Monday, November 28, 2016

Ah Manusia, Pada Akhirnya Kita Semua Sama

Hakikat manusia untuk merasa paling.
Paling hebat
Paling pintar
Paling berkuasa

Hakikat manusia untuk berjuang agar menjadi paling
Paling dihormati
Paling disegani
Paling ditakuti




Membandingkan aku punya apa dan dia tak punya apa
Membandingkan aku bisa apa dan dia tak bisa apa
Membandingkan aku tak sama dengan dia
Aku lebih hebat
Aku lebih terhormat
Aku lebih luar biasa

Hakikat manusia untuk melawan yang tak senada dengannya
Melawan dengan senjata
Melawan dengan perbuatan
Melawan dengan kata

Hakikat manusia melihat dirinya paling benar
Yang lain pasti bodoh
Yang lain pasti jahat
Yang lain pasti hina

Membanggakan aku yang pintar dan dia yang bebal
Membanggakan aku yang terpelajar dan dia yang mungkar
Membanggakan aku yang lebih baik dari dia
Aku lebih bermartabat
Aku lebih berkelas
Aku lebih berbahaya

Ah manusia,
Aku pikir aku juga manusia
Aku tau aku juga bertindak tak mulia
Aku juga suka mengganggap diri paling bijaksana
Tapi nyatanya, aku hanya manusia biasa



Pada akhirnya kita semua sama

Sama-sama berusaha terlalu keras untuk menjadi luar biasa
Sama-sama berusaha terlalu keras untuk terlihat berwibawa
Sama-sama berusaha terlalu keras untuk mengalahkan sesama

Pada akhirnya kita semua sama

Maunya menciptakan perdamaian dengan memancing pertengkaran
Maunya menciptakan kesetaraan dengan menginjak-injak manusia lainnya
Maunya menciptakan kesejarteraan dengan merampok hak sesamanya

Pada akhirnya kita semua sama

Mengatai tetangga berbuat zina tapi berzina dia dengan kita
Mengatai tetangga hina tapi kau hina pantat kau sendiri
Mengatai tetangga bodoh tapi kau lupa kau tak ingat dialah yang mengajarimu membaca
Mengatai tetangga nista padahal makanmu berasal dari dapur dia

Pada akhirnya kita semua sama

Bersembunyi dalam opini murahan yang tersebar bagaikan jentik nyamuk di musim hujan
Jumawa membagi-bagikan cerita yang melukai hati manusia lain dengan alasan keadilan?!
Tertawa dibalik euforia dunia maya yang dikira tak ada yang akan terluka
Menari diatas topeng kepintaran mengubah khayalan menjadi fakta
Membuat maya menjadi nyata,

Ah manusia
Pada akhirnya kita semua sama





Tuesday, November 8, 2016

Ketika Ikan Asin Tidak Dicari Lalat, Berarti Ada yang Salah (Ini Tulisan tentang Pemimpin Bangsa, Bukan Ikan Asin)

Ibu-ibu yang sering ke pasar pasti tau trik memilih ikan asin ini. Menurut ibu saya, ikan asin yang baik itu justru yang warnanya tidak putih plek dan bahkan lebih baik lagi klo ikan asinnya di cari lalat, itu artinya ikan asinnya alami. Tidak di bleaching biar putih atau di formalin biar awet.  Trus, masih katanya Ibu, lebih baik klo ikan asinnya berbau rada amis daripada yang ga ada baunya, sudah pasti itu dikasi pengawet.

Nah, kesimpulannya, ikan asin yg dirubung lalat dan berbau malah lebih baik. Daripada yang kelihatannya cakep dan bersih, tapi aslinya berbahaya bagi tubuh.


Kurang lebih, begitu juga kita manusia, apalagi pemimpin. Saya (dihasut wika) berpikir bahwa kalau ada pemimpin yang tampak luarnya bersih, baik-baik saja dan semua suka, pasti ada yang salah dengan mereka.

Banyak sekali contohnya, bisa jadi ternyata dianya diktator. Jadi bukannya orang semua suka, tapi mereka takut. Takut ditembak ditempat trus menghilang ditelan bumi. Hiii... kan ngeri, belum lagi kalau ada keluarga yang menanti. Ya sudah pura-pura suka saja. Sampai akhirnya setelah puluhan tahun baru ketahuan karena negerinya sudah bangkrut! Habis dikorup. Ikan asin yang dikasi pengawet kan juga gitu, di awal terasa enak saja, racunnya tidak terasa, sampai tetiba kita kena kanker! Dih, jik ping! Amit-amit!

Trus ada juga (ada buanyaaak) pemimpin santun yang dicintai berjuta umat. Tidak ada yang ragu, semua ketipu. Semua ngiranya dia memang tulus kerja membangun negeri, bahkan banyak yang percaya mereka yang santun ini sering menjadi korban fitnah. Pokoknya tampilannya komplit antara cerdas dan berwibawa. Sampai akhirnya ya, pelan-pelan mulai kelihatan racunnya gegara orang-orang udah mulai pinter kan, jadi di cek sana sini, diuji sana sini, ketauan deh kalau dianya kerja gak tulus untuk memimpin. Selama ini taunya dianya memang pinter nyembunyiin saja. Gitu juga ikan asin berpengawet kan, awalnya sih seneng-seneng aja krn ikannya tahan sampe berbulan-bulan. Tapi setelah bertahun-tahun tetep begitu bahkan ga ditumbuhi jamur, mulai curiga dan ngeri kita. Ini ikan beneran apa ikan alien!



Jadi, saya agak bersyukur sih kalau pemimpinnya modelan Pak Jokowi dan Pak Ahok, banyak yang nyinyirin mereka, banyak yang meragukan mereka, bahkan ada sampe tega fitnah mereka, bukan berarti lho mereka pemipin yang tidak baik yang harus kita benci. Menurut saya tidak sama sekali, malahan, dengan banyaknya dinyinyir itu saya harap ya mereka berdua jadi banyak mawas diri. Lha wong banyak yang ngawasi kan, banyak yang peduli gitu lho.

Walopun ya kadang kesel juga sama mereka, terutama yang bisanya cuman nyinyir meluluk. Apalagi si nyinyir ini juga kerjanya ga bener semua, aduuuhh kan marah juga perutku (bahasa Balinya Gedeng Basang). Tapiii balik lagi ya filosofi (ngawur) tentang ikan asin, anggap saja si nyinyir ini adalah lalat-lalat yang merubung yang membuktikan bahwa ikannya itu alami, ga pake tipu-tipu, toh masaknya juga diolah segala macem. Insha Allah, Astungkara lebih sehat dari yang keliatannya cakep tapi berformalin.


Anggap aja si nyiyir ini cuman takut ga kebagian jatah. Karena saking bagusnya sang pemimpin, kalau mereka ga lebih nyinyir lagi, lebih finah lagi nanti si pemimpin tambah juar, ya apa kabar donk nanti busuk-busuknya mereka ketahuan. Oh mungkin juga nanti ga kebagian ceperan-ceperan gitu (mungkin lho yaaaa...), klo mereka berani menyinyir-i (bahasa apa ini ya Dewaaa...) pemimpin yang sampai sekarang terbukti bekerja baik, mereka juga harus siap donk ya saya sentil sedikiiit... lagian saya siapa memangnya, tulisan ini juga belum tentu mereka baca! Hahaha...

Sekianlah tulisan ngawur saya, semoga menjelaskan keanehan judul yang dengan keras kepala dan memaksakan filosofi ikan asin dan kepemimpinan!

Selamat hari Selasa, silahkan banyak sabar karena weekend masih lama.

P.S terimakasih Wika (editor abal-abal sekaligus adik beneran) yang dengan obrolan absurd kita sudah menginspirasi saya membuat tulisan yang tidak kalah absurd ini

Oh iya, kalau anda kurang percaya dengan tips ibu saya dalam memilih ikan asin, ini ada nih websitenya yang memberikan tips and trik memilih ikan asin (isinya kurang lebih sama dengan saran ibu saya) http://www.royco.co.id/artikel/detail/897079/memilih-ikan-asin-bebas-formalin

Oke, sekarang tulisannya beneran selesai. Bhay!!!

Thursday, November 3, 2016

Bagaimana Kalau Kamu Menghina Agamaku?

Suatu hari seseorang bertanya padaku:

Q: Apa Agamamu?

Aku : Untuk apa kamu perlu tau agamaku?

Q: agar aku lebih berhati-hati saat bicara denganmu sehingga kau tak merasa aku menyinggung atau menghina agamamu.

Aku: tak usah ragu ketika bicara padaku. Tak perlu bingung untuk tahu apa agamaku. Agama apapun itu aku rasa agama sangat mulia sehingga tak ada satupun makhluk yang bisa menghinanya. Pun dengan Tuhan, Tuhanku atau Tuhanmu, Tuhan kita sangat agung dan maha segalanya, tak perlulah dia dibela. Tak ada yang bisa menyakitinya atau menghinanya. Dia maha mulia.




Q: Tapi jaman sekarang makin banyak manusia yang suka menistakan Agama. Menginjak-injak ajaran agama.

Aku: Ah, mungkin cara pandang kita berbeda. Aku tak pernah menganggap agamaku nista, kalaupun ada yang beranggapan begitu, biar saja, itu hanya karena mereka tidak tahu. Seperti aku bilang tadi, aku rasa semua agama itu mulia. Tidak ada yang nista, lalu kenapa harus terluka.

Q: kamu yakin kamu tidak marah kalau Agamamu diinjak-injak?

Aku: Sering orang-orang nyinyir tentang agamaku, lalu apa aku marah? Buat apa marah, ketika kita sadar bahwa yang nista bukanlah agama. Yang ada adalah kita manusia terbatas mampunya. Mampu untuk memahami, mampu untuk sabar. Bukankah belajar agama adalah belajar menjadi makhluk mulia? Makhluk yang penuh sabar, toleransi dan welas asih? Lalu buat apa marah? Marah itu adalah ketika ada manusia lain yg tega menyakiti sesamanya. Marah itu adalah ketika ada manusia yang merusak alamnya, marah itu adalah ketika sesama manusia bebal akal budinya.

Q: berarti kamu tidak benar-benar mencintai agamamu?! Sama seperti seandainya orang tuamu dihina, apakah kamu diam saja??

Aku: bukankah cinta tidak ada takarannya? Jadi aku memang tak tahu benar seberapa aku mencintai agamaku. Sama seperti kedua orang tuaku, orang tua dan agama, aku mengenal mereka sejak sebelum aku membuka mata. Agama dan orang tua ada di setiap perbuatanku. Bukankah prilaku seorang anak mencerminkan hasil didikan orang tuanya? Bukankah prilaku seorang manusia menggambarkan kuat ilmu agamanya? Apakah itu bukan cinta? Aku hanya manusia biasa, pasti aku sebal dan akan marah jika ada yang menghina kedua orang tuaku, tetapi kalau itu tidak benar, bukankah aku tinggal menjelaskannya saja? Kalau memang mereka tetap tidak percaya, apalah dayaku yang hanya manusia biasa? Tentu aku menempuh jalan manusia, mengikuti aturan yang ada. Lapor ke polisi, gugat ke pengadilan. Aku pikir itulah jalan manusia yang berbudaya. Tapi lagi-lagi aku katakan, bahkan orang tuaku-pun hanya manusia biasa yang kadang punya salah dan hina, bukan maha mulia. Kalaupun ada yang tak suka mereka atau tak suka aku ya wajar saja. Jangankan manusia biasa, Nabi, Kristus, Sri Krisna, Sang Buddha juga ada yang tak suka.

Q: Lalu apa yang akan kamu lakukan jika ada yang menghina agamamu?

Aku: kalau tentang menghina, tentu aku akan menjelaskan. Menulis apa yang bisa aku sampaikan. Dan memintanya untuk meminta maaf. Kalau memang dia tidak mau, ya kembalikan ke jalan agama. Bukankah setiap manusia menanggung karmanya?

Q: Bagaimana kalau orang itu merusak atribut agamamu?

Aku: Perusakan tentu berkaitan dengan hukum. Tinggal selesaikan dengan cara-cara beradab. Tak perlu saya harus teriak-teriak mengancam membunuh ini itu atau bahkan malah ikut-ikutan merusak dan menjelekkan mereka. Agama tidak pernah mengajarkan itu. Dan, kalau kita bereaksi tak berakal budi, lalu apa bedanya kita dan mereka yang menghina itu?

Q: Kenapa kamu tak mau berjuang demi agamamu? Kenapa kamu tak mau berkorban demi agamamu?

Aku: Perjuangan apa yang kau maksud kawan? Kalau perjuangannya adalah berbalik menghina orang lain, merusak lingkungan, mencaci sesama dan mengatakan itu pembelaan mati-matian kita demi agama, bukankah itu artinya bahwa kita sedang menghina agama kita sendiri? Merendahkan kesucian agama kita sendiri? Sehingga yang orang lain katakan tak lagi fitnah, tetapi nyata bahwa kita sebagai penganut agama kita, menghancurkan semua kebajikan yang diwariskan?



Q: Kamu terlalu banyak alasan! Kamu memang bukan manusia taat beragama!

Aku: Kawanku, ijinkan aku bertanya. Apakah gerakan yang kau sebut perjuangan ini adalah untuk membela agamamu, atau sebenarnya membela ego-mu? Karena yang aku yakini, agama itu sangat mulia, dan tuhan itu maha segalanya sehingga tak perlu kita bela. Beliaulah yang membela kita dari semua mungkar dan dosa dunia.

Q: Lalu, apa agamamu?!

Aku: biarlah aku dan orang HRD saja yang tahu, untuk pembayaran THR tepat waktu! Hahahaha….



P.S. Jangan serius melulu… semoga kita semua berbahagia..

A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates