Monday, February 22, 2016

Masa Paling Indah – Masa Sekolah Dasar: Part 1 – Belajar Sembahyang

Terlalu banyak hal menyenangkan dan tak terlupakan terjadi saat saya SD. Bahkan hingga hari ini saya masih ingat sebagian besar nama teman-teman sekelas saya. Kalau yang masih ingat nama lengkapnya: Koman Evayanti, Ketut Suartini (Bobik), Ketut Dewi Astuti, Kadek Srimas, Komang Sukayasa, Komang Ari Pasnaya, Linda Aristyana, Ketut Hartono, Ketut Dedi Andika, Komang Ayu Dewi, Komang Permai Agustarini

Yang tidak ingat nama lengkapnya: Dek Alo, Kundi, Mang Entok, Magun, Seri, Eka Yani, Mang Sepen, Dek Surya.

Not Bad lah, dari satu kelas yang isinya kurang lebih 30 murid, saya ingat 19 nama! Hahaha..

Satu hal yang tiba-tiba saya ingat ketika bicara tentang jaman SD adalah tentang sembahyang. Setiap pagi, setelah pembersihan area sekolah dan sebelum jam pelajaran dimulai kami semua akan berbaris sesuai dengan kelas masing-masing di depan padmasana (pura) sekolah. Dimulai dari anak-anak kelas 1 di sisi paling timur sampai anak kelas 6 di sisi paling barat. Di tutup dengan jejeran Guru dan Pegawai yang berbaris di belakang kami. Sekarang saya baru tau alasannya, biar kami sembahyangnya tertib!!

Yang bertugas membawa canang (sesajen) biasanya anak-anak kelas 6 secara bergiliran. Tidak sedikitpun kami keberatan dengan tugas ini, malah si petugas canang ini biasanya akan sangat bangga dan dengan senang hati mempersiapkan canang yang cantik untuk dibawa ke sekolah.

Kemudian, dipimpin oleh Pak Kepala Sekolah atau oleh Pak Guru Agama, kami secara serentak melakukan Puja Trisandya (persembahyangan. Yang  menarik tentu saja saat kami semua, seluruh siswa, mengucapkan setiap bait mantra dengan sangat bersemangat (kadang-kadang malah terlalu semangat! Hehehe…). Begitupun dengan lagu dan nadanya, sangat khas SD kami!

Usai sembahyang, Pak Guru yang memimpin akan mengambil tirta (air suci) untuk di-ketis (dicipratkan) kepada kami semua. Nah, bayangkanlah antusiasme anak-anak SD yang berharap dapat ketisan paling banyak! Biasanya anak-anak yang berbaris di deretan belakang akan berteriak-terian “Paaaakkk.. belum kebagian, belum kebagiaaannn… “

Bagi saya, saat itulah pertama kali saya belajar Puja Trisandya. Tidak pernah diajarkan di kelas, tapi saat masih kelas 1 kami “terpaksa” mengikuti kakak-kakak kelas yang sudah jago dan hapal. Baru kemudian saat kelas 2 atau 3 baru kami diajarkan arti masing-masing bait mantra.

Menyenangkan sekali masa-masa itu. Bahkan saya masih bisa ingat dengan jelas suasana pagi itu, padmasana yang asri dikelilingi banyak pohon dan bunga dan dipagari oleh besi di cat warna kuning.

Sampai hari ini, saat saya melakukan Puja Trisandya saya masih menggunakan nada ketika saya masih SD. Tak peduli padahal saya sudah mengenal begitu banyak nada yang berbeda, termasuk Puja Trisandya yang dikumandangkan di TV, tetap saja saya stuck dengan episode jaman SD itu. Sejenis stuck yang menggembirakan sebenarnya J


Sumber foto: disini


Saturday, February 6, 2016

Andai Saya Punya KTP Jakarta

Andai saya punya KTP Jakarta, saya pasti dengan suka rela riang gembira sehat sentosa menyerahkan KTP saya kepada organisasi Teman Ahok untuk menyatakan dukungan saya kepada Bapak Basuki Tjahja Purnama maju sebagai Gubernur DKI lewat jalur independen tahun 2017 nanti.

Andai saya punya KTP Jakarta, saya pasti dengan gegap gempita berapi-api menjadi salah satu volunteer di organisasi Teman Ahok dan menyumbangkan segala kemampuan saya yang sangat terbatas untuk memaksimalkan warga yang mendukung Bapak Basuki Tjahja Purnama sebagai calon Gubernur DKI

Andai saya punya KTP Jakarta, saya pasti pilih Bapak Basuki Tjahja Purnama sebagai Gunernur DKI kembali. Tanpa dipaksa, tanpa diberi upeti, tanpa diberi janji. Karena sudah cukup bukti.

Tapi saya tidak punya KTP Jakarta, saya adalah penduduk daerah yang sangat kagum dengan sosok pemimpin seperti Bapak Basuki Tjahja Purnama.

Tapi saya tidak punya KTP Jakarta, saya ingin sekali suatu hari punya Gubernur yang bekerja seaktif Bapak Basuki Tjahja Purnama. Berani menumpas Korupsi. Tidak takut diancam preman. Dan lebih penting lagi, tidak ragu untuk meluruskan segala ketidakteraturan demi kepentingan warga DKI.

Tapi saya tidak punya KTP Jakarta, saya ingin sekali suatu hari nanti punya Gubernur yang mau transparan. Tentang Gajinya, tentang APBD-nya dan tentang apa saja yang dibahas di rapat-rapat bersama para pejabatnya. Sehingga tak ada lagi curiga, tak ada lagi prasangka diantara kita.

Tapi saya tidak punya KTP Jakarta, saya ingin sekali punya Gubernur yang bisa marah-marah pada pejabat yang duit proyeknya tinggi tapi otaknya cetek. Yang tau mana benar-benar kepentingan warga, mana kepentingan preman tukang palak dan suka buang sampah sembarangan ke kali.

Kalau memang Jakarta tak lagi butuh Bapak Basuki Tjahja Purnama, daerah saya butuh beliau. Daerah saya tak seruwet Jakarta. Tapi menjadi semakin ruwet akhir-akhir ini karena rasa-rasanya para pejabat yang mulai rakus. Mengobral perijinan dengan harga murah. Sampai ruko-pun bisa disulapnya jadi hotel.

Kalau memang Jakarta tak lagi butuh Bapak Basuki Tjahja Purnama, daerah saya butuh beliau. Mungkin beliau mau mengencangkan suara, menegakkan aturan, dan menolak Reklamasi Teluk Benoa.

Andai saya punya KTP Jakarta…




Wednesday, February 3, 2016

Cinta yang Sederhana, Cinta yang Indah

Sebenarnya ini cerita yang harusnya sudah saya post berbulan-bulan lalu. Tetapi bukankah dalam cinta tidak ada yang terlambat?! Tidak ada yang kadaluarsa

Cerita ini terjadi di bulan Oktober 2015, saat saya menghadiri (dan membantu) pernikahan sahabat terbaik saya. Ketika dia dengan penuh keyakinan, mempersunting gadis pilihannya.

Hari itu, melihat mereka berdua begitu bahagia, rasanya kebahagiaan itu menular ke kami semua. Apalagi saya mungkin sedikit tahu tentang perjalanan cinta mereka.

Kisah cinta yang indah tidak harus selalu penuh drama kok. Tidak harus selalu dibumbui ketidak-sepahaman tentang ini itu, atau drama-drama bak sinetron lainnya. Dari mereka saya belajar bahwa sebuah kisah cinta bisa saja sederhana, tetapi tetap indah.

Mereka bertemu ketika sudah sama-sama dewasa. Dewasa dari sisi umur, pemikiran, kecukupan materi dan juga keterbukaan pikiran. Mungkin mereka tak sepenuhnya berasal dari latar belakang yang sama, tadinya ada benteng tinggi menjulang di antara mereka. Tetapi tak sekalipun benteng itu menjadi halangan untuk cinta mereka.

Sejak awal sahabat saya selalu bilang ke saya. Anugerah Tuhan yang paling utama kepada kita manusia adalah rasa cinta. Dan ketika Tuhan mengirimkan cintanya kepada kita lalu kenapa kita harus menolaknya dengan alasan yang belum tentu kita tahu benar atau salah.

Dari awal bersamapun mereka sudah memutuskan untuk serius menjalani komitmennya. Dan saya tidak kaget ketika dia memutuskan untuk melamar sang kekasih. Dalam hal ini cita-cita dia memang sederhana: menikah, punya anak yang lucu, punya rumah yang lucu untuk keluarganya.

Cinta mereka sederhana, mengalir apa adanya. Ketika dua orang yang tulus dan saling mencintai bertemu apa lagi yang bisa kita harapkan selain akhir yang bahagia.

Pernikahan mereka bukanlah pernikahan mewah, bukan pula pernikahan dengan tema macam-macam. Bahkan mereka tidak menggunakan Wedding Organizer (WO) untuk mengatur ini itu. Pernikahan mereka adalah tentang mereka berdua. Apa yang mereka impikan, apa yang mereka inginkan berdua. Tentang perayaan cinta mereka.


Mereka berdua mengajarkan saya bahwa keindahan bisa didapat dari kesederhanaan. Cinta tak melulu harus menggebu-gebu. Pernikahan yang indah tak melulu tentang foto pre-wedding mahal atau menyewa WO untuk dekorasi ini itu. Cukup pikirkan matang-matang apa yang diinginkan, dan ini tips jitu mereka: pekerjakanlah sahabat-sahabatmu semaksimal mungkin! Hahaha….

Selamat untuk sahabatku Win dan Febri. Kalian beruntung memiliki satu sama lain.







Macbeth, Cerita tentang Tahta dan Wanita.

Ini bukan kisah sukses perusahaan pembuat sepatu yang kini digemari anak muda. Ini adalah sebuah kisah yang ditulis sastrawan inggris yang paling tersohor , William Shakespeare, sekitar tahun 1599 sampai 1606.

Saya belum pernah membaca cerita aslinya tentu saja. Dan saya juga bukan penggemar sastra klasik, jadi baru kemarin saya baru tahu kisah Macbeth yang diadaptasi dalam film berjudul sama yang dirilis di tahun 2015.

Inti ceritanya cukup sederhana: Seorang panglima perang yang sangat setia pada Rajanya bernama Macbeth. Dalam perang terakhir melawan pemberontak, dia diramalkan akan diangkat menjadi bangsawan oleh sang Raja dan kemudian dialah yang akan naik tahta menjadi Raja Skotlandia. Tetapi di saat bersamaan, peramal inipun meramalkan bahwa putra dari sahabat Macbeth akan menjadi Raja Skotlandia di kemudian hari.

Ramalan pertama, bahwa Macbeth diangkat menjadi bangsawan terjadi. Kejadian inilah yang memicu timbulnya rasa haus kekuasaan dalam diri sang panglima perang. Menganggap bahwa ramalan itu akurat, Macbeth berpikir bahwa memang benar dia harus mengejar takdirnya menjadi Raja.

Ketika dia menceritakan hal ini pada istrinya, sang istri dengan semangat membara menggebu-gebu mendukung ramalan ini dan si suami harus menghalalkan segala macam cara untuk menjadikan ramalan itu nyata. Bahkan, ketika baginda Raja mengunjungi kampung halamannya, sang istrilah yang paling semangat agar Raja dibunuh saja. Meski sempat ragu, tetapi oleh karena bujuk rayu istrinya dan kemungkinan yang lain adalah cinta yang begitu besar pada sang istri, Macbeth tega membunuh Raja yang diceritakan sebagai raja bijaksana.

Akhirnya, setelah menjadi Raja, Macbeth dihantui perasaan bersalahnya sendiri. Begitu banyak rasa curiga, ketakutan dan juga amarah tak terbendung. Sehingga dia rela memerintahkan pembunuh bayaran untuk menghabisi sahabatnya sendiri beserta anaknya yag diramalkan menjadi Raja selanjutnya (dimana anak ini berhasil kabur) dan dia tega menghabisi keluarga dari penasehat kerajaan setianya.

Dalam posisi ini, barulah sang istri yang tadinya begitu mendukung, mulai merasa bersalah dan begitu bersedih dengan perubahan tingkah polah suaminya. Dan entah karena steress berkepanjangan dan lalu sakit sang istri pun meninggal dunia.

Hingga akhirnya Macbeth berhasil dibunuh oleh penasehat kerajaannya yang membalas dendam demi kematian anak istrinya.

Filmnya dikemas dengan dialog yang sepertinya persis sama dengan dialog aslinya. Sehingga penuh dengan metafora dan kalimat-kalimat yang jarang dipakai lagi di jaman ini. Tetapi, dari begitu banyak film tentang jaman kerajaan yang saya tonton, sepertinya film inilah yang menurut saya paling mendekati menggambarkan keadaan di jaman itu. Dimana menjadi raja tak berarti tiba-tiba mereka harus mengenakan jubah emas, atau menjadi ratu berarti bahwa menggunakan mahkota berlian. Semua terasa tepat.

Tetapi, dua hal yang lebih menarik yang saya pikir bisa dijadikan cerminan untuk diri sendiri adalah:

1.      Klo cari istri (saya: cari suami) carilah mereka-mereka yang tidak gampang tergiur harta dan tahta haram! Susah memang, siapa yang tidak suka harta. Tapi pasti ada kok yang tidak tertarik dengan harta kalau caranya haram begitu. Sebenarnya, kalau saja istrinya tidak semangat 45 masih besar kemungkinan Macbeth untuk tidak melanjutkan niat kejinya untuk membunuh Raja. Belum lagi, pasangan model begini malah akan meninggalkan kita saat kita sedang sudah
2.   Jangan terlalu percaya peramal dan sejenisnya! Mungkin sesekali mereka benar, tetapi menurut saya di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan. Tuhan menciptakan alam semesta dengan logika dan keteraturan. Peramal adalah mereka yang pintar membaca tanda-tanda. Dan peramal yang “hebat” adalah mereka yang pintar mengarahkan pikiran kita menjadi satu frekuensi dengan apa yang dia katakana. Seperti dalam kisah Macbeth, ide membunuh Raja Duncan muncul setelah peramal mengatakan bahwa kelak dia menjadi Raja. Padahal tadinya Macbeth adalah salah satu kesatria jujur dan sangat setia pada Rajanya.

Seperti pepatah mengatakan, kejayaan seorang pria biasanya takluk oleh Harta, Tahta dan Wanita. Terbukti. Tak hanya oleh Macbeth tetapi banyak pria-pria di luar sana yang sudah terjebak oleh ketiga hal ini.

Lihat saja para koruptor. Mereka yang sekolahnya tinggi, dengan gelar berderet-deret, yang ketika masa mudanya adalah seorang aktivis, beberapa malah adalah ahli agama. Ketika dihadapkan pada harta dan kemudian ditambah dengan rengekan istrinya untuk membeli tas yang dibuat dari kulit Yeti yang hanya ditemukan di pegunungan Himalaya, jadilah dia berusaha merebut tahta dengan berbagai cara. Yang nantinya bisa memberinya banyak harta untuk membahagiakan wanitanya (dan wanita wanita laninnya).

Saya mau dapat Harta dan Tahtanya, tapi tidak wanitanya. Karena saya mau lelaki saja. Hehehehe….




A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates