video call sama Ibu (waktu bikin soto ayam), belajar dari Youtube, dan yang paling saya suka adalah belajar dari IG accountnya @tastemadeindonesia.

Sekarang, saya boleh sedikit bangga sudah bisa masak beberapa jenis masakan. Mulai dari masakan segampang lalapan dengan sambal tomat, bubur manado, soto ayam, perkedel kentang, udang goreng mentega, pindang, sampai masakan seribet beef pho yang memasaknya perlu waktu 8 jam!

Lalapan ala Jabal Akhdar

Beef Pho yang masaknya perlu 8 jam


Dengan kemampuan saya yang baru ini, semakin saya yakin mewujudkan cita-cita jangka panjang saya yaitu jualan sate plecing babi di flores! Ha!
Sate babi, tinggal belajar bumbu plecing


2. Bisa Hidup Tanpa Punya Mobil dan Motor!
Di Indonesia, terutama di Bali, kalau tidak punya motor rasanya seperti kehilangan separuh nyawa. Lebay sepertinya, tapi coba perhatikan, nyaris semua orang Bali punya motor. Karena kemana-mana gampang. Ke warung depan rumah, indomaret seberang jalan, beli air galon, ke kantor, nongkrong di pantai, pulang kampung, interview kerjaan baru, semuanya gampil tinggal sreeett naik motor.

Begitu juga dengan mobil. Kalau perjalanannya jauh, atau rame-rame tinggal naik mobil. Punya kendaraan sendiri enaknya adalah kita bisa flexibel waktu, tidak tergantung orang lain, pokoknya gampang dan tidak ribet. Waktu itu tidak terbayang rasanya kalau saya tidak punya kendaraan, terutama motor.

Begitu pindah ke Oman, jangankan motor, sepeda saja saya tiada punya. Awalnya sempat bingung juga. Kalau ke kantor sih tinggal naik bus jemputan, tapi bagaimana kalau mau ke warung depan? Kalau mau ke Muscat nonton bioskop? Atau ke Nizwa belanja bulanan?

Eh ternyata bisa. Itu dia, manusia berubah. Menyelaraskan diri dengan sekitar, kalau tidak mau berubah ya akan tumbang sendiri. Ke warung depan tinggal jalan kaki, ternyata menyenangkan, sambil lihat sunset kadang-kadang. Ke Nizwa, ya harus ngikut jadwal bus yang disediakan kantor. Belanja bulanannya harus benar-benar dicatat, agar tidak ada yang kelewatan. Kalau kelewatan kan susah, masa iya jalan kaki ke Nizwa, ya kali saya atlet marathon kaaannn. Pun ke Muscat, pintar-pintar cari tebengan. Ternyata saya baik-baik saja.

Pada merekalah saya menggantungkan nasib kalau mau kemana-mana


Memang sih tidak sesering dulu nonton bioskop, palingan wajib nonton kalau filmnya super mega box office macam avenger, tapi kan sekarang ada netflix, ya saya baik-baik saja. Oh iya, gegara banyak waktu luang karena jarang nongkrong, saya jadi receh, suka nontonin youtube chanel Raditya Dika yang paranormal experience. Memang samasekali tidak berfaedah sih. Hahaha...

Balik lagi ke urusan tanpa motor dan mobil, bahkan tanpa kendaraan umum, karena saya tinggal di ujung dunia. Saya jadi lebih tepat waktu, kan harus menyesuaikan dengat jadwal jemputan. Kalau telat ya ditinggal, tidak bisa seenaknya molor-molor macam di Bali, ah lima menit lagi deh, toh naik motor ini tinggal ngebut dikit. Disini molor lima menit akibatnya telat ngantor atau ga makan nasi karena ditinggal bis untuk belanja bulanan.

Perubahan yang baik kan?!

3. Suka Pakai Rok!
Semasa di Bali, default saya (dan sebagian besar orang di Bali) adalah kaos, celana pendek, sendal jepit. Kecuali ke kantor, atau kondangan baru berubah lebih formal. Sisanya ya begitu. Ke mall, pantai, bank, makan siang, ke dokter, semua rata. (Eh, atau ini hanya saya saja?)
Default di Bali: Kaos, Celana Pendel, Sendal Jepit


Begitu pindah ke Oman, negara timur tengah, kan tidak mungkin ya cara berpakaiannya sama seperti di Bali. Selain nanti saya bisa dipelototin orang sekampung dan yang paling penting sepertinya kurang ajar sekali tidak mnghormati budaya mereka.

Pilihannya tinggal celana panjang atau rok minimal selutut. Setelah mencoba keduanya, saya memutuskan rok! Ternyata pakai rok tidak seribet yang dibayangkan, malahan adem dan semriwing. Hahahaha... Dan menurut saya, saya menjadi terlihat lebih pas kalau pakai rok, lebih manis :)

Koleksi rok saya sekarang macam-macam, dari selutut, sebetis, sampai semata kaki. Dari roknya orang India, batik, linen, katun. Nyaris segala warna (belum punya kuning dan ungu sepertinya) dan berbagai bentuk.

Nih, beberapa rok kesukaan saya








Menurut saya, yang paling menyenangkan dari rok adalah, atasnya tinggal pakai kaos sudah langsung on. Dan menutupi jiwa kegembelan saya. Terlihat formal dan modis sekaligus.

Setelah saya merombak penampilan dengan rok ini, banyak kawan saya berkomentar begini kurang lebih "Wah, Winda sekarang feminim ya pakai rok" atau ada juga yang menyebalkan macam ini "Oh, ternyata kamu perempuan ya, bisa pakai rok" untung saya bukan feminis garis hardcore, pengen kucucuk itu muncungnya. Memang salah apa mau pakai rok atau celana, suka-suka kan. Bukan situ yang belikan. Kok jadi emosi malahan.


4. Sangat Sedikit Membaca & Menulis
Ini perubahan yang tak patut dicontoh. Saya maunya mencari-cari alasan, sok sibuk, sok kurang bahan, sok kurang ide. Padahal alasannya hanya satu, kemalasan saya yang tiada bertepi!

Alasan jadi-jadian kurang membaca karena bekal buku dari Indonesia sudah habis terbaca. Sementara kalau membaca buku bahasa inggris terlalu malas untuk otak saya yang bebal ini. Begitu juga kindle, kan novel-novel yang ada versi kindle nyaris semua novel berbahasa inggris. Ini contoh buruk yang tak patut ditiru.

Alasan kurang ajar tidak banyak menulis adalah karena kurang ide. Aslinya, karena otak saya mulai bebal. Kurang kritis akhir-akhir ini. Terlalu nyaman dalam gelembung saya sendiri dan lupa kalau dunia ini berputar dan segalanya berubah. Itu tadi, saya bebal.

Memang benar kalau kemampuan menulis itu berbanding lurus dengan frekuensi membaca. Terbukti kok di saya, saat saya banyak membaca, tulisan saya juga banyak. Bahasa kerennya saya banyak terilhami menulis dari banyaknya buku yang saya baca.
Harta Karun yang saya selalu rindukan


Jadi, bagian ini saya harus kembali ke awal! Harus banyak-banyak membaca jadi bisa lebih rutin menulis!

5. Jauh Lebih Santai Menjalani Hidup
Perubahan ini saya rasa karena dua hal besar yang terjadi di hidup saya. Pindah ke negeri antah berantah yang super jauh dari zona nyaman saya dan berpisah dari hubungan yang sangat lama yang juga menjadi zona luar biasa nyaman saya.

Awalnya berat sekali. Rasanya semua pegangan yang selama ini saya punya dan saya yakini hilang. Puitisnya, macam terombang ambing di lautan, tengah malam, tidak ada mercusuar. Ngeri kali lah pokoknya.

Perasaan gamang ini saya alami cukup lama. Berbulan-bulan. Mempertanyakan setiap keputusan yang saya ambil. Mulai dari kenapa saya begitu bodoh menerima pekerjaan di Oman ini. Padahal di Bali saya punya karir yang sedang bagus-bagusnya, keluarga yang luar biasa hebat, teman-teman terbaik semuanya di Bali.

Mempertanyakan apakah keputusan saya untuk berpisah dengan hubungan sebelas tahun itu adalah keputusan terburuk karena mungkin saya tidak mendengarkan kata hati dan terlalu berlogika. Apakah saya menghancurkan hidup saya sendiri, apakah saya membuang hal terbaik dalam hidup. Pertanyaan-pertanyaan ini membuat saya makin kacau.

Tetapi, seperti kata orang bijaksana, waktu yang menyembuhkan. Waktu yang menjawab. Seiring dengan perubahan besar ini, mulai muncul penyesuaian-penyesuan kecil yang tanpa saya sadari membuat saya menjadi lebih santai, lebih ikhlas.

Ketika saya kangen masakan ibu, saya tidak lagi menangis, tetapi memasak. Ketika saya rindu kawan saya yang di Bali, saya ngobrol sampai larut malam dengan mereka lewat whatsapp, dan saya tersadar siapa yang ternyata teman yang benar-benar membuat saya nyaman.

Ketika saya menulis ini, saya ada pada kesadaran bahwa pada akhirnya kita yang menciptakan kebahagian itu. Happiness is a state of mind. And to reach that point, yang saya lakukan adalah berubah. Menyelaraskan diri dan hati dengan sekitar.

Selamat mengalami perubahan :)

Saturday, June 1, 2019

Ketemu Trinity di Jabal Akhdar!

Tau gak, bulan April kemarin saya ketemu Trinity!
Iya, Trinity yg nulis buku The Naked Traveler 1 sampai 8!
Yang bukunya dijadiin film trus diperanin sama Maudy Ayunda!

Iya, Trinity yang itu!!!!

Trinity yang ini! Difotoinnya sama Koh Alex (yang juga super terkenal ituh)


Rasanya?
Deg2an kayak mau ngedate pertama kali (mudah-mudahan masih inget gimana rasanya)

Awalnya lihat IG story-nya dia kok ya lagi di Sultan Qaboos Grand Mosque yg di Muscat. Terus di DM juga sma teman-teman IG klo Trinity lagi di Oman. Pada tau klo saya nge-fans bgt kali ya.

Langsung saya blingsatan! Segala kebetulan, pas itu saya juga sedang di Grand Mosque. Tapi Trinity sudah duluan pergi. Membulatkan tekad, nekat DM dia, lempeng aja nanyain ada jadwal ke Jabal Akhdar, eh di balas!!

Sumpah saya super senaaang!!! Salah tingkah (Padahal ini masih belum ketemu lho ya, baru dibalas kalau dia ada jadwal ke Jabal Akhdar). Tanya deh kelakuan saya saat itu ke si Wika dan BG. Mereka sih paham, ya namanya mau ketemu idola kan..

Semacam ibu-ibu komplek mau ketemu Nicolas Saputra!

Akhirnya janjian ketemu di Jabal Akhdar. Saya nekat aja ngundang dia main ke apartment karena kebetulan malam itu saya dan beberapa kawan memang sedang bikin barbeque. Sejujurnya ya, ekspektasinya adalah tawaran saya ditolak!

Kan pikir saya Mbak Trinity pasti sibuk toh..
Eng ing eng, setelah ngepas-ngepasin jadwal, bisa donk dia main ke apartment saya! Kebetulan juga dia menginapnya di hotel yang jaraknya kurang dari 5 menit dari apartment.

Belum mandi dan masih bau terasi karena berkutat dengan sambal, tetiba dia bilang kalau dinnernya sudah beres dan sudah bisa main ke apartment. Saya? Belingsatan! Sampai akhirnya kami jemput Mbak T di hotelnya dan langsung menuju rumah.

Duh, sy gemetaran! Ngomong juga sepertinya ga jelas!
Yang paling surprise itu, ternyata setelah sy DM, Mbak T mulai mencari tau tentang saya dan dia baca Blog saya! Makjleb ga sih!! Ini nulis ini aja rasanya masih starstruck! Hahaha...

Orangnya, persis seperti bayangan sy dari membaca buku-bukunya. Easy going, ceplas ceplos, dan down to earth banget! Untuk ukuran traveler kelas wahid yang sudah menjelajah seluruh dunia ya, pembawaannya nyantai.. jadi sayapun lebih nyaman.

Malam itu berlanjut dengan sesi tanda tangan buku! Yak, konspirasi semesta, buku TNT 8 baru saja dibawakan adik saya dari Indonesia.



Tak berakhir sampai disana, kami janjian lagi! Saya undang Mbak T untuk makan siang di tempat kerja saya. So, on that one fine afternoon we had a looong lunch di Alila Jabal Akhdar. Lagi-lagi ajaibnya seperti ngobrol dengan kawan lama! Tiba-tiba saja saya sudah cerita tentang kenapa saya sampai terdampar di Oman, sampai cerita tentang patah hati! Duh!

Apa yang membuat Trinity begitu special untuk saya?



Kampung saya itu di Busungbiu. Ya kampung, rumah saya literally di tengah kebun bahkan tak punya tetangga. Mall terdekat di Denpasar, 3 jam dari rumah. Nah kurang lebih paham kan kalau saya benar-benar anak daerah.

Jadi anak kampung, bapak guru, ibu jualan di kantin sekolah, jalan-jalan adalah kemewahan yang hanya bisa saya khayalkan. Lah, main ke kota kabupaten itu sudah jalan-jalan besar ukurannya. Saat itu, tidak ada di kamus saya untuk punya hobby jalan-jalan! Pertama kali naik pesawat saja setelah lulus SMA karena mau mencoba kuliah ke Bandung.

Sampai akhirnya, saya baca bukunya Mbak T. Lupa gmn cerita awalnya, yang jelas dari pertama kali membaca saya sudah jatuh cinta! Cerita yg pertama kali bercokol diingatan saya adalah cerita Mbak T long transit di bandara, tiduran di ruang tunggu dan kebangun gara-gara kena lampu sorot pesawat!

Dari sana saya mulai hobi jalan-jalan, meskipun hanya lewat tulisannya Mbak T. Sukurnya, saya kuliah pariwisata dan masuk jurusan (tanpa sengaja) yang kerja prakteknya adalah jalan-jalan. Tambah gede mimpinya untuk traveling sendiri.

Dan, berbekal tips-tips dari Mbak T, mulai serius nabung (duit dan cuti) untuk jalan-jalan dari hari pertama kerja, sampai sekarang. Saya bukan traveller sejati yang selalu kemana-mana sih, uangnya masih ditabung untuk ini itu juga, tapiiii kalau dapat THR atau bonus, sudah pasti untuk jalan-jalan! Hahaha...

Hampir yakin kalau selera jalan-jalan saya ke tempat yang eksotis (kalau bahasa balinya moong) itu dipengaruhi oleh buku-buku Mbak T. Sampai-sampai banyak teman-teman saya heran, seperti ketika traveling ke Pulau Komodo jaman pulau komodo masih belum banyak teman-teman saya kesana, mereka tanya, cari apa ke komodo (ya cari komodo, masa cari sepatu heels). Atau ketika memilih liburan ke Maumere ketika banyak kawan saya ngajakin ke Bangkok.

She just inspire me that much lho!
Salah satu traveling bucket list terbesar saya adalah melihat Masai Mara ke Namibia. Asli itu gegara baca tulisan Mbak T saat dia bersafari ke Namibia. Kalau tidak baca tulisan dia bahkan saya ga pernah tau ada negara namanya Namibia (ini pernah saya tulis di sini TRAVELING BUCKET LIST)!

Atau bucket list yang lain ke Palau (bukan Pulau, as Mbak T ingatkan di bukunya) ya gegara dia cerita di Palau ada danau dengan jelly fish yang baik hati karena ga nyengat. Kalau karena Mbak T mana tau ada tempat namanya Palau, mungkin malah mikirnya itu typo karena mau bilang Pulau.

Bukan hanya tentang tempatnya, yang terbaik tentang mbak T adalah, when she wrote about the people.

Orang-orang yang dia temuin selama perjalanan. Yang ga mungkin saya lupa adalah salah satu tulisan dia tentang orang-orang Filipina yang membuat bingung ketika mengucapkan P, V, dan F. Apalagi setelah saya pindah ke Oman, saya buktikan sendiri! Contoh, belanja di toko yang kasirnya orang Filipina, anda belanja 5 rial, maka mbak atau mas kasirnya akan bilang "paib rial please" (ini beneran asli ga boong!)

Lalu cerita serem dia tentang rupa-rupa operasi plastik untuk para ladyboys di Thailand. Yang kalau kata Mbak T, operasinya itu ada tingkatannya. Mau sekedar "berubah" jadi cewek yang artinya tinggal operasi kelamin dan permak dikit-dikit. Modelan mbak-mbak lady boy yang jualan street food atau yang berubahnya niat dan langsung berubah macam model victoria secret. But then, magic handnya Mbak T ga hanya cerita sebatas perubahan itu, but how they struggle setelahnya. Minum obat, perawatannya, dsb.

See, with that kind of story, masa ga ngefans! Masa ga pengen jalan-jalan juga?!
Jadi ngerti kan kenapa saya secinta itu sama The Naked Traveller.



Dan sama alam semesta punya selera humor yang aneh, kami dipertemukannya di Jabal Akhdar! Negeri antah berantah yang jaraknya hampir 8000 km dari Bali, di Indonesia aja ga pernah ketemu samasekali.

Jadi, seperti yang Mbak T tulis di salah satu pengantar bukunya (ini seingat saya ya, bukan kutipan aslinya): "saya bukan atlet atau orang terkenal, kalau saya tidak jalan-jalan nanti apa yang harus diceritakan ke anak cucu saya"

Bukan quotes yang manis atau dengan kata-kata super, but for me, that's trueee!

So, selamat menjelajah kengkawan, sapa tau papasan sama Mbak T di belahan bumi mana gitu :)

Wednesday, May 15, 2019

Yang Beda dari Ramadan di Oman

Ramadan tiba, Ramadan tiba,
Marhaban ya Ramadan, Marhaban ya Ramadan....
(Lebih mantap lagi kalau bacanya sambil nyanyi)



Personally, saya suka sekali bulan Ramadan, baik di Indonesia maupun di Oman. Kalau di Indonesia, terutama di Bali, Ramadan adalah saatnya festival jajanan! Penjual takjil semarak dimana-mana, dan enak-enak pula! Belum lagi undangan-undangan buka bersama yang selalu membuat saat makan malam adalah saat yang ditunggu-tunggu.

Di Indonesia, kalau iklan syrup Marjan mulai merajalela di TV berarti kita akan bersiap-siap menyambut bulan Ramadan. Bagaimana kalau di Oman? Let me tell you beberapa hal menarik tentang Bulan Suci Ramadan di Oman. Salah satunya pasti membuat kita semua iri!

1. Berbuka Puasa dengan Laban
Kan di iklan-iklan sering dibilang, berbukalah dengan yang manis. Kalau di Indonesia biasanya berbuka dengan kolak, atau syrup, atau teh manis kan ya. Nah di Oman, orang berbuka puasa dengan kurma dan Laban (kadang juga disebut Leben).

Tidak usah saya jelaskan tentang kurma lah ya, pasti tau semua. Tapi kalau laban? Saya baru tau laban saat bulan Ramadan tahun lalu, ketika setiap kali buka puasa selalu ada laban.

Ini salah satu contoh Laban yang sering saya lihat


Laban masih bersaudara dengan yogurt dan lassi. Karena laban adalah minuman dari hasil fermentasi susu. Teksturnya lebih cair daripada yogurt (semacam yogurt yang dicampur air). Rasanya ya persis seperti yogurt cair, tapi di lidah saya tidak hanya berasa asamnya yogurt tetapi ada sedikit rasa asin.

Umumnya ada 2 varian laban yang disukai untuk berbuka puasa. Orininal dan Jeera Laban. Jeera laban ini adalah laban yang dicampur dengan jintan. Rasanya? Menurut saya aneh bin ajaib. Tidak masuk di lidah saya. Tapi, jeera laban ini kesukaan banyak orang. Termasuk kawan Omani saya!

Saya. tidak tahu ada atau tidak yang jual laban di Indonesia, mungkin bisa di cek di online shop, siapa tau ada, jadi bisa coba!


2. Ngabuburit
Kurang tepat sih sebenarnya kalau disamakan dengan ngabuburit di Indonesia. Kan ngabuburit itu adalah mengisi waktu sembari menunggu saatnya berbuka puasa. Itu semacam tradisi kita di Indonesia.

Kalau di Oman, ada tradisi yang hampir mirip ngabuburit, tapi ini adalah mengisi waktu menunggu Sahur.

Setelah Iftar dan Sholat Tarawih, orang-orang akan mulai bersosialisai. Mengunjungi tetangga dan saudara, anak-anak bermain di taman, banyak juga yang berolah raga. Mulai dari sekedar jogging, sampai gym. Literally, kehidupan mulai berdenyut setelah Tarawih. Dan kegiatannya berlanjut sampai saatnya Sahur tiba.

Ramadan tahun lalu saya heran, pulang kerja tengah malam tumben jalanan di Shabia (yang biasanya tak seekor kucingpun lewat) mendadak ramai. Warung-warung juga masih buka, banyak orang ngobrol di depan rumah, ya karena mereka ngabuburit menunggu sahur!


3. Jam Buka Toko dan Warung
Begitu menjelang Magrib, toko-toko dan warung akan segera tutup. Mereka baru buka lagi setelah sholat tarawih usai.

Supermarket besar macam Lulu dan Hypermart tetap buka sih, tapi kalau tinggalnya di kota kecil tanpa supermarket atau di atas gunung macam saya, ya jam segitu berarti tidak akan ada toko yang buka. Karena semua orang pergi ke Masjid.

Biasanya toko dan warung akan dibuka lagi setelah jam 8.30 atau jam 9 malam.

Oh iya, meskipun mall dan supermarket tetap buka, tetapi food court, cafe dan semua penjual makanan akan tutup sepanjang siang, dan baru buka setelah bedug magrib.

Kemarin saya lupa kan tentang jam buka tutup toko selama bulan Ramadan, kebetulan air minum di apartment habis. Walhasil, terpaksa menunggu sampai jam 9 malam sebelum bisa beli air minum!

4. Tukar Makanan untuk Berbuka
As we know, Ramadan adalah bulan penuh berkah dan kebaikan, banyak hal-hal baik terjadi di Oman.

Salah satunya tradisi berbagi makanan untuk berbuka puasa. Di Oman (dan saya yakin di Indonesia juga), setiap keluarga pasti berusaha menyajikan yang terbaik untuk hidangan berbuka puasa. Di Oman, selain disajikan untuk seluruh keluarga, makanan juga akan dikirimkan ke keluarga dan tetangga-tetangga dekat rumah. Begitu juga sebaliknya, tetangga akan mengirim makanannya untuk kita.

Bukan hanya sekedar parsel yang dikirim menjelang Lebaran, tapi benar-benar makanan yang dimasak sendiri, dan ini dilakukan beberapa kali (kalau tidak nyaris setiap hari) selama bulan Ramadan. Menyenangkan kan!

5. Bekerja 6 Jam saat Bulan Ramadan
Ini mungkin yang membuat iri. Selama bulan Ramadan, pemerintah mengeluarkan peraturan kalau semua umat Muslim (baik Omani dan Expat) hanya bekerja selama 6jam kerja saja!

Serius! Baik itu di kantor pemerintah, di Hotel, perusahaan minyak, dimanapun, hanya 6 jam, beres!

Gajinya? Tetap sama. Intinya, pertimbangan pemerintah adalah ketika berpuasa, tenaganya pasti tidak maksimal, jadi lebih baik diberikan short time, daripada dipaksa. Apalagi kalau bekerja di Muscat yang ketika bulan Ramadan, panasnya membuat haru dan sedih karena bisa mencapai 45 - 50 derajat celcius.

Tapi, yang kurang menyenangkan adalah, di Oman tidak ada THR! Jadi harus pintar hemat-hemat selama Ramadan!

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa kengkawan...

Peluk Cium dari Oman!


A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates