Monday, March 30, 2015

Balada Media Sosial (bagian 1): #likeforlike

Like atau suka, bagi saya adalah sebuah kata yg bersifat sangat pribadi. Karena manyangkut selera serta referensi masing-masing orang. Dan bagi saya rasa suka ini adalah salah satu hak asazi manusia sama seperti hak untuk bicara, tersenyum, kentut dan lainnya.

Nah, di era media sosial sekarang ini kata like memiliki makna yg jauh lebih rumit. Kata ini bagaikan kata sakti yang merujuk pada seberapa populer kita, seberapa menarik (foto dan status) kita dan tak jarang juga berarti seberapa banyak "teman" yang kita punya di jagat media sosial.

Saya agak heran ketika banyak orang memasalahkan berapa banyak like yang akan didapat dalam sebuat foto atau status yang mereka unggah. Sampai-sampai di Instagram ada hashtag #likeforlike. Sampai tulisan ini sy ketik ada 139.464.929 postingan dengan hashtag ini. Luar biasa!



Jika diartikan dengan sesuka hati saya #likeforlike berarti "kalau kamu mau saya suka foto kamukamu harus sukai foto saya duluDan kalau kamu tidak suka foto saya, tak akan mungkin saya menyukai fotomu semenarik apapun itu!" Kesannya kejam dan tak tulus. Yang "dipaksa" suka juga begitu "bodo amat, mau saya suka atau tidak yang penting setelah ini dia balas budi dan menyukai foto-foto saya".

Dunia media sosial jaman sekarang memang agak rumit buat saya. Demikian pentingnya mendapat banyak like dari pengguna lain. Sebegitu berartinya memiliki banyak followers sehingga pusing kepala harus posting apa. Dan akhirnya harus memaksa orang untuk like apa yang kita pasang di media sosial. Agak menyedihkan.

Semoga saja saya tetap bisa jujur untuk menyukai apapun yang benar-benar saya suka. Tak apalah like di foto saya hanya beberapa biji saja. Tak apa juga kalau tak ada yang suka. 

Seperti yang Pak Ahok pernah bilang "Tuhan saja masih banyak yang tidak suka, apalagi kita"  

Semoga suka  :)

Wednesday, March 4, 2015

Balada Mi Instan Segala Rasa

Di suatu sore yang bergerimis, di sebuah perumahan kawasan Dua terjadilah percakapan ini:

Anak (dengan tampang memelas) Buu, dingin-dingin gini jadi pengen yang anget deh. Masakin sop buntut dong bu…   

Ibu : Ngaco kamu! Kamu pikir bikin sop buntut gampang apa?! Masaknya lama, mahal pula! Udah makan mi instan saja, ada tuh rasa sop buntut. Murah, gampang.

Anak(Mulai Galau) Yaahh, pengen daging Bu. Kan aku masa pertumbuhan jadi perlu banyak asupan protein dari daging.

Ibu: Aduh nak, kamu ini ada-ada saja. Hujan lho di luar. Kalau kamu beli sate di depan, bisa-bisa kamu kesambar petir. Sudah ibu bikinkan mi instan. Ada kok rasa sate!

Anak: (Panik) Yaahh, ga mau Bu… kan kata orang-orang mi instan itu ga sehat. Atau gini aja, aku nungguin abang bakso yang suka lewat depan rumah aja ya Bu… Kan samasekali ga repot. Murah juga kok.

Ibu: Jangan nak, bakso lebih ga sehat lagi! Ada boraksnya. Belum lagi terlalu banyak MSG yang dipakai sama dagangnya. Sudah-sudah, ibu buatkan kamu mi instan, sekarang sudah ada yang rasa bakso!

Anak: (Mulai Frustasi) aduuhh Ibu gimana sih, semua-mua gantinya mi instan. Bisa-bisa aku sembelit. Susah BAB. Udah ah aku mau beli pecel aja di warung sebelah!

Ibu: eits, kenapa mesti repot sih! Ibu punya nih stok mi instan rasa pecel! Ibu kasi telor deh biar lebih enak!! Mau yaaa….

Anak: (Jerit-Jerit lari di gang sambil ujan-ujanan sambil makan mi instan rasa kecebong bakar)

 

P.Sterinspirasi oleh percakapan bodoh saya dengan Dje dimana kebiasaan kami adalah membangun skenario untuk berbagai hal nyleneh.

A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates