Thursday, May 11, 2017

Pendukung, Oposisi Atau Abu-Abu?

Belakangan banyak kenalan dan tulisan bersliweran yang bilang "ngapaen sih belain Ahok, dia tidak berkontibusi apapun padamu" atau "ngapaen sih benci Ahok, toh ga ngaruh apa-apa juga sama kamu"



Fiuuhh...

Jadi gini ya kawan-kawan yang budiman.

Ya, saya pro Ahok. Bukan hanya Ahok sebenarnya. Saya pro Jokowi, Dahlan Iskan, Ibu Risma, Nelson Mandela, Gandhi. Saya pro mereka para pemimpin yang memimpin dengan hati dan logika. Memimpin tak hanya tentang kekuasaan, memimpin dengan kejujuran. Tak melulu urusan politik menang kalah. Saya mendukung mereka. Selama mereka masih memperjuangkan kebenaran dan keadilan dengan cara-cara yang benar, saya akan selalu mendukung mereka. Entah dimana dan kapanpun, entah berpengaruh atau tidak secara langsung kepada saya yang hanya secuil upil di alam semesta ini. Saya selalu disana. 

Kenapa?

Karena ini tentang prinsip. Tentang kemanusiaan. Tentang kehidupan yang lebih baik. Kalau kita tidak berpendapat, kalau kita tidak menyatakan pandangan tentang baik-buruk, benar-salah, pantas-tidak pantas, lalu siapa yang akan menjadi pengontrol kehidupan berbangsa dan bernegara? Pasrah saja dengan dalih menghindari masalah gitu? Balik ke jaman orba hidup (serasa) tenang tetapi banyak ibu yang kehilangan anak-anaknya tanpa penjelasan apapun hanya karena mencoba berpendapat. Mau kembali ke masa itu gitu?

Pun untuk teman-teman yang tidak mendukung Ahok. Saya sangat menghormati pilihan mereka. Itulah esensi dari demokrasi, perbedaan pendapat yang dicarikan jalan tengahnya. Ketika pemilih mereka memilih untuk tidak memilih Ahok, itu hak mereka sepenuhnya. Dan saya, sangat menghormati itu. Bukankah itu alasannya ada pemilu? Kita bukan pemerintahan diktator seperti Korea Utara kan.

Saya menghargai kalau mereka tidak suka dengan Ahok karena perbedaan pandangan, perbedaan kepercayaan, perbedaan value dan berbedaan-perbedaan yang lain. Sah dan wajar. Asalkan jangan mereka terbutakan karena kebencian tak beralasan. 

Saya tidak pernah membenci lawan politik Ahok karena lawan politik itu penting untuk kontrol satu sama lain, saya membenci pengacau negeri. Mereka yang menyelesaikan masalah dengan provokasi dan hukum rimba. Yang penting banyak dan kuat pasti berkuasa. Memangnya ini jaman apa?? Jaman Ken Arok sudah lewat lamaaaaaa...

Lalu kenapa saya masih "koar-koar"? Apa yang saya bela?

Saya masih giat menulis (yang dibilang koar-koar) ketika sebuah system yang harusnya dapat dipercaya, entah karena human error atau karena system failure menjadi tidak dapat dipercaya lagi. Yaitu system hukum.

Kalau dibilangnya, ya sudah terima saja, hukum pasti sudah benar dan adil. 
Saya tidak sependapat, undang-undang dibuat oleh manusia dan seharusnya berkembang seiring perkembangan jaman. Contoh: dulu orang kira bumi datar, kenyataannya bumi bulat. 
Contoh lain: dulu tidak ada sosmed jadi belum ada UU ITE. Ketika ada hal-hal yang kita rasa kurang pas, bukankah kita berhak menyatakan keberatan?

Belum lagi katanya "jangan sok jadi ahli Pancasila" kawanku, siapakah ahli Pancasila di negeri ini? Haruskah hanya menjadi ahli baru boleh kita bertanya dan bersuara? Bukankah hak semua anak bangsa untuk memahami dasar negaranya? Kenapa malah di-katai "alah kamu mana ngerti pancasila, udah mingkem aja!!" Karena kami tidak mengerti kami mempertanyakan, dengan kami mempertanyakan kami berharap dan kami mengusahakan ada kejelasan dan keterbukaan.

Memang Indonesia bukan Ahok, atau Habib Riziek, atau Jokowi, atau Amien Rais. Bukan!

Indonesia adalah kita..

Kita yang mau bicara menyampaikan kesetujuan dan ketidaksetujuan.
Kita yang mau melakukan itu demi perbaikan dan kemajuan Indonesia
Kita yang mau melihat Indonesia berbenah, bukan merusak.

Ketika beberapa orang berkata, berhentilah berdebat. Ini tidak menghasilkan apa-apa selain memperuncing perselisihan. Lalu dengan cara apa agar keberatan dan keinginan kita untuk berbenah bisa didengar?

Lewat anggota DPR? 
Lewat musyawarah? bukankah musyawarah sejatinya adalah perdebatan yang diperhalus?

Saya berpihak bukan karena saya takut tak ikut grup manapun.
Saya berpihak karena inilah kebenaran yang saya yakini.
Saya berpihak karena saya mau system hukum yang lebih baik, Indonesia yang lebih indah.

Kalau kita berbeda bukan berarti kita harus adu jotos kan? Tapi bukan berarti juga tidak boleh berdebat kan?

Mendukung itu penting untuk belajar bertanggung jawab atas pilihan yang kita ambil dan mau berkontribusi atas masa depan kita sebagai bangsa yang besar. Bukan hanya bersembunyi di bayangan abu-abu, dan takutnya menjadi oportunis tergantung kemana arah angin bertiup.

Menjadi oposisi juga sangat penting. Menjadi kontrol terhadap mereka yang sedang berkuasa. Agar mereka tidak terlena, tidak terbuai dan menjadi penjajah terhadap bangsanya sendiri. Agar tidak menjadi raja di negeri demokrasi.

Sedangkan menjadi abu-abu?
Entahlah, abu-abu tidak pernah menjadi warna yang saya suka. 


Tuesday, May 9, 2017

Aku Sedih dan Malu - Ketika Ahok Dipenjara


Hari ini aku sedih dan galau
Ketika dia yang aku bela tanpa ragu
Hari ini katanya dia diputus masuk bui, membuatku gagu
Lalu dia akan selamanya menjadi korban bully, katanya demi negeri bisa lebih syahdu.
Katanya sih gitu!

Hari ini hatiku pecah seribu
Ketika dia yang aku elu-elu
Karena berani berjuang dan jujur di negeri yang banyak kutu
Kini dia jadi serdadu yang kalah diadu
Tak sanggup bertarung melawan manusia berhati dan berkepala batu

Lalu?

Entah ini jaman apa,
Katanya pendidikan makin maju
Tapi jumlah orang bodoh bertambahnya bikin malu
Sehari bertambahnya beribu-ribu!
Tolol dan bodoh bercampur otak abu-abu
Tapi berprilaku layaknya maha guru!

Entah ini jaman apa,
Katanya teknologi makin maju, 
mendarat di bulan sudah mampu
Tapi malah koar-koar tak punya urat malu
Mengaku-aku membela putih, tapi nyatanya dengan hitam dia bersekutu

Entah ini jaman apa,
Katanya hukum akan adil tak usah ragu
Tapi begitu, tetap saja ketok palu meski bukti tak bermutu
Ada yang bilang ini pengorbanan demi jaman lebih baru
Ah, saya masih tak setuju
Kenapa masih bermain di jaman batu
Ketika yang benar harus teaniaya dulu
Semacam film india saja, harus babak belur dulu

Entah ini jaman apa,
Katanya manusia sudah pintar-pintar dan berilmu
Tapi tetap saja, sedikit provokasi saja langsung tertipu
Macam otaknya jarang dipakai hingga berdebu
Bikin malu guru-gurunya saat dulu menuntut ilmu

Entah ini jaman apa,
Agar dosanya tak terjamah masih dalam belenggu
Rela menggunakan dalih ilmu meski disana sini harus tipu-tipu

Ah, mungkin ini ceritaku yang kecewa dan malu
Mungkin aku yang tak mau ditipu
Tapi aku hanya butiran debu
Yang tak mampu membuat sesuatu yang baru

Pak Ahok, aku kecewa dan malu
Malu ketika sekedar membela dan membantumu saja aku tak mampu
Malu pada diriku yang menjadi bagian dari cerita semu
Malu pada negeri yang katanya tentram tapi kadang masih sering halu!

Aku sedih dan malu..

Mungkin besok-besok baru bisa menulis yang tak galau.

Aku sedih dan malu!!



A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates