Thursday, July 27, 2017

29 Tahun dan Terus Belajar dari Kehidupan

Beberapa waktu terakhir ini emosi saya seperti naik roller coaster.



Naik turunnya agak terlalu extreem. Saat naik tinggi tentu tak mengeluh karena bahagianya luar biasa, seperti ketika berlibur ke Maumere, berbagi seekor babi guling selepas odalan di kantor, atau ketika mendapat kejutan ulang tahun super manis dari teman-teman.

Yang menjadi masalah tentunya ketika kurvanya curam menurun. Rasanya sangat sedih, terpuruk, menangis (yang bahkan ibu saya berkata, tumben Winda nangis), dan marah! Ingin menghujat seisi dunia, merasa semua tidak adil, merasa kecil dan tak berdaya.

Saat itu (kurva menurun) sebenarnya saya langsung ingin menulis. Menjabarkan argumentasi-argumentasi logis bahwa saya benar dan mereka salah. Menguliti semua yang saya anggap menentang saya dan membeberkan aibnya pada dunia.

Ya, saya bahkan sudah siap dengan semua data dan fakta yang mendukung argumentasi saya. Saya siap menyerang, saya siap marah. Bagi saya, untuk urusan ini, urusan yang menyangkut prinsip hidup, tidak ada yang boleh mengganggu keputusan saya. Kalau memang mereka tidak terima, saya siap untuk bersama-sama terbakar dan kalah menjadi abu.

Mengerikan bukan?! Ya, begitulah kira-kira saat ego membutakan mata, saat emosi menguasai kepala, pada hakikatnya begitulah manusia terpuruk dalam keangkuhannya sendiri

Bersyukur saya punya orang tua luar biasa. Ibu dan Bapak saya, mereka yang dengan segala upaya berusaha menenangkan saya. Berkali-kali membisikkan agar mengalah untuk menang, mengingatkan saya untuk lebih tenang, berpikir kembali, menata hati, bicara sebagai orang dewasa - bukan sekedar badan saya yang dewasa.

Entah orang tua saya hatinya terbuat dari apa, bahkan teman-teman saya juga heran.. kata mereka kalau org tua saya bukan Ibu Bapak , pasti saya sudah dibantu menyusun strategi menyerang. Atau lebih-lebih, pasti mereka sudah menyuruh saya berhenti berurusan dengan pihak sebelah.

Ini mereka, Ibu Bapak Juara Satu

Nyatanya tidak, nyatanya mereka benar.. Mereka benar bahwa dengan lebih tenang, pikiran akan menjadi lebih terbuka, hati menjadi lebih lapang, dan sadar ketika kita ngotot melawan apalagi dengan kekerasan, pada akhirnya kita sama saja seperti mereka.

Bersyukur saya didampingi pacar luar biasa. Yang menguatkan di setiap sedih dan menjadi sandaran ketika jatuh. Entah dimana dia mendapat hati sebesar itu, menjadi penampungan segala frustasi dan kemarahan saya. Entah dimana dia mendapat hati sebaik itu, memaafkan semua kesahalan dan mengalah demi kebaikan saya.

Ini juga Dia yang cintanya Luar Biasa
Entah kenapa dia bisa mencintai saya...

Jika tiba waktunya, tentu ada saatnya bertahan dengan apa yang saya yakini atau malah mengalah demi apa yang mereka yakini.

Tetapi sekarang, saya rasa cukup meresapi setiap sakitnya. Menikmati setiap nyeri dan luka yang dibuatnya. Membuat saya sadar, betapa selama ini hidup saya sempurna.

Ketika belakangan ini tidak ada lagi yang perlu saya keluhkan. Saya punya pekerjaan yang sangat saya cintai, teman-teman kerja yang selalu membuat saya bahagia, adik-adik yang tidak pernah merepotkan dan selalu menjadi penghiburan, pacar dengan cinta seluas semesta dan tentu saja orang tua luar biasa dengan cinta tak berhingga.

Ketika semua berjalan seperti seharusnya dan tidak ada alasan saya untuk tidak bahagia, apakah cobaan kecil ini harus menghancurkan semuanya? Tentu saja tidak, dan sudah pasti tidak.

Ya, saya sempat jatuh terpuruk dan bersedih.
Tetapi itu hanya sebentar, bukankah untuk mensyukuri semua kebahagiaan kita harus pernah berpapasan dengan kesedihan?

Ya, saya sempat kecewa dan menangis.
Tetapi itu hanya sesaat, apa yang saya alami ini adalah penyeimbang hidup. Bukankan di bumi ini semua harus berpasangan dan seimbang?

Saya masih belajar mejadi sabar, menjadi dewasa, belajar mengalah untuk pada akhirnya memenangkan kebahagiaan.

29 Tahun, dan ini adalah awal dari semua pelajaran.

29 Tahun, dan saya bahagia



Monday, July 17, 2017

Masa Paling Indah – Masa Sekolah Dasar: Part 2 – Kegiatan-Kegiatan yang Berfaedah

Minggu pertama masuk sekolah! Yang riweh bukan hanya anak-anak sekolah. Orang tuanya lebih rempong lagi! Menyiapkan seragam, buku tulis, buku pelajaran, alat tulis dan segala printilan kecil-kecil sampai topi, dasi, pita rambut, segala rupa. Sampai urusan cukur rambut segala.



Saya buktikan sendiri. Setelah liburan sebulan, dan tahun ajaran baru, hari Sabtu kemarin toko buku Gramedia ramainya bukan main! tumben-tumben saya lihat mereka sampai buka 5 kasir dan di masing-masing kasir ada 15-20 orang antre. Rata-rata membeli buku dan alat tulis. Begitu juga saat saya mampir ke toko buku dekat rumah hari Minggu kemarin. Ramainya lebih-lebih! Bahkan disertai drama seorang anak menangis dan berguling-guling di lantai hanya gara-gara tidak dibelikan set buku tulis yang diinginkan. Memang kadang-kadang anak kecil itu kejam.

Keriaan hari minggu awal sekolah ini mengingatkan saya kembali tentang kenangan masa SD saya yang luar biasa indah dan unbeatable!

SD saya ada di kampung kecamatan. Tidak bisa dibilang pelosok karena terletak di jalan utama penghubung antar dua kabupaten, tetapi tidak bisa juga dibilang sekolah kota karena sekolah saya tidak ada pagarnya. Di belakang kelas saya ada kebun pisang yang rimbun, dan di persis di sebelah saya ada kali kecil yang dulu jadi tempat mandinya orang-orang sekitar.

Bagi saya, masa SD adalah masa luar biasa, ketika saya tak perlu khawatir gendut, jerawat, dan masalah-masalah remeh temeh orang dewasa lainnya. Masa ketika "taking the risk" bukan hanya motto di resume kerja, tetapi benar-benar saya lakukan.

Jadi, ini beberapa hal luar biasa di SD saya.

1. Piket Kelas, Liburan Juga Piket!
Apakah disekolahmu dulu ada jadwal piket harian? Di sekolah saya ada. Jadi setiap hari kami piket bergilir. Dari 40 orang siswa, setiap hari satu regu piket terdiri atas 5-6 orang yang mendapat giliran piket. Tentu saja kami harus membersihkan ruangan kelas, termasuk menyiapkan vas bunga untuk meja guru, ember kecil berisi air bersih untuk guru cuci tangan setelah mengajar (maklum, jaman itu sekolahan masih pakai kapur tulis, spidol masih barang mewah lah). Lagipula di sekolah kami tidak ada petugas kebersihan sekolah, jadi kebersihan adalah tanggung jawab penuh kami semua.


Beginilah kurang lebih suanasan piket kelas. Masih ingat??
Biasanya piket kelas paling rempong kalau diminta membawa vas bunga (lebih tepatnya, ibu-ibunya yang rempong) karena kan kita berusaha sangat keras untuk mendapat pujian dari guru (kelakuan ya...) jadi pasti di rumah merengek-rengek minta dibuatkan yang bagus. Sampai suatu hari ibu saya kesal krn bolak-balik harus membuatkan vas bunga, dia belikan saya vas bunga plastik yang cantik. katanya sekalian taruh di kelas tiap hari biar teman-temannya tidak repot lagi bawa-bawa dari rumah. Dari saya saya tau kalau ibu saya itu visioner (atau sebenarnya males ribet, beda tipis!)

Yang paling cadas dari urusan per-piket-an ini adalah, liburan sekolahpun piket tetap jalan!! Jadi setiap pagi kita tetap harus datang ke sekolah dan bersih-bersih seperti biasa (kecuali urusan bawa vas bunga dan air cuci tangan guru saja). Nah, saya tergolong bandel urusan ini, saya super jarang ikut piket saat liburan sekolah. Saya lebih memilih kabur sesegera mungkin setelah ulangan umum ke rumah nenek. Jadilah hukuman saya paling berat, yaitu bawa batu kali yang segede kepala! Hahaha... batunya bukan buat nimpukin saya lho.. tapi buat nambah-nambah material kalau ada pembangunan di sekolah. Cemerlang kan idenya!

Sekarang setelah dewasa, saya baru sadar kalau piket kelas ini bukan sekedar tentang membersihkan kelas saja. Tapi pelajaran moral dan tingkah laku! Ya disekolahlah saya belajar caranya menyapu, mengepel lantai, menghargai kebersihan. Kalau kotor kan yang repot kita juga. Entahlah jaman sekarang anak SD masih ada piket kelas atau tidak.

2. Kutukan Pup Anjing
Judulnya agak menyeramkan, aslinya juga agak menyeramkan sekaligus menjijikkan sebenarnya! Hahahaha...

Jadi, masih berkaitan dengan piket kelas. Kita tidak hanya bertugas menjaga kebersihan kelas sendiri tetapi juga kebersihan halaman. Jadi setiap kelas sudah "dijatah" bagian mana. Semakin tinggi kelas, semakin banyak jatahnya. Contohnya, anak kelas 1 belum kebagian jatah (karena masih kecil, bisa lap ingus sendiri saja sudah syukur ya), lalu anak kelas 2 di halaman pura sekolah yang relatif kecil, anak kelas 4 di halaman belakang sekolah, dan yang paling luas tentu anak kelas 6 yaitu di lapangan utama sekolah tempat kita upacara bendera (luas lapangannya kira-kira setengah lapangan sepak bola!)

Jadi harus pintar-pintar membagi waktu untuk membersihkan semuanya sebelum jam bel sekolah (jam 7.15 sepertinya berbunyi). Jadi sudah merupakan pemandangan jamak kalau pagi-pagi buta, anak-anak SD di kampung saya sudah berduyun-duyun berangkat sekolah. Ada bahkan jam 5.30 sudah disekolah! Aseli deh saya tidak bohong. Sebab, selain urusan membagi waktu untuk membersihkan jatah piket, ada urusan yang lebih krusial lagi, yaitu pup anjing!

Nah, tadi kan saya sempat cerita kalau sekolah saya tidak berpagar, jadi anjing-anjing kampung itu bebas berkeliaran terutama selepas jam pulang sekolah. Berkeliaran dan pup lebih tepatnya! Siapa yang harus membersihkan pup mereka? ya petugas piket!! Siapa lagi... hahahaha....

Pengaturannya adalah, nasib ditentukan oleh tingkat kerajinan. Semakin belakangan kita datang, semakin besar peluang untuk membersihkan pup anjing ini! Contoh, dari 7 orang yang piket, saya adalah yang datang terakhir, nah kalau ada 1spot pup anjing, maka itu menjadi jatah saya. Kalau ada 2 spot, jadi jatah org yg datang ke-6 begitu seterusnya. Sialnya ya lagi-lagi karena saya pemalas, saya termasuk golongan-golongan korban kutukan pup anjing! Hahahaha...

Kalau anjingnya unyul gini sih saya ikhlas! :)
Pesan moral dari kegiatan ini, entahlah apa. Mungkin dengan berurusan dengan hal ini dari kecil, saya tidak menjadi orang yang gampang jijik. Santai aja sob, dari kecil sudah khatam bersihin pup anjing! Hahahahahaha....

3. Mencari Batu ke sungai
Lagi-lagi bukan urusan belajar, sekolahan jaman dulu belum ada dana bantuan ini itu dari pemerintah maupun NGO. Jadinya kalau mau ada membangun sesuatu harus bisa irit-irit jatah dari pemerintah dan pandai-pandai putar otak untuk memanfaatkan segala sumber daya.

Kalau tidak salah, waktu itu sekolah kami akan membuat tembok beton untuk tanah miring yang agak berbahaya bagi para siswa. Nah, tembok ini kan perlu batu yang banyak ya.. jadilah di masa-masa setelah ulangan umum, kami semua dari kelas 1 sampai 6 diajak ke sungai untuk mencari batu! Jadi ukuran batunya sudah ditentukan ukuran minimalnya, 1 orang cukup mengangkut 1 batu saja. Nah, saat itu kegiatan ini malah yang paling saya tunggu-tunggu. Ke sungai yang cukup jauh, melewati kebun-kebun kopi, jalanan tanah yang curam, tapi kami bahagia, karena bisa bermain air di sungai beramai-ramai! Tentu ibu bapak guru juga menemani

Kurang lebih penampakan sungai kampung saya (photo dari google)
Kalau sekarang sepertinya tidak ada lagi. Kalau ada mungkin sekolahnya sudah dituntut pasal exploitasi anak di bawah umur oleh para orang tua!

Tapi saya benar-benar bahagia dengan kegiatan ini. Menjadi sangat dekat dengan teman-teman. Belajar tentang gotong royong (tidak pragmatis semata) sambil bermain.

4. Kutu Rambut Sebagian dari Tren
Menurut sharing pengalaman yang tidak penting dengan beberapa teman, ternyata kasus kutuan pada anak SD tidak hanya terjadi di kampung saya lho! Di kampung-kampung tetangga bahkan sampai lintas kabupaten juga kasusnya sama. Rata-rata dari mereka kutuan saat SD.

Entah karena kami anak-anak SD ini rata-rata jorok amit-amit, atau kepala anak SD adalah lahan yang subur bagi para kutu! Yang jelas, saya kutuan waktu SD. Semacam penyakit kambuhan yang dialami semua orang. Dari kelas 1 sampai kelas 6, laki- laki dan perempuan, rata!

Mungkin juga dulu kami sekolah jalan kaki melewati kebun-kebun dan pohon asam yang tinggi-tinggi. Menurut legenda, kutu-kutu ini dijatuhkan oleh hantu-hantu penunggu pohon, absurd memang!

Di awal-awal kutuan, jadwal resmi pulang sekolah saya adalah mekutu (dicari kutu) oleh ibu. Ini bukan kegiatan yang saya suka. Samasekali bukan. Bagaimana tidak, saat mekutu waktu bermain dengan teman-teman jauh berkurang. Pun, ketika mekutu, ibu saya ganas!! Rambut ditarik-tarik, kepala ditoyor-toyor, pokoknya dia belum selesai kalau punggungnya sendiri belum sakit atau matanya belum berkunang-kunang. Semakin saya menangis, semakin gaharlah dia! Hahaha...

Sampai suatu hari mungkin ibu saya lelah juga, karena setelah berbulan-bulan dan mekutu setiap hari, kutunya bukannya berkurang tapi malah semakin subur beranak pinak. Lalu ibu saya membelikan saya obat anti kutu, mereknya Peditox. Masih ingat saya, baunya lebih menyengat dari karbol. Waktu itu doa saya cuma satu "semoga kepala saya tidak botak setelah di Peditox!"

Sukurnya tidak! Rambut saya bersih dari kutu, meski ya nanti kena lagi, di peditox lagi!

Ada banyak cerita seru lain yang nanti pasti akan saya bagikan.
Masa-masa sekolah, apalagi SD dan SMP harusnya adalah masa kita dipenuhi keceriaan dan kebahagiaan.

Sedih melihat minggu pertama masuk sekolah diwarnai dengan berita bullying yang terjadi.

Mungkin itu adalah dampak kemajuan jaman, tetapi itu terjadi karena kita semua terlalu lalai. Termasuk saya, karena terlalu asik berpikir bahwa kita pemeran utama dalam kehidupan.

Semoga kita semua bisa belajar, kita semua lebih peduli, dan kita semua membawa kebahagiaan bagi mereka semua!!

Selamat hari senin, selamat memulai sekolah!!

Keceriaan dan kebahagiaan mereka adalah tanggung jawab kita semua!



Sunday, July 9, 2017

Flores: Cerita Tidak Biasa dari Pulau Luar Biasa (Part 2 - Somewhere Between Heaven and Earth)

Setelah puas leyeh-leyeh dan ngobrol-ngobrol di Hutan Mangrove Pak Kong, kami mengunjungi bukit salib. Yang letaknya hanya 15 menitan dari tempat Pak Kong.

Dan cerita seru lainnya berlanjut...

* Photo Prewed Low Budget
Sebagai pasangan yang (kelamaan) pacaran dan berencana menikah tahun depan (eheeemm...) dan dengan budget pernikahan terbatas (malah curhat yaa.. hahaha), maka beberapa hal yang tidak begitu penting kami hilangkan. Seperti photo prewed.

Tetapi bukan berarti kami patah semangat, kami melancarkan proyek photo prewed low budget!

Aww banget khaannn.... 
Termasuk ketika kami di Flores. Salah satu agendanya adalah membuat photo ala-ala. Bermodal tripod, kamera mirorless, timer, kreativitas dan kepercayaan diri yang agak kelewat batas, jadilah photo ala-ala dari bukit salib!

Gimana ga gatel pengen potoan coba, tempatnya cantik gini
Bukit salib ini adalah bukut gersang (mirip pulau Padar kalau ambil trip Komodo) yang diatasnya dibangun salib yang cukup besar. Salib ini dibangun oleh anggota TNI Sikka. Memang ya para tentara ini gak ada matinya!

Nah, kalau kalian mau photo prewed low budget, silahkan mungkin bisa ikut tips saya ini. Ya maklum kalau baju seadanya, make up setidak adanya. Hahahaha....

tuh yg dibelakang adalah gambaran kami 20 tahun lalu. Hahaha...

* Sesederhana Kelapa Muda
Turun dari bukit salib. Bekal air minum kami sudah habis! Naiknya lumayan, hausnya juga.

Tapi dari awal kami sudah lihat ada seorang bapak tua jualan kelapa muda. Ya, di tempat seindah dan seramai itu memang tidak ada dagang samasekali. Padahal di pinggir jalan raya. Bapak penjual kelapa ini juga aseli dah seadanya banget!

Jadi bapaknya membawa kelapa muda yang dimasukkan ke dalam karung, kemudian karung ini dipikul dari rumahnya sampai ke jalanan. Udah jualannya kelapa itu dan beberapa gelas air mineral.

Nah, kami beli 2 kelapa. Giliran bayar saya tanya bapaknya dibilangnya "15 ribu saja" jadi saya kasi 30 ribu kaan, trus bapaknya malah bingung. Ternyata 2 bijinya yang 15 ribu!! Alamak, murahnya... apalagi ini ukurannya tempat wisata terkenal ya..

Saking herannya saya tanya sama Kak Gerson, kenapa dia jual kelapanya murah sekali. Menurut Kak Gerson, sebelum kami datang dia bahkan jualnya hanya 6 ribu sebutir. Lalu Kak Gerson sarankan jual 10 ribu saja. daripada nanti susah cari kembalian, dan biar dia dapat untung lebih dari kampung mikul kelapa muda sampai sana.

Pertanyaan kedua saya, kenapa tidak ada dagang lain? Kan itu pengunjungnya banyak ya, kalau di kampung saya sudah dimana-mana dagang berserakan. Jawaban Kak Gerson "Kan semua orang sudah punya kelapa, jadi tidak usah jual kelapa lagi." Jawaban yang singkat, lugas dan ngena ulu hati! Hahahaha....

Ya sesederhana itu memang, di Flores pohon kelapa ada dimana-mana. Orang-orang dengan mudah bisa petik sendiri (lha apa kabar saya kalau harus petik kelapa sendiri ya..)

Saking terpesona dengan jawaban itu kami sampai lupa foto bapak kelapanya.

Sekianlah episode kelapa ini berakhir. Hahahaha...

* Cara Jualan yang saya tidak pernah tahu
Perjalanan pulang ke hotel saya kembali melakukan pengamatan tidak penting dan tidak valid saya tentang Kuburan (ada di artikel sebelumnya: ini dia). Sambil mendengar Kak Gerson bercerita tenatang produk pertanian Flores. Mulai dari kopra, mangga, dan saya baru tahu kalau Flores adalah penghasil kemiri!

Di jalan kami berhenti sebentar, biasalah kalau tidak belanja saya jadi uring-uringan. Hahaha...
Niatnya mau beli mangga, tapi mangganya belum matang, jadilah saya belanja jambu. Jambunya merah-merah, besar dan masih segar! Yum (apalagi kalau dicocol bumbu rujak yaa.. ngileerrr).
Seporsinya 5 ribu
Uniknya adalah cara jualan pinggir jalan ini, kalau di kampung saya jualan buah, atau bumbu biasanya dengan sistem kiloan. Tapi tidak di Flores, di jualan pinggir jalan, buah ini dijual dengan sistem porsi. Jadi porsi-porsi ini digelar di meja dagangan, kita tinggal pilih mau yang mana. Langsung ambil 1 porsi itu.

Tinggal Pilih mau yang mana

Saya sih belum sempat tanya kalau mau beli kiloan atau sebiji aja boleh apa engga.. hehehe

*Toko Oleh-oleh atau rumah Om?
Kembali ke kota Maumere, Kak Gerson menanyakan apa kami mau belanja oleh-oleh. Saya langsung iyakan, Kak Gerson bilang ada toko oleh-oleh di Maumere.

Agak bingung juga awalnya. Soalnya, saat malam sebelumnya jalan-jalan naik motor ke kota, rasanya kok saya tidak ada ketemu toko oleh-oleh. Tapi memang mungkin kami yang tidak tau tempatnya dimana.

Sampai di Maumere, kami berhenti di sebuah rumah sederhana yang pintu pagarnya tertutup. Halamannya rimbun pepohonan, dan dari luar kami lihat bapak-bapak duduk di beranda dengan kaos kutung dan rokok. Saya celingukan kenapa berhenti disana.

Rupanyaaaa... rumah itulah toko oleh-olehnya!!! Hahahaha...
Kami dibukakan pagar oleh bapak kaos kutung itu, lalu dia memanggil istrinya di belakang lalu kami diantar ke ruang tamunya yang disulap jadi toko kecil. Begitu kami tiba, baru lampu-lampu dinyalakan!

Tapi jualannya lumayan lengkap sih, kaos-kaos souvenir sampai kain-kain tenun ada juga. Rasanya tidak seperti di toko oleh-oleh. Rasanya seperti mampir ke rumah Om!

Mampir ke rumah om, eh mampir ke toko oleh-oleh
* Ke Kelimutu Kami Harus Kembali
Hari ke-3, tujuan utama kami dari perjalanan kali ini. Kelimutu! Dari maumere kami harus berangkat super pagi, jam 2 dini hari. Agar bisa melihat sunrise.

Sudah janjian dengan Kak Gerson untuk dijemput jam 2. Staff hotel juga sudah menyiapkan bekal perjalanan untuk kami: 2 botol air mineral dan sebungkus kacang telor! Persiapan saya dan Dje pun sudah komplit. Jaket, syal, sarung tangan, sepatu, dan antimo (buat saya, berdasar petunjuk dari kanjeng bos di kantor yang sudah lebih dulu kesana).

Sekitar jam 2.30 dini hari kami berangkat. Maumere - Kelimutu ditempuh dalam waktu kurang lebih 3 jam. Saya sengaja minum antimo, agar sepanjang perjalanan saya bisa tidur nyenyak dan bisa puas menikmati Kelimutu.

Sampai di Kelimutu jam 5.30, duingiiiinnn dan senangnya cerah!!! kami tidak sabar segera naik. Apalagi Dje harus banyak-banyak hunting Foto. Dan, drama paling seru terjadi! Begitu menyalakan kamera, eng ing eng... memory card-nya tertinggal di laptop!! Alamaakk... gara-gara kemarinnya kami memindahkan foto ke laptod dan lupa ambil!

Aseli deh, nyesek.. apalagi Dje.Ada mungkin perlu sekitar 15 menit buat dia menenangkan diri sebelum kami bisa ketawa-ketawa lagi. Hahaha..

Jadii, kami pasti akan kembali ke flores! Kembali ke Kelimutu! Pasti.
Indahnya Kelimutu, sungguh tak mampu saya jelaskan. Betapa semesta begitu luar biasa agung, betapa kita sesungguhnya hanya remahan rengginang di kaleng Khong Ghuan sisa lebaran kemarin.
Danau 1: berkabut - saya tidak tahu warna aselinya apa

Danau 2 & 3 (diseberangnya) - Biru dan Tosca

Meratapi drama memory card

Sudah Move On!

Trus Minta Belanja - Ga dikasi sama Dje - Manyun Lagi

Dijanjiin bakal kesini lagi - Happy lagi!!

* Pantai sejuta umat - Pantai Koka
Mencoba melupakan urusan memory card kamera, perjalanan kami berlanjut ke Pantai Koka. Jadi ini pantai segala kalangan. Tua-Muda, Bule-Lokal, Keluarga-Pacaran, semua tumplek blek disini. Apalagi masih suasana Lebaran dan liburan sekolah. Saat kami kesana pantainya ramai! Yang menurut Kak Gerson biasanya sepi.

Jalanan ke pantai agak kecil dan melewati kebun-kebun warga. Dibandingkan di objek lain, disini bayarnya yang agak banyak. Jadi bayar tiket masuk 2x. Pertama 10 ribu, kedua 20 ribu. Lalu naik ke bukitnya bayar lagi 5 ribu per orang.

Kalau mau dibilang, pantai ini cantik. Tapi, ada beberapa pantai yang jauh lebih cantik lagi menurut saya. Misalnya Tanjung Aan dan Tanjung Tinggi.

Ini Pantainya

Ini Pengungjung Pantainya

Ini saya dari atas bukit liatin pantainya
Ini jembatan bambu ke atas bukit

Ini saya sebenernya ngeri naik jembatan horor

Tapiii... di Flores ini bukan melulu urusan indah atau eksotis, tapi menurut saya yang jauh lebih menarik adalah cerita di baliknya.

Cerita pertama adalah saat kami menaiki tebing untuk melihat kedua teluk. Di bale-bale dijaga beberapa orang anak usia tanggung (mungkin SMP kelas 1 atau 2) yang memungut biaya masuk. Yang menarik perhatian saya adalah ada dua anak laki-laki yang sedang khusyuk berurusan dengan kepala temannya. Saya pikir mereka sedang mekutu (mencari kutu). Eh, setelah saya dekati ternyata mereka sedang membuat pola kekinian di kepala temannya!! Itu lho cukuran rambut dengan garis horisontal di anak cowok. Setahu saya kalau dikampung saya itu dilakukan oleh tukang cukur rambut. Ini mereka hanya bermodal selembar silet patah, jadi deh model rambut kekinian! Cadaaassss...

On Proses

Cadazzzzz
Lalu, begitu kami turun ke pantai, perut sudah keroncongan minta makan siang. Dje dengan pedenya mendekati ibu-ibu yang sedang membuka box pendingin ikan dan menyiapkan ikan bakar. Niatnya untuk pesan makan sih, tetapi ternyata oh ternyata, ibu itu sedang piknik bersama keluarga dan berbekal ikan 1 box penuh untuk dipanggang ramai-ramai!

Benar kata Kak Gerson, mereka memang niat-niat. Rata-rata mereka membawa gitar (dan mereka benar-benar menyanyi bersama), ada yang membawa bekal piknik, ada yang membawa pisang satu tandan! Ya benar satu tandan saudaraku! Ada juga yang membawa kelapa muda sendiri. 3 atau 4 biji kelapa mereka tenteng.

Bukannya disana tidak ada dagang ya, banyak warung-warung kecil, tetapi rata-rata jualannya adalah pop mie, pisang goreng dan minuman. Sukurnya kami menemukan satu warung makan yang mau menjual ikan bakarnya pada kami. Soalnya di tempatnya hanya ada segunung kelapa muda, iseng-iseng kami bertanya apa dia jual ikan bakar, dia bilang bisa-bisa. Lalu, jadilah kami makan ikan bakar seadanya. Hahaha...

Ikan Bakar + Tumis Kangkung + Sambal Kecap + Nasi Merah


* Yang Tidak Boleh Terlewat - Kunjungan Ke Pasar
Namanya juga cewek ya, kalau tidak belanja rasanya ada yang kurang. Pun saya, hanya saja, saya sukanya belanja ke Pasar. Senang saja rasanya mengunjungi pasar, suasananya kurang lebih sama. Riuh, seru dan murah!

Pasar di Kota Maumere namanya Pasar Alok. Pasarnya besar! Mungkin ini modelan pasar induk. Tujuan utama saya adalah cari tenun. Sebelumnya di Desa Sikka sempat ditawari kain tenun harganya 750 ribu, lalu di Kelimutu ditawari 1 juta! Alamak, mahal kali... Untungnya ada mbak-mbak baik hati bisikin saya bilang kalau di pasar harganya hanya 450 ribuan.

Berbekal informasi itu, kami meluncur ke pasar. Karena siang, pasar sudah sepi, tapi masih ada beberapa pedagang yang buka. Langsung saya ke tempat kain-kain tenun dipajang berjejer. Ternyata harganya jauh lebih murah! Kisaran 250 - 450 ribu saja! Cantik dimata, cantik di dompet.
Petak Umpet diantara tenunan cantik

Tentengannya satu aja yaa..

Sudah siang, pasarnya sepi
Oh satu lagi, ketika masuk lebih kedalam lagi, ada beberapa ibu-ibu penjual keladi masih buka. Saya dan Dje agak terpesona melihat keladi yang super besar. Dengan penasaran kami mendekat dan hanya karena penasaran juga kami bertanya harganya. Ibunya bilang 15 ribu saya "kalau kakak mau ambil, saya kasi 10ribu sudah" eehh, saya jadi salah tingkah, akhirnya Dje menjelaskan kalau kami hanya ingin tahu saja. Bagian terbaiknya adalah, saya tanyakan biasanya keladi sebesar itu diolah untuk masakan apa? Lagi-lagi saya menerima jawaban sederhana dan mak jleb di ulu hati: dimasak untuk makanan Babi! Hahahaha....
Keladi Jumbo

* Hotel? Bukan, Somewhere between Heaven and Earth!

Setelah 2 malam di kamar Backpaker, kami pindah ke Bungalow. Dan ini adalah keputusan terbaik yang kami ambil.

Saya serasa ada di filem-filem holywood! Bungalow benar-benar dibangun diatas hamparan pasir, di bawah kebun kelapa dan persis di hadapan laut! Detail di dalamnya yang membuat saya meleleh. Temanya adalah warna biru, jadi banyak tiny lil'details yang mereka taruh di dalam kamar. Mulai dari bintang laut warna biru, cushion bantal, handuk pantai, sampai sprai toilet juga!

Perfect Sanctuary
Shells house

Unyu Banget kan yaa

This small lil touch.. aww banget (bukan, bukan awkarin)


Belum lagi disekitaran resort yang dibuat "seadanya" tapi cantik. Bahkan selonjoran di pantainya saja sudah membuat bahagia.

Leyeh-leyeh dipantai berasa ikan paus terdampar

Sunrise view

The resort

Small Lil detail

Paradise - Flores

Diantara semua itu yang paling penting tentu saja staffnya. Mereka semua sangat baik dan perhatian! Mereka bertanya tentang perjalanan kami, mereka perhatian ketika kami seharian tidak di hotel, mereka menemani saya ngobrol kesana kemari ketika Dje asik dengan foto-fotonya. Mereka yang menceritakan pada saya tradisi di Maumere. Ah, saya jadi rindu mereka. Terutama Kak Asti!

Meski mereka tidak jago masak (mi instan gagal itu lho...) tapi saya maafkan. Kecantikan pulaunya dan kebaikan hati mereka membuat saya luluh :)

Dan semua cerita-cerita itu membuat saya makin jatuh cinta pada flores.

Bukan melulu tentang mencari pantai-pantai cantik, atau tempat-tempat eksotis, atau makanan-makanan enak. Tapi juga tentang belajar mendengarkan, tentang belajar mensyukuri dan belajar mencintai.

Semoga semesta mendukung, suatu hari saya berbagi cerita dari pelosok yang lain :)


N.B
Pesanan khusus seorang teman di kantor (sebut saja namanya Rika) yang ingin tau rincian biaya perjalanan kami, jadi kurang lebih begini

- Tiket pesawat Dps - Mof - Dps : 2.200.000 / person (Garuda)
- Hotel 3 night (2N backpaker room, 1 N Bungalow): 1.700.000 (Coconut Garden Beach Resort)
- Mobil (2 Hari termasuk driver & bensin) : 1.750.000 (Kak Gerson 081339364084)
- Motor (setengah hari, sewa di hotel): 50.000
- Taksi (Bandara - Hotel - Bandara): 200.000
- Makan: kira-kira 1.000.000 (sudah termasuk segala cemilan yang saya beli)
- Donasi Patung Maria : Seikhlasnya
- Donasi Gereja Tua Sikka: Seikhlasnya
- Tiket masuk hutan Mangrove Pak Kong : 5.000/orang
- Tiket Masuk Kelimutu (termasuk mobil dan penumpang) : 50.000
- Tiket Masuk Pantai Koka (Termasuk naik bukit): 40.000
- Tip dan belanja souvenir : Seikhlasnya

Jadi kalau dihitung-hitung, untuk berdua perjalanan 4D3N biayanya persis sekitar 9.000.000
Mirip dengan biaya kami ke komodo 2 tahun lalu.

Selamat merencanakan liburaaannn...

Saturday, July 8, 2017

Flores: Cerita Tidak Biasa dari Pulau Luar Biasa (Part 1 - Dari Aquarium Elektrik sampai Kalpataru)

Kali kedua mampir ke Flores, kami memutuskan ke Maumere.


Sepertinya memang perjalanan kami ke Maumere ditakdirkan untuk menjadi cerita tidak biasa. 

Rencana Perjalanan
Awalnya tahun ini kami tidak berencana melakukan perjalanan. Alasan awalnya karena tidak ada budget dan Dje tidak ada cuti. Saya awalnya sempat ngotot untuk pergi, tapi karena Dje ragu-ragu ya sudah, saya pasrah tahun ini tidak akan kemana-mana.

Lalu tiba-tiba, tanggal 8 April, malam-malam Dje chat saya dan mem-propose untuk pergi ke Maumere. Alasannya karena tiketnya lumayan murah. Jadilah malam itu juga kami beli tiket ke Maumere. Dan, dari sini sudah drama. Dje sudah beli tiket PP dengan Garuda, nah giliran saya beli (less than 10 minutes setelah Dje) tiket balik  Garuda sudah habis! Baik di Traveloka maupun di situs Garudanya! Akhirnya terpaksa saya beli tiket balik dengan Wings Air. takut nanti kehabisan juga. 

Eng ing eng.. 2 hari kemudian, ketika Dje iseng-iseng liat, Garuda rute Maumere-Bali di tanggal balik kami ada lagi!! Hahaha... jadilah saya refund tiket Lion dan beli tiket Garuda yang sama dengan Dje.

Tiket PP DPS-MOS-DPS pun akhirnya ditangan. Berangkat tanggal 24 Juni, pulang tanggal 27 Juni dengan Garuda seharga 2.200.000 (kalau Dje dapat lebih murah lagi)

Perjalanan ke Maumere kali ini adalah perjalanan dengan planning tercepat dari rekor perjalanan saya lainnya. Hanya dalam beberapa jam kami memutuskan ke Maumere, langsung pesan tiket pesawat dan hotel. Dan yang lebih seru, perjalanan Maumere ini adalah pertama kalinya Dje mengatur semua-muanya sendiri. Bahkan dari awal pilihan ke Maumere, hotel, transport dan segala itinerary dia yang urusin, saya tinggal duduk manis dan menikmati.

Yang Mereka (pikir) Tahu Tentang Maumere
Dari 10 orang yang tau rencana perjalanan saya ke Maumere, 8 diantaranya tidak tahu Maumere itu dimana! Hahaha...
Beberapa dari mereka bahkan berpikir kalau Maumere itu di Papua (keplingset sama Merauke).

Jadi gini...
Maumere itu ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya Pulau Flores. Kota Maumere sendiri adalah ibu kota dari Kabupaten Sikka. NTT sendiri terdiri dari 3 pulau besar yaitu Flores, Sumba, dan Timor. Belum lagi pulau-pulau kecil lainnya. Jadiii, wilayahnya luas.

Sedangkan kalau bicara tentang NTT atau Flores sekalipun, orang pasti mikirnya Labuan Bajo, Pulau Komodo atau Kupang. Labuan Bajo-pun masih di Pulau Flores. Hanya saja Maumere ada di sisi yang berbeda. Kalau tidak salah, menurut cerita Kak Gerson, Maumere-Labuan Bajo naik mobil perlu 16 jam!!

Cerita Selama di Flores
Bahkan H-1 sebelum berangkatpun masih drama. Charger iphone saya ketinggalan di tas Ibu yang sudah pulang kampung. Untungnya ada kabel data mini yang nyantol di perkakas kameranya Dje yang bisa saya pakai.

Lalu, jaketnya Dje hilang entah dimana. Padahal kami harus bawa jaket karena akan mengunjungi Kelimutu yang dingin. Terpaksa dia ikhlas menggunakan jaket abu-abu saya yang sebenarnya setengah mati dia benci. Hahaha...

Jadi inilah cerita tak biasa dari pulau luar biasa

* Aquarium elektrik
Begitu sampai di Bandara Frans Seda Maumere, seperti biasa saya buru-buru lari cari toilet. Ada 4 orang yang antre sampai ke pintu toilet. Waduh gaswat, pikir saya. Pasti antrean panjang. Tapi ternyata tidak. Ya memang hanya 4 orang itu saja. Ternyata bilik toiletnya cuma 2, jadi antrenya yang agak panjang.

Nah, masuk ke dalam toilet (masih nunggu ke bilik toilet) saya agak celingukan. Bukan karena toiletnya yang kecil, tapi karena di tembok wastafel tidak ada cermin. Rasa-rasanya di mana saja di tempat umum, wastafel pasti temannya cermin. Alih-alih cermin, disana terpajang aquarium elekrik (itu lho, aquarium bohongan dengan gambar ikan yang berputar-putar)!! Ini asli baru pertama x saya lihat. Apa mungkin saya saja yang kurang banyak jalan-jalan kali ya.. hehehe...
Tapi cerminnya ternyata ada, super besar, seukuran tembok persis di seberang toilet.

Si Aquarium elektrik di depan washtafel
Selesai urusan bagasi, kami mencari taksi ke hotel. Memang di Maumere tidak ada taksi, yang ada adalah mobil-mobil travel freelance. Mereka banyak nongkring di bandara (rata-rata mobilnya Inova).

Sopir taksi kami bernama kak Richard, sepanjang perjalanan kami ngobrol dengan kak Richard tentang perjalanan kami di Maumere. Sampai akhirnya kami sepakat untuk memakai jasa kak Richard sebagai pemandu sekaligus sopir kami 2 hari berikutnya.

Tapi, kak Richard ternyata tidak bisa mengantar kami. Jadilah dia menghubungkan kami dengan quide luar biasa selama di Maumere yaitu kak Gerson. Lewat kak Richard kami sepakat untuk 2 hari trip termasuk ke Kelimutu biayanya 1.750.000 sudah termasuk bensin, jadi kami tinggal duduk manis.

* Kegagalan Mi Instan
Kami menginap di Coconut Garden Beach Resort. Kamar kami 2 malam pertama adalah kamar backpaker. Kamar dengan luas tidak lebih dari 10 m² dan sharing bathroom. Kamarnya bersih, hanya ada 1 tempat tidur, 1 kursi, kipas angin, dan obat nyamuk elektrik di dalamnya. Kami sih senang-senang saja. Di beranda ada 2 kursi baca dan hammock!

Nah, karena sudah waktu makan siang kami putuskan makan di hotel saja. Demi keamanan perut, kami pesan yang aman-aman saja. Dje pesan mi goreng, saya pesan mi kuah. Ketika makanan datang, tampilannya cakep. Kelihatannya sih dibuat dari mi instan. Kami malah senang, mi instan kan nikmat! hahahaha....

Ups... ternyataa, mi instannya gagal! Terutama mi kuah saya. Kebanyakan kuah. Rasanya seperti mi + sayur rebus disiram air hangat! Hahahaha... sukurlah Dje rela berbagi sebagian mi gorengnya yang rasanya mendingan dan menghabiskan sebagian mi kuah saya.

Ketika saya meratapi in instan gagal itu
Saya sih tidak kecewa dengan mi instan gagal ini ya..
Mau tau alasannya?? Karena akhirnya saya menemukan orang yang lebih parah masak mi-nya daripada saya yang kacau ini! Hahahaha...

* Bapak Guru Olah Raga pengembala kambing
Belum terlalu sore setelah kami makan siang, jadi kami menyewa motor di hotel (Rp. 50.000) untuk jalan-jalan keliling kota Maumere.

Nah, di dekat bandara kami melihat lahan kosong yang luas (hampir seluas lapangan bola di kampung saya) dengan hamparan rumbut yang nyaris-nyaris kering. Demi memenuhi hasrat ke-photographer-an nya Dje, jadi kami berhenti untuk hunting foto.

Disinilah cerita berawal. Mungkin ini tanah lapang memang tidak berguna sama sekali. Lalu tiba-tiba ada kami berdua photographer dan model (super amatir) yang foto-foto, jadilah semua orang lewat di depannya (lahan ini terletak di jalan raya utama penghubung Maumere dan Larantuka) ngeliatin kita! Mau yang naik motor, mobil, truk, jalan kaki, sepeda, semua! Kita jadi tontonan! Hahaha...

Kemudian lewatlah bapak-bapak, menggembalakan kambing jantannya. Eh, bapaknya ramah. Kami ngobrol kesana kemari (tanpa kami pernah tahu nama bapak itu siapa). Ternyata beliau adalah seorang guru olah raga SD yang sebentar lagi akan pensiun.

Yang menarik adalah, bapak ini mirip sekali dengan ibu saya!! Bukan mirip wajahnya ya, tapi caranya bercerita. Tanpa tedeng aling-aling, si bapak langsung bercerita tentang putranya yang juga guru olah raga di SMA, pernah ke Bali mengantar siswanya bertanding sepak bola sebagai wakil satu-satunya dari NTT. Lalu ada anak perempuannya yang kuliah sarjana di Universitas Muhammadiyah di Malang dan menikah dengan seorang dokter dari Papua.

Memang ya, kebanggaan orang tua yang paling utama adalah anak-anaknya. Jadi siap-siaplah kalau ketemu ibu atau bapak saya, anda akan mendengar kisah perjalanan mbak-mbak kantoran (saya) dan pekerja pabrik pipa (adik saya) dan mahasiswa universitas negeri (adik saya satunya lagi).

Oh, karena tanah lapang itu tak bernama, saya namai tanah lapang itu: Tanah Lapang Pak Guru Olah Raga Penggembala Kambing!

Photo Pak Gurunya ga ada, photo kambingnya aja deh, eh maksudnya photo saya aja deh


* Maria Bunda Segala Bangsa dan Kain Tenun
Tujuan pertama kami di hari berikutnya adalah Patung Maria Bunda segala bangsa di bukit Nilo.  Sekitar satu jam naik mobil dari kota Maumere, melewati jalan berliku mendaki bukut (tapi jalannya bagus, tak usah khawatir), kami sampai.

Patung Maria Bunda Segala Bangsa dan kami :)
Lokasinya yang diatas bukit, sehingga kita mampu melihat keindahan di bawahnya. Bahkan jalanan berliku dan lautan juga terlihat! Indah sekali. Di hari minggu, lokasi ini juga merupakan tempat ibadah umat katolik. Kami tiba disana cukup pagi, sehingga masih sepiii... hanya ada kami saja. Baru setelah kami bersiap melanjutkan perjalanan ada satu keluarga yang datang untuk beribadah.

Mereka beribadah di Patung Maria, dengan kain tenunnya!
Sepanjang perjalanan ke bukit nilo, kami banyak berpapasan dengan mereka yang baru pulang dari ibadah minggu di gereja. Banyak dari mereka, terutama yang wanita, ke gereja menggunakan kain tenun khas flores. Cantik sekali! Dan saat itu juga saya jatuh cinta. Saya harus punya kain tenun itu,

* Kak Gerson dan Singkong Rebus
Pulang dari bukit Nilo, tujuan kami selanjutnya adalah Desa Sikka. sepanjang perjalanan kami ngobrol dengan Kak Gerson. Kak Gerson sangat-sangat baik. Satu hal yang menjadi ciri khasnya adalah, kalau menjawab pertanyaan biasanya dia akan bilang "yaya ..." atau "tidak tidak..." saya sampai kebawa itu kebiasaan dia. Hahaha...

Kak Gerson, sopir TOP dg gaya hidup sehat!
Untuk ukuran sopir pada umumnya, Kak Gerson ini sehat sekali! Itu yang membuat kami makin salut! Dia tidak merokok, tidak minum kopi, tidak minum moke (mirasnya orang sana), tidak juga makan yang aneh-aneh. Minumnya cukup air putih saja!

Dalam perjalanan ke Sikka, dia tiba-tiba menanyakan apa kami suka singkong rebus dan mau makan siang dengan singkong rebus. Jawaban spontan saya: selain singkong ada lauk lainnya juga kan?! Hahahaha...

Kak Gerson bilang, ya kalau ada ikan kita makan pakai ikan. Lalu di jalan kami berhenti membeli seikat besar singkong (hanya 10 ribu rupiah). Kak Gerson bilang nanti di Sikka akan dia masak makan siang untuk kami dengan menu singkong rebus. Dan saya masih bertanya-tanya, lha masa makan siangnya singkong tok (karena sampai di desa sikka juga kami tidak berhenti beli ikan! Mampus, aseli dah ni makan siang pake singkong rebus tok). Hanya berhenti sekali untuk beli tomat dan cabai segar.

Begini nih belanja bumbu di Maumere
Sesuai janjinya, sesampainya di Desa Sikka, Kak Gerson menurunkan kami di depan rumahnya (dia aseli Sikka ternyata) dan kami tur mengelilingi desa Sikka ditemani Karina dan Antonia (ya nama orang disini keren-keren! Peninggalan orang-orang Portugis dulu). Sementara Kak Gerson Masak makan siang untuk kami.

Duo guide cilik: Karina & Antonia
Eng ing eng... sepulang dari jalan-jalan, kak Gerson di bantu saudara-saudaranya yang lain, termasuk Ibu Guru Nisti, sudah menyiapkan menu makan siang komplit untuk kami! Nasi jagung, singkong rebus, Ikan Bakar, Ikan Bumbu kuning, kuah asam pedas, dan semangkok sambal segar untuk kami! Kecemasan saya tidak terbukti!

Jamuan makan besar di rumah Kak Gerson
Jadi makan siang di rumah Kak Gerson adalah makanan paling enak selama kami di sana. Kami makan di halaman rumahnya, persis di depan kandang babi! Hahahaha... serasa di kampung saya! Kata kak Gerson sih tidak semua tamunya dia tawari makan di rumah. Mungkin dia melihat kami tipe pemakan segala, jadinya ditawari.

Oh iya, makan siang kami itu gratis tis tis!! Jadi beneran itu dikasi minta makan di rumah kak Gerson.

Nah yang mau ke maumere dan pdkt sama kak gerson tak usah ragu, cemas apalagi malu! He is super recomended! Ini nomor HP-nya: 081339364084

* Ombak di Desa Sikka semenggelegar Tante-Tante penjual Souvenir
Desa Sikka adalah salah satu desa tertua yang terletak di pesisir pantai selatannya Flores. Ditemani oleh Om Goris Tamela, kami bekunjung ke Gereja Tua Sikka, gereja tertua di Pulau Flores. Gereja ini dibangun tahun 1899. Gerejanya cantik dan masih terawat dengan baik. Pak Goris bercerita tentang sejarah masuknya agama Katolik ke Flores. Kalau mau tau, harus datang sendiri ke Sikka!

A Glimpse of Gereja Sikka
Seperti desa pesisir pada umumnya, sebagian besar penduduknya adalah nelayan. Waktu kami kesana saja anak-anaknya pada ceceburan di laut, padahal air sedang pasang! Mereka tetap saja ceria berenang kesana kemari. Padahal jelas-jelas dimana-mana ada larangan untuk mandi di karena ombak tinggi!

Anak-anak mainan di pantai

Meski tulisan ini ada dimana-mana, tetap tidak menyurutkan niat mereka!
Rumah-rumah penduduk juga persis di pinggir laut. Aseli laut, karena pantainya sudah habis karena abrasi. Siang itu saat kami main kesana, ombak sudah sampai ke tembok rumah penduduk. Bahkan katanya kalau ombak sedang pasang-pasangnya ombaknya bisa sampai atap rumah!

Ombak ketemu tembok rumah
Abrasi di pantai Sikka sudah cukup parah, dulu waktu Kak Gerson jaman SD, mereka masih punya pantai, tapi sekarang tidak ada pantai lagi. Rumah langsung laut. Hanya kalau sore-sore saat air laut tidak pasang baru mereke sekejap punya pantai.
Mungkin desa Sikka harus belajar dari Pak Kong.

Nah, yang tidak kalah dengan Ombak Pantai Sikka adalah para tante penjual souvenir di depan Gereja. Mereka hanya berjualan saat ada pengunjung. Saat saya masuk Gereja, belum ada pedagang yang standby, nah begitu keluar gereja, mereka sudah siap semua dengan barang dagangannya.

Serbuan 1: Ayooo beli Rosario!!


Yang bikin kurang nyaman, mereka literally menyerbu kita dengan barang dagangannya! Aseli saya sampe pusing! Ngacungin rosario dan kain di depan wajah saya! Hahaha... Dje sih bahagia liatin saya dirubung dan ga ada yang peduli dengan dia.
Serbuan 2: Jangan lupa kain tenunnya!!
Saya takutnya cuman satu, takut klo saya beli di tante satu, tante lainnya bakalan marah dan bakal terjadi tawuran antar tante! Hahaha... syukurnya tidak, mereka santai-santai saja setelah itu. Dan uniknya begitu kita selesai belanja, mereka rapikan lagi dagangannya dan balik ke rumah.


* KUBURAN
Ini benar-benar tentang mindset.
Kalau di kampung saya, kuburan itu tempat horor. Segala jenis maya-maya (makhluk halus) tumplek plek!!

Tapiii, tidak di Flores!! berdasarkan pengamatan tidak penting dan tidak valid saya, 7 dari 10 rumah di Maumere (sampai Ende juga) memiliki kuburan di rumahnya. Bukan sekedar di halaman rumah ya, tapi persis di depan pintu utama masuk rumah.



Persis di halaman rumah
Kuburan juga dibuat rapi dengan keramik bahkan marmer, lengkap dengan atapnya. Menurut cerita teman-teman disana, biasanya mereka menguburkan orang tua ataupun orang-orang yang paling dikasihi disana. Mungkin alasannya biar tetap terasa dekat ya.

Kuburan yang dibuat megah di halaman rumah
Saya juga tanya pada Karina (guide cilik kami) apa tidak takut ada kuburan di depan mata. Jawab dia: biasa saja!

Hebat!!

* Pak Kong, Tsunami, dan Manggrove
Victor Emmanuel Rayon, atau biasa dipanggil Pak Kong.
Dia adalah Pahlawan! Asli! Pahlawan penyelamat lingkungan.

Pak Kong ini tidak sekedar berkebun, tapi dia berhutan! Pak Kong dan istrinya, dia menanam manggrove hingga menjadi hutan dengan luas lebih dari 60 hektar di Desa Reroroja, pantai utara Maumere.

Berawal dari tsunami yang melanda pulau flores tahun 1992, Pak Kong dan keluarga harus mengungsi ke atas bukit. Masalahnya buku-bukit disana kering kerontang, tanam pohon tidak bisa, air tidak ada. Mau tidak mau Pak Kong harus kembali ke pesisir, dan harus selalu dibayangi kemungkinan tsunami yang akan datang kembali kapan saja.

Dari sana Pak Kong berinisitif bagaimana caranya untuk setidaknya mencegah ombak besar yang bisa menghantam rumahnya. Mulailah beliau menanam pohon mangrove satu persatu. Istrinya sempat marah besar dengan kegiatannya ini. Iyalah, daripada tanam mangrove yang tak ada faedahnya (saat itu) kan lebih baik melaut saja dapat ikan untuk dijual. Tapi Pak Kong kekeuh dengan keputusannya.

Kerja kerasnya berbuah manis, kawasan pesisir menjadi aman dari sapuan abrasi. Bahkan Pak Kong mendapat penghargaan kalpataru dari presiden di tahun 2007,2008,2010! Yang lebih penting dari itu, hutan mangrove Pak Kong kini menjadi tujuan wisata warga. Pak Kong membangun jembatan bambu, bale-bale istirahat di pinggir pantai, dan juga kursi-kursi bambu untuk piknik yang bisa dinikmati siapa saja!

Bale-bale untuk istirahat
Kursi piknik di pantai

Awalnya beliau menggratiskan semua fasilitas di hutan mangrovenya. Sampai ada yang menyarankan Pak Kong untuk menarik biaya, baru tiga tahun terakhir beliau dan istri menetapkan tiket masuk Rp. 5.000,- per orang untuk biaya penggantian bambu, beli paku dan perawatannya.

Jembatan bambu cantik dan terawat

Selebihnya, Pak Kong hidup sangat sederhana!
Kalau ibu saya tanya, jauh-jauh cari mangrove sampai ke Maumere, di Bali kan juga ada!
Ya, di Bali ada hutan mangrove, tetapi tidak ada cerita Pak Kong! Ketika ditempat lain hutan mangrove dibabat untuk (katanya) revitalisasi, Pak Kong menanam hutannya sendiri! Saya malu pada Pak Kong, saya malu pada diri saya sendiri yang tidak memberikan apa-apa untuk bumi.

Pak Kok yang sederhana dan Kalpataru-nya

Kata-kata Pak Kong yang tidak akan pernah saya lupakan "Tuhan tidak pernah melihat apa agama kita, biarpun saya katolik tapi saya tidak (ber) buat baik, Tuhan tidak akan lihat saya" Aaawwww... pengen peluk Pak Kong rasanya!

ILY Pak Kong! Sampai jumpa lagi..
Perjalanan kami di Flores belum berakhir!
Kisah selanjutnya besok ya...



A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates