Tuesday, August 27, 2013

Antara Cowboy Junior, Tablet PC, dan Evolusi


Belakangan saya sangat sering berbincang tentang dunia anak-anak dan perkembangannya. Sebagai orang yang belum punya anak dan belum berencana punya anak, saya agak tercengang dengan perkembangan dunia anak jaman sekarang. Tadinya saya masih terbawa arus bahwa lingkungan pergaulan saat ini sangat tidak bersahabat untuk tumbuh kembang anak. Yang sangat sering dibahas adalah Cowboy Junior. Sebuah fenomena yang banyak dipuji dan dicaci.
Banyak yang beranggapan media salah karena tidak lagi menyajikan cukup banyak hiburan untuk anak-anak. Dunia musik yang terlalu komersil, tidak ada lagi lagu anak-anak, anak-anak lebih hapal lagunya D’Masiv daripada lagu Lihat Kebunku. Kenapa anak-anak seumuran Cowboy Junior menyanyikan lagu tentang cinta-cintaan. Mulailah pembahasan yang membandingkan dimasa lalu dimana ada Joshua, Eno Lerian, dan Agnes Monica yang menyanyikan lagu anak-anak.
Setelah menyalahkan media dengan segala bentuk pengaruh buruknya, kemudian muncul sebuah kesadaran baru. Banyak pihak mulai menyadari (meskipun belum semua) bagaimana jika ternyata orang tualah yang salah. Bagaimana jika orang tualah yang “menjerumuskan” anak-anak mereka sendiri sehingga menjadi dewasa sebelum waktunya.
Kesadaran ini muncul setelah melihat kecenderungan orang tua jaman ini menginginkan anak-anak mereka lebih menonjol dibanding anak lain. Entah itu lebih cerdas, lebih aktif, lebih berprestasi dan segala hal lain yang terlihat positif. Sangat sedikit orang tua yang ikhlas anak mereka menjadi just normal, menjadi anak yang biasa-biasa saja.
Sesuai dengan hukum sahih ekonomi, dimana ada permintaan maka disana ada penawaran. Disinilah para cerdik bisnis mengisi celah. Orang tua ingin anak-anak mereka sesegera mungkin bisa calistung, muncullah sekolah untuk anak usia dini (bahkan baru kemarin saya lihat di daerah Nusa Dua ada ruko dengan iklan: BISA MEMBACA DALAM 1 JAM!) tak lagi cukup sekedar TK. Tak hanya itu, tempat penitipan anakpun disertai dengan macam-macam pelajaran untuk si anak, tak cukup menggambar dan mewarnai, bahkan pelajaran bahasa mandarin juga ada!
Satu hal yang cukup mencengangkan, saat ini di beberapa sekolah di Denpasar, syarat seorang anak bisa masuk SD (berdasarkan cerita ibu-ibu di kantor) adalah mereka harus bisa membaca. W.O.W! Kalau jaman saya sih SD kelas 1 ya saatnya kami belajar mengenal huruf, saya sendiri kelas 1 SD masih belum bisa membedakan huruf B & D kecil (kalau saya jadi anak jaman ini saya kemungkinan besar jadi buta huruf).
Keadaan ini tidak disadari berdampak lebih jauh. Saat orang tua “memaksa” anaknya dewasa lebih cepat. Otak mereka tumbuh lebih cepat dari fisiknya, masihkah kita bisa menyalahkan media dan lingkungan jika anak kita lebih memilih Noah disbanding A.T Mahmud? Saat mereka menjadi dewasa di usia yang masih sangat muda, menjadi salah siapa kalau mereka mengenal cinta-cintaan terlalu cepat?
Ada lagi fenomena masa kini, anak-anak tidak lagi bermain layangan atau berkeliaran di luar rumah. Merekalebih suka bermain Sony Play Station seharian, internetan, atau bermain game online. Jangankan remaja, anak usia 3 tahunpun sudah kecanduan tablet PC. Dalam hal ini akan sangat mudah menyalahkan orang tua karena memberikan fasilitas yang berlebihan, tidak mau repot mengurusi anak. Maka jangan salahkan jika anak anda menjadi apatis, tidak bisa bersosialisasi dan masalah-masalah sosial lain.
Dua perspektif tadi berokus pada siapa yang salah. Lingkungan atau orang tua. Dan meletakkan anak di sisi “korban”.
Tapi,
Bagaimana jika ada perspektif lain? Sesuatu yang mungkin terdengar melenceng yang ada kaitannya dengan Relativitas.
Saat kita runut ke belakang dan kembali pada sejarah, pada hakikat alam semesta bahwa semesta dan segala hal yang ada di dalamnya berevolusi. Termasuk manusia. Bagaimana jika dalam perkembangan anak-anak jaman ini sebenarnya tidak ada pihak yang harus dikambinghitamkan dan tidak ada yang menjadi korban. Bahwa semua ini adalah proses yang disebut evolusi.
Perbandingan paling sederhana, jaman Ibu saya, bermain adalah di jalanan di bawah sinar bulan purnama menceritakan urban legend yang seram-seram kemudian diakhiri dengan bernyayi lagu Curik-curik bersama.
Sekitar 30 tahun kemudian, jaman saya bermain adalah baju-bajuan menggunakan design gambar-gambar baju yang di jual mas-mas keliling atau bermain masak-masakan dengan kitchen set plastik mainan dengan aneka warna.
15 tahun kemudian, jaman adik saya, bermain adalah Sony Play Station 1 dan segala game yang ada di dalamnya seperti Harvest Moon dan Crash Bandicoot.
Saat ini, bermain adalah bermain Angry Bird di tablet PC atau Candy Crush Saga di Facebook. Terasa sekali bedanya dengan masa-masa sebelumnya  bukan?
Tanpa kita sadari kita pasti menganggap masa kecil kitalah yang terbaik dan paling berkesan. Saya masih ingat percakapan Bapak dan adik saya, saat itu Bapak bercerita saat dia sesusia adik saya (SD kelas 4 – 6) dia memelihara sapinya sendiri dan bermain adalah belepotan bermain lumpur bersama sapi di sawah, dengan enteng adik saya menjawab bahwa dia juga memelihara sapinya sendiri di game Harvest Moon.
Ini adalah proses evolusi manusia. Cara manusia beradaptasi dengan lingkungannya. Bukan lagi bertahan hidup dari serangan binatang buas tetapi dari ciptaannya sendiri yang bernama teknologi.
Mungkin ini memang sudah saatnya anak balita bermain tablet PC, anak usia 5 tahun sudah harus lancar perkalian dan segala kecerdasan kognitif lainnya. Tapi hukum alam akan tetap berjalan. Aksi dan reaksi. Ketika pendewasaan pikiran manusia menjadi lebih cepat jika dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya tentu perubahan ini akan menyertai hingga prosesnya berakhir.
Apa? Manusia bisa membaca lebih cepat, lulus sekolah lebih cepat, jadi dokter lebih cepat, hormone-hormone matang lebih cepat, dan yang saat ini kita hadapi rerata umur manusia akan relatif memendek dari periode sebelumnya.
Disinilah relativitas bekerja. Manusia tidak lagi diukur dari umurnya. Tidak lagi dari rentang waktu tetapi mungkin akan dilihat melalui fasenya. Fase bayi, anak-anak, remaja, dewasa. Mungkin nanti saat usia 15 tahun seorang anak akan dikatakan dewasa, karena semua tak lagi terukur waktu.
Sulit untuk diterima memang, karena kehakikian kita adalah lebih mudah untuk menyalahkan orang lain ketimbang tidak ada yang bisa disalahkan. Terlepas dari kemanusiaan, setiap makhluk meiliki insting sendiri untuk bertahan. Kembali pada kemanusiaan, orang tua bisa membantu seberapa lama seorang anak ingin “diletakkan”pada fase tertentu. Yang penting adalah jika fisiknya telah siap menghadapi kecepatan tumbuh pikiran dan psikisnya maka itulah kenormalan.
Sebagai seorang yang belum punya anak dan belum berencana punya anak dalam wajtu dekat, saya cukup yakin bahwa mengasah logika anak akan membantu mereka memasuki fase selanjutnya dalam kehidupan.


Semoga bermanfaat….

Nusa Dua, 6 Agustus 2013
11.17 pm

Yulia Windayani.

Friday, August 23, 2013

Semua Karena Cinta

Saat membaca judulnya mungkin yang terpikir adalah kisah cinta medayu-dayu yang mengisahkan sepasang sejoli menjalin cinta, kemudian cinta mereka adalah cinta sejati yang berakhir di pernikahan dengan putra-putri yang lucu-lucu. Atau mungkin kisah sepasang kekasih yang dipisahkan oleh penyakit yang terdengar sangat indah seperti leukemia, tapi sang kekasih tetap setia hingga ajal. Atau kisah cinta dua umat manusia yang terhalang etnis dan agama tetapi tetap bersatu di mimbar perkawinan karena kekuatan cinta?

Uuummm… Entahlah…

Cinta tak selalu antara sepasang sejoli yang dimabuk asmara. Disadari atau tidak, segala hal di dunia ini berawal karena cinta, meskipun belum tentu juga berakhir karena cinta. Karena terkadang beberapa hal berakhir karena kebetulan. Kebetulan kecelakaan lalu lintas,  kebetulan ketemu dompet gak ada uangnya atau kebetulan yang lain. Tetapi awalnya sebagian besar karena cinta.

Lihatlah di TV artis-artis yang kawin cerai, yang katanya telah menjadi part of life style kehidupan metropolis. Tentu alasan mereka menikah karena cinta, cinta pada pasangannya, cinta pada harta pasangannya, atau cinta padahal lain yang melekat pada pasanganya. Begitu pula saat mereka bercerai, itupun karena cinta. Dalam hal ini tentu cinta yang lain, cintanya pada diri sendiri sehingga tak mau berkorban barang sedikitpun.

Lalu ada juga pejabat yang ditangkapi karena diduga korupsi. Tak tahukah kau itu juga karena cinta? Karena cintanya yang sungguh belebihan pada harta. Atau bisa juga cintanya yang tulus kepada istrinya yang minta belibur ke Athena, ya terpaksa cari uang tambahan. Wah, cinta… tak terkira apa yang dapat dilakukan cinta.

Adalagi yang lebih hebat. Ada orang yang mau membunuh hanya demi sejuta dua juta uang. Percayakah kau itu juga karena cinta? Bisa jadi karena cintanya pada keluarga tapi tak mampu mencari pekerjaan lain, atau malah cintanya pada candu dan harus ada uang untuk membelinya. Dan yang lebih sedih lagi, orang yang membayar orang tadi untuk membunuh. Itu juga murni karena cinta. Cintanya yang membara pada dendam, cinta yang menggelora pada amarah. 

Cinta… sungguh tak terduga.

Bahkan dalam Harry Potter, hanya kekuatan cinta yang mampu mengalahkan kekuatan Voldemort. Cinta Harry pada orang tua dan teman-temannya, cinta Dumbledore pada Hogwarts, Cinta Snape pada Lily Evans dan Cinta Voldemort pada kehidupan abadi.

Tapi percayalah, lebih banyak hal baik yang dapat dilakukan cinta. Aku mau menangis karena cinta, aku ikhlas bersedih karena cinta, aku bisa tersenyum karena cinta, semua karena cinta.

Thursday, August 22, 2013

LDR? Challenge Me, Please!

LDR = Long Distance Relationship (dalam hal ini minimal terminologinya adalah beda Provinsi atau beda Pulau, kalau hitungannya cuma Singaraja - Denpasar berarti ga masuk, tapi kalau antara Bandung - Jkt juga ga masuk, yang pasti masuk itu adalah Bali - Sumbawa)
Cerita LDR kalau dilihat-lihat seolah lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Banyak orang meragukan, mempertanyakan dan tak jarang menyalahkan LDR sebagai kambing hitam gagalnya sebuah hubungan. Bahkan pelaku LDRpun (macam maling saja LDR ini) sering memandang jenis hubungan ini sebelah mata.
Mungkin memang begitulah normalnya, tidak ada seorangpun yang menginginkan hubungan percintaan mereka berunsurkan nilai-nilai LDR, tapi entah kenapa saya adalah salah seorang (mudah-mudahan bukan satu-satunya) orang yang sangat mensyukuri sebuah hubungan LDR dan kalau memungkinkan sih agar LDR kami bisa diperpanjang. Aneh? Tidak juga, ada banyak sekali keuntungan LDR buat saya dan dia, sangat banyak malah dan ini salah beberapanya:

  1. Irit dan Hemat, lho bukannya malah berat di ongkos ya? entahlah di hubungan yang lain, tetapi buat kami LDR jauh lebih irit daripada kalau berdekatan. Logikanya, kalau kami dekat pastilah setiap weekend kami akan kencan, entah nonton, makan, jalan-jalan dan kesemuanya adalah sumber pengeluaran. Mengingat kebiasaan jalan-jalan dan makan kami yang agak diluar kebiasaan. Nah kalau LDR kan makan keluarnya cuma 3 bulan sekali (atau entah kapan sesuai dengan jadwal dia pulang), sisanya makan murah di rumah. Nah si uang kencan ini kalau ditabung bisa buat beli tiket pulang deh dan jalan-jalan yang lebih seru :)
  2. Perencanaan Liburan lebih Matang: Nah, karena jarang ketemu sekalinya ketemu pasti ingin punya liburan seru. Tidak melulu nonton, makan, nge-mall. dalam kasus kami, kami punya waktu minimal 3 bulan untuk menabung dan merencanakan destinasi liburan berikutnya. Tidak harus mahal, pulang kampungpun menjadi pilihan.
  3. Kumpulkan banyak Cuti: ini sih khusus saya yang kerja di swasta. Karena saya punya waktu menabung cuti selama 3 bulan, jadinya setiap dia pulang saya sudah duduk manis menunggu dan berlibur :),eh kadang ada juga sih saat dia pulang tapi cuti saya tidak diaprove semua hehehe...
  4. Jarang Bertangkar: sudah jarang ketemu ya masa bertengkar juga, kalau sudah ketemu secara live biasanya kami akan merangkum segala ketertinggalan selama masa kami berpisah. Walaupun setiap hari telponan tapi kan tetap saja kalau ketemu live rasanya lebih afdol.
  5. Enjoying Our Personal Life: bukan berarti kalau sudah punya pacar kita ga berhak menikmati waktu sendiri lho. Kalau kami kadang perlu waktu untuk sendiri, untuk sekedar nonton film favorit kami, main game atau membaca novel. Kalau bersama kan agak ga enak kalau harus berjam-jam meminta menunggu untuk maen game atau berjam-jam menunggu kalau sedang di salon.
  6. Lebih Mandiri: ini benar-benar untuk saya. Tanpa pacar, kemana-mana sendiri. Bola lampu rumah mati ganti sendiri, ban mobil/motor ada masalah urus sendiri, tetangga sebelah reseh urus sendiri, pulang kampung nyetir sendiri (saking mandirinya malah kalau dia pulang saya menjadi semacam supir taksi hehehe...), ke dokter pergi sendiri, ga ada manja-manja dan menye-menye.
  7. Sangat Banyak Waktu untuk Karir, Keluarga dan Para Sahabat: satnite adalah waktu saya buat keluarga atau teman.
  8. Ini alasan yang maha penting Alasan Sangat Logis untuk Keliling Indonesia dengan mudah: pacar saya memiliki pekerjaan yang mengharuskan dia secara berkala dipindah ke berbagai daerah di Indonesia. Nah bukankah ini kesempatan emas buat saya keliling Indonesia?? Terutama tempat-tempat eksotis semacam Lombok dan Sumbawa. Coba deh kalau pacar saya tidak kerja di Sumbawa, apa alasan saya ke Sumbawa? Secara saya kan bukan Trininy TNT. Daaaannnnn ternyata Sumbawa sangat indah!!!
Hampir 7 tahun bersama dan selalu LDR saya rasa kedelapan alasan itu lebih dari cukup untuk mewakili kecintaan saya pada LDR, sebenarnya ada beberapa alasan lain yang sifatnya supeeerrr penting tapi nanti-nanti deh kasi taunya :)
Well, kalaupun pacar saya harus dimutasi lagi, saya tidak pernah berharap dia mutasi ke Bali. Saya berharap dia dimutasi ke tempat yang terutama aman dan yang penting tempat indah, eksostis dan tanpa ada dia disana saya tidak memiliki alasan logis untuk kesana.
Jadiiiii....don't be afraid! Jangan jadikan LDR alasan untuk menolak sebuah tembakan, memutuskan seorang pacar atau jangan-jangan alasan untuk membatalkan sebuah pernikahan. Because love will find the way, tergantung kita mau ikut jalannya atau balik kanan atau malah bubar jalan.
Selamat bercintaaaaa :) :)


A Piece of Mind . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates