Wednesday, April 20, 2016

Apakah Sekarang Saatnya Saya Mulai Berdoa


Entah kebetulan apa, akhir-akhir ini banyak kesempatan yang sebenarnya memungkinkan untuk saya berdoa. Terutama ketika beberapa kali para sahabat dengan spontan berkata “Doain ya Win...”
Rasanya mak jeb gimana gitu. Bukannya ga mau mendoakan mereka ya, tapi jangankan mendoakan mereka, mendoakan diri sendiri aja saya ga pernah. Hahaha...
Atau masalahnya di saya yang memang salah menterjemahkan kata doa ya. Entah kenapa di kepala saya kalau bicara “Doa” atau “Doain” pasti kan akan minta sesuatu kepada Tuhan. Padahal menurut kamus sejuta umat Wikipedia, Pray (Doa) = to pray is to engage in prayer, an active effort to communicate with a deity or spirit. Kurang lebih artinya Berdoa adalah kegiatan/usaha aktif untuk berkomunikasi dengan para dewa atau hal-hal yang disucikan. (Ampun ya kalau terjemahannya kacau balau, maklum jaman pelajaran bahasa inggris suka numpang bobok di kelas)
Nah, jadi berdoa kan bukan hanya berarti meminta pada Tuhan. Ngobrol apa saja sama Tuhan juga bisa. Hhhmm.. sepertinya oke juga nih kalau saya mulai berdoa.
Tetapi seperti biasa, kepala saya dipenuhi oleh logika-logika tak berujung pangkal. Nah di kepala batu saya ini, kembali saya berpikir apa ga sia-sia ya berdoa. Hampir 7 miliar manusia di dunia ini, sekitar 2% - 13% dari populasi manusia adalah atheis (lagi-lagi dari kamus sejuta umat Wikipedia). Berarti sedikitnya ada 6,1 miliar manusia yang percaya Tuhan.
Nah 6,1 miliar ini (belum termasuk alien di semesta raya ini yang mungkin juga percaya Tuhan) pasti sering berdoa kan ya.. Bayangin deh tu, memang sih Tuhan Maha Segalanya. Tetapi klo dibanding urusan-urusan semsta raya yang jauh lebih besar (contoh: apakah perlu menciptakan Black Hole baru untuk memusnahkan sebuah kontemplasi tata surya?) apa doa kita ini akan didengar satu-satu ya? Malah kasihan kan Tuhan kalau urusan menciptakan galaksi baru harus terganggu dengan doa saya yang “Ya Tuhan, lancarkanlah interview hamba hari ini” (aduh kalau ini tulisan dibaca penggiat agama, agak-agak yakin sih saya kalau saya akan dibakar hidup-hidup macam penyihir jaman dulu)
Apalagi, seperti sy pernah tulis sebelumnya disini, saya yakin seyakin-yakinnya kalau Tuhan menciptakan semesta raya dengan logika. Mangkanya banyak hal bisa diteliti oleh para ilmuan yang bijak bestari, karena semesta raya diciptakan dalam pola dan rumus matematika. Contoh paling mudah: Bumi berotasi pada porosnya melawan arah jarum jam atau berputar ke arah timur. Ini menyebabkan satu kali rotasi bumi selama 23 jam, 56 menit dan 4.091 detik (gini deh, kalau ada data-data unik ditulisan ini, pasti saya merujuk pada Wikipedia). Tuhanpun dengan maha sempurnanya telah menyiapkan hubungan timbak balik sebab akibat yang maha sempurna dimana rotasi bumi diperlambat oleh gravitasi Bulan sehingga waktu saat ini lebih lambat 1,7 milidetik dibanting seabad lalu. Eh, kenapa jadi kelas fisika anak SMP ya.
Nah intnya menurut saya, Tuhan menciptakan semesta raya beserta isinya (termasuk manusia) sudah dengan perencanaan matematis yang matang dan dengan margin error yang sudah ditentukan (ini rumusan yang masih berusaha dipecahkan oleh semua ilmuan termasuh Mr. Hawking dengan Theory of Everything-nya) itu berarti segala hal di bumi ini termasuk detik ini ketika saya sedang menulis artiket ini sudah termasuk dalam rumusan itu. Lalu buat apa saya harus berdoa, ketika semua memang sudah terencana dalam His Grand Plan (ini cara saya merujuk pada kuasa maha besar Tuhan).
Ah ya, saya lupa, keajaiban!! Tentu saja dengan berdoa, kita berharap keajaiban. Agar Tuhan bersedia membantu urusan kita satu persatu. Ah Tuhan memang maha segalanya. Lalu apakah ini waktu yang tepat untuk saya mulai berdoa?   
Belum yakin juga, kalau Tuhan harus memenuhi permintaan 6,1 miliar manusia, dimana pasti banyak doa mereka yang jauh lebih penting dan lebih mendesak (Contohnya: Tuhan, sembuhkanlah Ibuku atau Tuhan, segerakanlah jodohku atau Tuhan, angkatlah hutang-hutangku) buat apa aku harus menambah sesaknya antrean doa dengan doa sesepele Tuhan, semoga tulisan hamba dibaca banyak orang. Nah doa ini kan agak absurd ya, kenapa juga Tuhan peduli doa saya. Kan rumusnya sederhana, kalau mau tulisannya banyak yg baca buatlah tulisan yang diminati banyak orang, dipromosikan lewat media yang banyak diakses oleh banyak orang (yang jelas bukan tulisan macam ini).
Nah, kalau seperti email, doa-doa absurd macam doa saya ini pasti golongan SPAM. Jadi tanpa perlu di tandai sudah masuk ke Junk Mail. Hahaha...
Berhubung rumusan hidup saya dituliskan oleh Tuhan dengan cukup sederhana, saya pikir tak banyak lagi hal yang perlu saya minta dari beliau. Semua sudah di set sesuai dengan ekspektasi saya. Jadi, yah sudah bertahun-tahun saya lupa berdoa.
Hidup saya yang sudah sederhana ini, tak maulah saya bikin menjadi berbelit-belit. Karena saya tau, kalau saya doa ini itu pasti jadinya saya mau macam-macam. Sehingga tak lagi hidup saya sederhana. Saya takut, ketika saya berdoa meminta ini itu saya malah menukar hidup saya dengan hidup orang lain. Hidup mereka yang jauh lebih sempurna dari saya, tapi tak lagi sederhana. Jadi, cukuplah apa saya saat ini.

Lalu, apakah sudah saatnya saya berdoa? Mungkin sudah, kalau memang berdoanya cukup berkata “Terimakasih Tuhan untuk segalanya”

Belum mampulah saya berdoa lebih dari itu. Belum saat ini. Mungkin nanti.

Sekarang, biarlah doa dari 6,1 miliar orang lain (dikurang saya) yang diprioritaskan oleh Tuhan. Doa yang lebih penting, doa yang lebih mendesak.
Jadi, sahabatku, bukannya saya tak mau mendoakanmu. Hanya saja, saya belum mampu.

Sumber photo: http://cdn.www.ministry-to-children.com/wp-content/uploads/2012/04/child-praying.jpg


Thursday, April 14, 2016

Calon Suamiku bukan Gayus Tambunan

Setelah 10 tahun, rasanya saya sudah kebal. Ketika orang-orang tau pacar saya adalah pegawai pajak komentar mereka biasanya tidak jauh-jauh dari “wah, enak donk banyak duit” atau “wah, enak donk bisa korupsi kayak Gayus”. Paling banter hanya saya tanggapi dengan senyum. Tapi kalau lagi mumet jawaban pamungkas saya “iya, sudah tak suruh korupsi. Biar saya cepet2 bisa berenti kerja” hehehe…

Jelas khalayak menganggap bahwa pegawai pajak memiliki kesempatan besar untuk melakukan penggelapan uang pajak, korupsi, dan entah apa lagi istilah untuk menunjukkan tindakan menyimpang yang berkaitan dengan keuangan. Mengingat tugas mereka untuk mengingatkan dan menindaklanjuti pembayaran “upeti” setiap warga negara yang berpenghasilan kepada negara. Terlebih lagi kasus Gayus Tambunan mencuat, nah, orang-orang langsung berasumsi bahwa pegawai pajak adalah salah satu golongan manusia paling korup di muka bumi.

Saya tidak tahu persis kebenarannya. Mungkin itu benar terjadi jaman dulu. Ketika eyang kakung saya masih sehat. Sayapun dengar kabar itu, pacar saya yang pegawai pajak juga sesekali bercerita tentang era kuda makan besi itu. Tapi kini, semenjak Dirjen Pajak sudah mereformasi diri menjadi modern tak lagi ada yang namanya pegawai pajak bisa korupsi seenake udel. Kecuali memang sudah siap dan ikhlas di tangkap KPK. Apalagi dengan perkembangan teknologi yang demikian pesat dan masyarakat yang semakin nyiyir. Hehehe…

Banyak yang berargumen bahwa pegawai pajak tidak boleh mengeluh sedikitpun (kalau ini saya juga setuju, siapa suruh jadi pegawai pajak!). Mereka beralasan bahwa gaji pegawai pajak kan paling tinggi di antara semua pegawai negeri. Jadi tiada alasan untuk mengeluh!

Sebenarnya jawaban saya sama saja dengan semua pertanyaan tentang keluhan pekerjaan, siapa suruh bertahan di pekerjaan itu kalau memang tak tahan! Tapi kalau saya jawab seperti itu, pasti saya sudah diamuk massa, dibilangnya saya tidak berperikeuangan.

Ada bebera argument yang bisa saya berikan untuk menjelaskan bahwa sah-sah saja pegawai pajak gajinya besar (tapi pasti akan lebih banyak lagi yang menghujat saya krn mengatakan masih banyak orang di luar sana yang jauh lebih menderita) beberapa yang bisa saya jelaskan:
  • Pegawai pajak (kecuali wanita sepertinya) akan menerima konsekuensi ditempatkan dimana saja di seluruh wilayah nusantara (ya saya tau kok, prajurit TNI juga dan gaji mereka lebih kecil dari pegawai pajak). Jadi bersyukurlah kalian pegawai pajak yang ditempatkan dikampung halaman. Jangan baru dipindah kabupaten saja sudah mengeluh. Lihatlah mereka yang ditempatkan sampai ujung negeri. Sahabat kami sudah menjelang usia pensiun masih di mutasi ke Papua.

  • Pegawai pajak gampang banget gajinya dipotong! Beneran deh, telat 1 menit potong gaji sampai 300 rebu! Ga masuk kerja krn sakit dan sekarat di RS potong gaji per hari sampe 350 rebu!! Lebih banyak lagi klo jabatan makin tinggi. Coba ini saya terapkan di perusahaan saya, sudah diumpankan ke tebing Uluwatu saya sama karyawan. Hahaha…

  • Pegawai Pajak kalau mau ambil cuti harus 3 hari kerja sekaligus dalam satu periode. Tidak boleh kurang, jadi kalau mau ambil cuti sehari saja buat urus SIM, KTP dan sebangsanya ya sekalian aja leyeh-leyeh di rumah sisanya. Dan kalau besok-besok perlu cuti tapi sisa cutinya kurang dari 3 ya DL (Derita Lu!), silahkan potong gaji, kurang lebih 800 rebu sehari. Murah! T_T

  • Pegawai Pajak kalau targetnya tidak tercapai akan potong gaji. Seperti tahun 2016 ini potongannya 20% dari tunjangan kinerjanya dan dipotongnya ya sepanjang tahun. Kalau tahun depan tidak tercapai lagi ya ditambah lagi 20% potongannya. Jadiiii, kalau ada yg sudah kadung cicil rumah atau daftarin asuransi anak-anaknya monggo istrinya bisa segera disuruh jualan online biar nutup! (Kalau di swasta biasanya, target tidak tercapai ya berarti tidak ada insentif. Itu aja)

  • Kalau memang Pegawai pajak itu hanya bisa korupsi, kenapa juga punya rapor Akuntabilitas tertinggi di negeri ini. Nilainya adalah 83.59 (skor A). Hebat ya, orang-orang bilang kerjanya cuma korupsi tetapi bisa memiliki kinerja terbaik!! Tidak percaya?! Boleh cek tautan ini http://www.menpan.go.id/berita-terkini/4170-rapor-akuntabilitas-kinerja-k-l-dan-provinsi-meningkat dan ini http://www.antaranews.com/berita/538215/ini-10-teratas-dan-terbawah-rapor-kementerianlembaga

Nah, bayangkan mereka yg bersuami pegawai Pajak. Memang enak kok, lha namanya saja sama suami masa ga enak. Maksud saya, kalau suami pegawai pajak otomatis anak istri biasanya ikutan nomaden ato sekalian anak istri tinggal dikampung halaman saja. Apa kabar coba kalau seperti pacar saya yang hampir setiap 2-3 tahun pasti di mutasi ke pulau lain. Gimana besok punya anak, capek pindah sekolah kan. Makanya banyak istri pegawai pajak yg memilih tinggal di kampung halaman, dengan sabar menunggu kedatangan suami tercinta.

Enak kan punya pacar pegawai pajak.. Gajinya besaaaarrrr, memang lebih besar daripada PNS lain, tapiiii kalau penempatan di ujung negeri si gaji sudah habis untuk biaya pulang kampung barang 3 kali setahun.

Memang enak punya calon suami pegawai pajak, gajinya juta-juta!! Tapiiii… para manager di kantor saya take home pay nya banyak yg jauh lebih tinggi dari pegawai pajak dan tidak usah takut penempatan di ujung negeri.

Memang enak punya calon suami pegawai pajak, bisa korupsi seperti Gayus Tambunan!! Tapiiii… apa guru tidak ada yang korupsi?! Apa pegawai Bank tidak ada yang korupsi (tau Malinda Dee?)?! Apa pegawai hotel tidak ada yang korupsi (Banyak, tanya saja yang kerja di hotel!)

Kemudian teman-teman penggiat medsos yang berkoar-koar untuk apa bayar pajak kalau akhirnya dikorupsi. Memang benar sih, kenapa harus bayar kalau begitu?! Sekalian saja, kenapa sekolahin anaknya tinggi-tinggi kalau sudah tau lulus SMA bakal minta kawin?! Sekalian saja, kenapa masih mau pilih presiden kalau sudah tau korupsi tetap merajalela?! Kenapa?!

Karena tidak semua pegawai pajak adalah Gayus Tambunan.

Tidak semua pegawai bank adalah Malinda Dee

Tidak semua politisi adalah Angelina Sondakh

Tidak semua petinggi partai adalah Luthfi Hassan Ishaaq

Tidak semua gubernur adalah Ratu Atut Chosiyah

Tidak semua polisi adalah Djoko Susilo

Tidak semua jaksa adalah Urip Tri Gunawan

Pesan saya bagi gadis-gadis di luar sana, jikalau adik masih punya pilihan, janganlah berpacaran dengan pegawai pajak. Kecuali memang cinta benar dengan si pegawai yang kerap dipandang sebagai koruptor, padahal sebagian besar dari mereka sama seperti kita, hanya menjalankan tugas semata.

Untuk Dje, sudah terlalu terlambat untukku berhenti mencintaimu hanya karena urusan banyak yang tak suka profesimu. Walaupun sekarang tambah jarang pulang akibat gajimu sudah berkurang banyak, apa mau dikata, sudah kadung cinta! ^.^

Untung kamu bukan Gayus Tambunan

A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates